Terlalu Ribet dan Birokratis, Izin Penerapan PSBB Malah Persulit Penanganan COVID-19


Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah (Foto: antaranews)
MerahPutih.Com - Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menilai, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) malah menyulitkan penanganan COVID-19.
Menurut dia, perizinan dalam pengajuan PSBB terlalu birokratis.
Baca Juga:
Sebab, masih ada usulan PSBB yang diajukan pemerintah daerah namun ditolak oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto.
?Trubus berujar, seharusnya Pemda diperbolehkan melaksanakan PSBB di wilayah administratifnya guna mencegah penyebaran wabah corona.

"Jadi, kebijakan untuk penanganan itu ada tiga antisipatif, preventif, dan kuratif. Harusnya diserahkan saja ke daerah dan pemerintah pusat hanya mengawasi dan mengevaluasi saja sesuai Perpres dan tidak usah ada Permenkes itu," katanya kepada wartawan, Selasa (14/4).
Ia menambahkan, seharusnya kebijakan PSBB cukup berkoordinasi saja dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Sehingga, Pemda bisa maksimal dalam memutus penyebaran Covid-19.
"(Sekarang) dampaknya penyebaran Covid-nya sudah tidak bisa ditanggulangi lagi. Penyebaran Covid-19 sudah ke mana-mana. Kita masih sibuk soal administrasi," ujar pengajar Universitas Trisakti ini.
Trubus mengatakan, untuk efektivitas waktu, sebaiknya penetapan waktu PSBB dilihat jumlah kasus yang positif.
Jika wilayah tersebut berada di zona merah maka penetapan waktu PSBBnya harus kurang dari 2 hari.
"Jadi urusan dengan penyakit, yaitu penyebaran penyakit yang cepat menurut saya waktunya cukup 24 jam saja sudah selesai. Jadi birokrasinya itu simple saja kalau dia potensinya ada, kebijakannya preventif dan kuratif ya udah langsung aja. Gak usah lama-lama yang lama itu kalau daerahnya di daerah hijau," katanya.
Trubus mengatakan, jika proses birokrasi terlalu lama dalam penentuan status PSBB, maka penanganan virus corona bisa terhambat.
Ia khawatir jika memakan waktu 3 hari dalam penetapan, maka virus bisa saja sudah tersebar luas di satu wilayah. Sehingga penentuan status wilayah PSBB bisa dilakukan oleh Gugus Tugas saja. Apalagi, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 sudah memiliki payung hukum yang kuat dari Presiden.
"Harusnya tidak lagi menggunakan Permenkes ini, jadi harusnya langsung. Karena kondisinya kan sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 20 ini kan kedaruratan kesehatan, namanya juga darurat kan, daripada bertele-tele, terlalu birokrasinya ya, sebaiknya langsung saja pemerintah daerah mengajukan berkoordinasi dengan gugus tugas, kemudian keluar dari Presiden," jelas dia.
Baca Juga:
Trubus melihat, pemerintah juga tidak bisa memberikan sanksi apapun terkait banyaknya warga yang berdesakan di moda transportasi umum. Apalagi, para warga tersebut menggunakan moda transportasi untuk bekerja.
"Jadi, apalah artinya semua itu? Kalau mau dikasih sanksi, apa sanksinya? (tidak ada)," pungkasnya.(Knu)
Baca Juga:
Hampir Merata di Semua Provinsi, Pemerintah Prediksi Korban Jiwa COVID-19 Masih Bertambah
Bagikan
Berita Terkait
Pengamat tak Terima Pasar di Jakarta Kumuh, Sebut Perbaikan Sudah Terlihat Jelas

Gubernur Pramono Ubah Status Hukum PAM Jaya Jadi Perseroda, Pengamat Kebijakan Publik: Tidak Betentangan dengan ketentuan Hukum

Pemprov DKI Wajib Hadir Terkait Tanggul Beton di Perairan Cilincing, Pengamat: Jangan Sampai Nelayan Dirugikan

Tunjangan Rumah Anggota DPRD Tuai Kritik, Pengamat Minta Mendagri Ambil Sikap Tegas

Pengamat Soroti Tunjangan Perumahan Anggota DPRD DKI, Aturannya Dianggap tak Jelas

Kurikulum Baru untuk Bidan Diluncurkan, Kado untuk Hari Bidan Nasional 2025

Gerakan Berhenti Merokok Prioritaskan Turunnya Angka Perokok Pemula di Indonesia

Fase Pemulangan Haji Dimulai, DPR Minta Kemenkes Awasi Kesehatan Jemaah

COVID-19 Mulai Melonjak Lagi: Dari 100 Orang Dites, Sebagian Terindikasi Positif

Terjadi Peningkatan Kasus COVID-19 di Negara Tetangga, Dinkes DKI Monitoring Rutin
