3 Hari Menyatu dalam Euforia Irama, ini Catatan Perjalanan di Synchronize Festival 2025

Kamis, 09 Oktober 2025 - Soffi Amira

MerahPutih.com - Tidak salah bila menjadikan ‘Synchronize Festival’ sebagai Lebaran-nya para penggemar musik Tanah Air.

Banyak alasan jika ingin dirunut secara hakiki, tetapi yang pasti acara ini bertepatan dengan perayaan satu dekade serta ulang tahun ke-25 dari demajors dan Ruang Rupa.

Tahun ini, keduanya sepakat untuk meluapkan tema ‘Saling Silang.'

Selama tiga hari berada di tengah lautan musik, tawa, dan kenangan Synchronize Festival 2025, tema Saling Silang bukan sekadar slogan.

Ia benar-benar hidup dalam bentuk kolaborasi lintas genre, generasi, dan medium yang membuat setiap sudut festival terasa seperti ruang dialog antara masa lalu, kini, dan masa depan musik Indonesia.

Baca juga:

White Shoes & The Couples Company Gebrak 'District Stage' di Synchronize Fest 2025

Hari Pertama Synchronize Fest 2025: Menyambut Riuhnya Awal Festival

Jatiwangi Art Factory membuka hari pertama
Jatiwangi Art Factory membuka hari pertama. Foto: Dok. Synchronize Fest
>Langit sore Jakarta masih menyisakan panas ketika melangkah masuk ke area JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat. Belum sempat benar-benar mengatur napas, suara tabuhan dan teriakan riang menyambut dari kejauhan.

Sekelompok orang dari Jatiwangi Art Factory berkeliling membawa alat musik perkusi dan properti khas mereka. Pawai ini bukan sekadar pembuka, tetapi seperti ritual penyambutan yang menandai dimulainya tiga hari penuh perayaan.

Begitu pawai selesai, White Shoes & The Couples Company (WSATCC) tampil di District Stage, kemudian membawakan setlist spesial dari album Vakansi yang merayakan ulang tahunnya ke-15.

Ditemani petikan gitar lembut dari Oele Pattiselanno, suasana seolah bergeser ke masa lalu. Meski Matahari masih terik, para penonton tak peduli. Semua bernyanyi bersama dan menembus panas dengan senyum yang tak lekang.

Namun, bagi mereka yang menggemari energi keras, Gigs Stage menjadi destinasi wajib. Hari pertama, panggung ini dikurasi oleh Extreme Moshpit, menampilkan sederet nama, seperti Rounder, MTAD, Iron Voltage, Peach, Final Attack, dan Negatifa.

Dentuman drum dan riff gitar berat mengguncang udara, sementara para penggemar hardcore dan metal bergantian membuat circle pit.

Keseruannya bahkan disiarkan langsung lewat kanal YouTube Extreme Moshpit, demi memastikan tidak ada yang ketinggalan.

Masuk ke malam hari, XYZ Stage menjadi arena nostalgia. Stadium All Star, trio DJ legendaris Bobby Suryadi, Jacky, dan Zaldy Garcia, menghadirkan suasana seperti era kejayaan klub Stadium dulu.

Musik EDM yang berpadu dengan tata cahaya spektakuler membuat malam pertama Synchronize Fest 2025 ditutup dengan gemuruh tepuk tangan dan pelukan antarsesama penonton yang larut dalam euforia.

Baca juga:

Ras Terkuat di Bumi Guncang Synchronize Fest 2025, Nasida Ria dan Mother Bank Berhasil Pukau Penonton!

Hari Kedua Synchronize Fest 2025: Harmoni yang Menyatu

Guruh Gipsy untuk pertama kali menggelar konser secara langsung
Guruh Gipsy untuk pertama kali menggelar konser secara langsung. Foto: Dok. Synchronize Fest
>Sabtu terasa lebih santai dan padat, seolah festival ini memberi ruang bagi semua orang untuk bernapas. Namun, begitu Idgitaf muncul di tengah area festival sambil “ngamen” bersama teman-temannya yang berpayung kuning, suasana kembali hidup.

Aksi spontan itu menghangatkan suasana siang, yang menciptakan lingkaran kecil kegembiraan di antara kerumunan baru.

Menjelang sore, Andien mengambil alih Forest Stage. Ia membawakan lagu-lagu dari album keduanya, Kinanti (2002), yang ditemani Nikita Dompas di gitar dan Rafi Muhammad di drum.

Andien tampak bersinar. Bukan hanya karena cahaya sore yang menyorot, tetapi juga senyum tulus dan semangatnya yang menular.

Sementara di District Stage, giliran Nasida Ria & Mother Bank menghadirkan kolaborasi tak terduga. Musik qasidah modern berpadu dengan eksperimental elektronik.

Lagu-lagu seperti Bubaran Sunrise, Bom Nuklir, Jalan-Jalan dan Perdamaian, dibawakan dengan warna baru yang menakjubkan.

Kostum pink dan hijau mereka bukan hanya estetika, tetapi menjadi simbol solidaritas terhadap gerakan warga jaga warga.

Namun puncak hari kedua tak lain adalah Guruh Gipsy. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, grup legendaris ini tampil secara langsung membawakan lagu-lagu dari album 1977 mereka.

Sedangkan di atas panggung, Guruh Sukarno Putra, Keenan Nasution, dan Abadi Soesman, berdiri berdampingan dengan musisi lintas generasi.

Perpaduan antara musik, tari, dan budaya Nusantara menjadikan 60 menit pertunjukan itu terasa magis, yakni sebuah perayaan yang menembus batas waktu.

Ketika malam semakin larut, Teenage Death Star (TDS) mengguncang XYZ Stage dengan energi liar. Mereka membawa kolaborator dari album Thunder Boarding School, termasuk Dila (Lips!!), Luthfi Tabraklari, Indra7, dan Pamungkas.

Panggung 360 derajat menjadi medan eksplosif, tempat band dan penonton melebur dalam satu frekuensi. Hari kedua pun berakhir dengan dada berdebar dan suara serak karena terlalu banyak berteriak.

Baca juga:

Angkat Tema 'Saling Silang', Synchronize Fest 2025 Bawa Ruang Kolaborasi Seni Rupa

Hari Ketiga Synchronize Fest 2025: Puncak Euforia dan Kenangan

29 tahun lalu sejarah kembali terulang oleh penampilan Tokyo Ska Paradise Orchestra dan Elvie Sukaesih
29 tahun lalu sejarah kembali terulang oleh penampilan Tokyo Ska Paradise Orchestra dan Elvie Sukaesih. Foto: Dok. Synchronize Fest
>Hari terakhir dimulai dengan kolaborasi unik antara Tabraklari dan The Rang-Rangs di XYZ Stage, sementara Gigs Stage dibuka oleh unit pop barok asal Tangerang, BATDD. Meski masih siang hari, semangat penonton sudah terasa membara.

Salah satu momen paling heboh datang dari Kelompok Penerbang Roket (KPR) di Forest Stage. Di tengah lagu, puluhan penonton naik ke panggung melakukan stage invasion.

Momen spontan itu menegaskan kedekatan emosional antara band dan penggemar, yang menjadi sebuah bentuk cinta liar dan tulus.

Tak lama berselang, Jason Ranti dan Dongker tampil berurutan di XYZ Stage, tetapi ternyata keduanya memutuskan tampil bersama untuk merayakan perilisan album kolaborasi I Don’t Know and I Dongker.

Kombinasi lirisisme absurd Jason dan agresi punk Dongker menciptakan paduan yang tak terduga, kemudian menutup sore dengan tawa dan teriakan penonton yang puas.

Sore menjelang malam, panggung kembali berguncang ketika The Trees & The Wild naik ke atas panggung setelah enam tahun vakum.

Bersama Reney Karamoy dan Stella Gareth dari Scaller, mereka membawakan empat lagu berdurasi panjang yang menghipnotis penonton. Setiap nada terasa seperti perjalanan spiritual—sunyi, lalu meledak dalam harmoni post-rock yang megah.

Sementara di area festival lainnya, sebuah momen penuh emosi hadir dalam pertunjukan Riffmeister: The Legacy of Ricky Siahaan di XYZ Stage.

Ini adalah penghormatan bagi gitaris Seringai yang berpulang awal tahun ini. Keluarga, sahabat, hingga rekan satu panggung, seperti Burgerkill, Komunal, dan Step Forward, hadir membawakan lagu-lagu penuh kenangan. Ketika istri dan putri mendiang naik ke panggung, air mata banyak penonton jatuh tanpa malu.

Sebelum malam benar-benar berakhir, sejarah kembali tercipta. Elvy Sukaesih tampil satu panggung dengan Tokyo Ska Paradise Orchestra (TSPO), setelah 29 tahun lamanya.

“Sekuntum Mawar Merah” dan “Kereta Malam” menggema, memadukan dangdut dan ska dengan sempurna. Elvy memperkenalkan satu per satu anggota TSPO di atas panggung, menutup penampilan dengan tepuk tangan panjang dari ribuan penonton.

Meski resmi berakhir pada Minggu malam, perayaan masih berlanjut keesokan harinya. Prontaxan tampil di pergantian hari di Oleng Upuk Stage pada Senin (6/10) pukul 00.00 WIB menjadi salam penutup yang riuh, mengikat semua memori indah yang tercipta selama tiga hari penuh musik dan kebersamaan.

Bukan hanya lineup dan kolaborasi yang membuat tahun ini istimewa. Kolaborasi Synchronize Fest dengan ruangrupa menjadi sorotan tersendiri.

Hall D2 JIExpo disulap menjadi area pameran seni dengan kurasi yang memukau, kemudian banyak karya belum pernah dipamerkan sebelumnya di Indonesia.

Antusiasme pengunjung terlihat jelas; seni dan musik benar-benar berpadu menjadi satu kesatuan pengalaman.

Tiga hari di Synchronize Festival 2025 bukan sekadar menonton musik. Ia adalah perjalanan emosional—dari nostalgia WSATCC, energi brutal TDS, keharuan Riffmeister, hingga kemegahan Guruh Gipsy dan Elvy Sukaesih. Setiap panggung punya cerita, setiap penampil menanamkan kesan.

Saat lampu panggung terakhir padam dan suara penonton perlahan reda, hanya ada satu kalimat yang terlintas di kepala: Synchronize Fest bukan sekadar festival musik, tapi festival kehidupan itu sendiri. (far)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan