Perempuan Punya Masalah Tidur yang Kompleks


Perempuan punya masalah tidur nan kompleks.(foto: pexels-andrea-piacquadio)
SULIT tidur mungkin terdengar umum. Namun, bagi perempuan, masalah tidur tak hanya urusan sulit tidur. Menurut jajak pendapat terkini yang dilakukan National Sleep Foundation, seperti dilansir CNA Lifestyle, mengungkap perempuan lebih sulit tertidur dan tetap tidur ketimbang laki-laki.
Masalah-masalah itu bisa muncul selama masa pubertas dan berlanjut hingga dewasa. Demikian diungkap Fiona Baker, Direktur Human Sleep Research Programme di SRI International, sebuah badan riset nirlaba yang berpusat di Menlo Park, California. Menurutnya, ada berbagai faktor penyebab munculnya isu tersebut, seperti biologis, psikologis, dan sosial.
BACA JUGA:
Selama masa reproduksi, menurut Baker, perempuan mengalami perubahan hormon yang memicu perubahan mood serta simptom fisik nan mengganggu seperti kram perut dan kembung berlebih. Semua itu merupakan pengganggu tidur bagi para perempuan.
Kondisi saat kehamilan, seperti mual, keinginan untuk berkemih, kecemasan dan ketidaknyamanan secara umum, menurut asisten profesor klinis saraf dan psikologi di Albert Einstein College of Medicine di Bronx, juga memicu gangguan tidur. “Gangguan tidur ini umumnya terjadi di masa trimester pertama dan ketiga,” kata Harris, seperti dilansir CNA Lifestyle.

Setelah masa kehamilan berlalu, gangguan tidur berganti menjadi merawat bayi. Menurut Harris, ini bisa berlangsung lama hingga anak benar-benar bisa tidur nyenyak sepanjang malam. “Terkadang, otak perempuan amat terlatih untuk mendengar tangisan bayi. Itu memunculkan pola awas dan respons berlebihan. Hal itu membuat sulit untuk tidur nyenyak,” katanya.
Tak berhenti di sana, saat memasuki masa menopause, perempuan kembali mengalami gangguan tidur karena hormon. Lebih dari 80 persen perempuan merasakan panas di dada jelang masa menopause. “Gejala itu bisa berlanjut hingga tujuh tahun setelahnya,” kata Baker. Sebanyak 20 persen perempuan yang mengalami gejala itu mengeluhkan gangguan tidur akibat rasa panas di dada.
Setelah masa menopause, perempuan punya risiko lebih tinggi mengalami sleep apnea. Itu merupakan kondisi henti napas yang membuat terbangun di tengah tidur. Kenaikan berat badan yang terkait dengan menopause dan penuaan juga berkontribusi pada risiko sleep apnea. “Itu, lagi-lagi disebabkan hormon,” kata Baker.
Di luar hormon, para perempuan dilaporkan punya risiko tinggi mengidap gangguan mental, seperti kecemasan dan depresi. Hal itu menambah masalah tidur pada perempuan. Jajak pendapat yang dirilis Gallup pada Mei memperlihatkan persentase perempuan yang mengaku tengah menjalani terapi depresi dua kali lebih tinggi ketimbang laki-laki. Temua itu diamini Department of Health and Human Services AS yang menyebut perempuan punya risiko dua kali lipat didiagnosis gangguan kecemasan ketimbang laki-laki.
BACA JUGA:
Saat tepat mencari bantuan

Meski demikian, bukannya tak ada harapan tidur berkualitas buat perempuan. Harris menyebut terapi perilaku kognitif menjadi solusi untuk masalah tidur ini, termasuk insomnia. Terapi itu telah terbukti meningkatkan kualitas tidur dan mengurangi gejala depresi.
Terapi perilaku kognitif ini bisa dilakukan dengan menerapkan teknik kognitif dan perilaku, seperti mindfulness, pencatatan waktu tidur, hingga mengubah waktu tidur.
Terapi hormonal yang melibatkan suplemen hormon dinilai sebagai cara paling efektif dalam mengatasi sensasi panas di dada selama masa menopause. “Gunakan dalam dosis rendah dan dalam jangka waktu singkat,” saran Baker.
Namun, kamu harus tahu bahwa kebutuhab tidur bisa bervariasi pada tiap orang. Terbangun setelah tertidur tak selalu merupakan masalah. “Setiap orang terbangun di malam hari. Hanya saja, tak semua orang mengingatnya,” kata Harris.
Jika kamu terbangun sekali atau dua kali dalam saat tidur lalu bisa kembali tertidur dalam 10-15 menit, itu bukanlah masalah. Sebaliknya, jika kamu mengalami kesulitan tertidur, tetap tertidur dalam jangka waktu lama, atau merasa tak bugar setelah bangun, Harris menyarankan kamu mencari bantuan untuk masalah gangguan tidur. “Jangan menderita tak tidur dalam kesunyian sendiri,” tegas Harris.(dwi)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak

Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
