5.914 Anak Keracunan MBG, DPRD DKI Jakarta Tuntut Peningkatan Pengawasan Kualitas Makanan

Minggu, 28 September 2025 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta, Lukmanul Hakim, menegaskan bahwa Program Makan Bergizi Gratis (MBG) harus dievaluasi, bukan dihentikan. Program ini dianggap telah memberikan manfaat nyata bagi lebih dari 20 juta anak sekolah, ibu hamil, dan penerima lain di 38 provinsi Indonesia.

Menanggapi adanya laporan keracunan makanan yang dialami oleh beberapa penerima MBG baru-baru ini, Lukmanul berpendapat bahwa yang perlu ditingkatkan adalah pengawasan terhadap program tersebut.

“Kalau ada beberapa hari lalu penerima MBG banyak keracunan, tentu harus ditingkatkan pengawasannya lebih baik, bukan programnya yang disetop," jelas dia.

Baca juga:

Panggil Kepala BGN, Prabowo tak Ingin Insiden Keracunan MBG Dipolitisasi

Penegasan ini muncul sehubungan dengan 70 kasus keracunan yang terjadi sepanjang Januari hingga September 2025, yang memengaruhi 5.914 penerima MBG, termasuk tujuh siswa di Jakarta Utara.

Oleh karena itu, Lukmanul menolak penghentian program MBG. Sebaliknya, ia menyarankan agar fokus diarahkan pada peningkatan pengawasan dan prosedur operasi standar (SOP) MBG demi memastikan manfaat optimal bagi para penerima, khususnya bagi mereka yang kurang mampu.

Selain memberikan nutrisi, menurut Lukmanul, program MBG juga memiliki dampak positif terhadap perekonomian lokal. Program ini disebut mampu menggerakkan roda ekonomi melalui penyerapan tenaga kerja serta pemberdayaan petani dan nelayan. Ia menyimpulkan bahwa MBG adalah program esensial yang harus terus berjalan.

"Dengan sistem pengawasan yang lebih ketat demi menjamin kualitas makanan," ucap dia.

Sementara itu, Badan Gizi Nasional (BGN) melaporkan secara rinci mengenai 70 kasus keracunan yang berdampak pada 5.914 penerima MBG dari Januari hingga September 2025. Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, menyatakan bahwa BGN bertanggung jawab penuh dan berkomitmen untuk melakukan perbaikan agar insiden serupa tidak terulang.

Kasus keracunan tersebar di tiga wilayah:

  1. Wilayah I Sumatera: Sembilan kasus dengan 1.307 korban.

  2. Wilayah II Pulau Jawa: 41 kasus dengan 3.610 penerima terdampak.

  3. Wilayah III (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, Nusa Tenggara): 20 kasus dengan 997 penerima terdampak.

Baca juga:

BGN Buka 'Hotline' Buntut Insiden Siswa Keracunan MBG, Janji Jumpa Pers Mingguan Demi Transparansi

Investigasi menemukan bahwa penyebab utama keracunan adalah kontaminasi bakteri pada berbagai bahan makanan. Bakteri yang teridentifikasi meliputi:

  1. E. coli (pada air, nasi, tahu, ayam)

  2. Staphylococcus aureus (pada tempe, bakso)

  3. Salmonella (pada ayam, telur, sayur)

  4. Bacillus cereus (pada mie)

  5. Coliform, PB, Klebsiella, Proteus (dari air yang terkontaminasi)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan