5 Kepala Daerah Minta KRL Disetop, Pengamat: Untuk Meraih Panggung Saja
Rabu, 15 April 2020 -
Merahputih.com - Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menduga alasan 5 kepala daerah meminta penghentian operasional KRL hanya ingin mendapatkan panggung politik saja.
"Persoalannya kepala daerah punya alternatif lain gak. Saya lihat ini untuk meraih panggung saja," jelas Trubus kepada Merahputih.com di Jakarta, Rabu (15/4).
Baca Juga:
Pengajar dari Universitas Trisakti ini menyarankan agar kereta api listrik tetap dipertahankan. Namun jam operasional dan jarak sosial harus dipertegas.
"Misalnya jarak antar tempat duduk dikurangi berapa. Lalu pembersihan di kereta juga harus dilakukan rutin. Petugas juga harus mengatur perjalanan kereta agar tak berdesak-desakan," pungkas Trubus.
Trubus menambahkan, rencana tersebut juga bertentangan dengan aturan Permenkens No 9 Tahun 2020 Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dimana angkutan kereta merupakan salah satu prioritas yang diperbolehkan. "atau dihentikan masyarakat bisa melakukan gugatan," ungkap Trubus.

Lima kepala daerah meminta operasional KRL commuter line berhenti sementara guna mengefektifkan penerapan PSBB. Kepala daerah tersebut sepakat menyampaikan opsi menghentikan sementara KRL selama 14 hari kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT KCI sebagai operator commute rline.
Opsi ini muncul setelah rapat kepala daerah penyangga Ibu Kota Negara, yakni Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi. Penghentian operasional ini bertujuan memutus mata rantai penyebaran COVID-19 (korona).
Baca Juga:
Hal ini juga dimaksudkan agar penerapan PSBB lebih efektif dan terukur. Namun, pendapat berbeda muncul dari para pengguna KRL.
Mereka meminta penghentian operasional KRL tidak dilakukan, karena menghambat aktivitas mereka yang masih bekerja. Apalagi, yang hanya mengandalkan KRL sebagai transportasi. Mereka lebih sepakat pengurangan jadwal KRL. (*)