Kubu Angin Prayitno Sebut JPU Tak Bisa Buktikan Aliran Dana Suap

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Selasa, 18 Januari 2022
Kubu Angin Prayitno Sebut JPU Tak Bisa Buktikan Aliran Dana Suap

Mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji (tengah) usai diperiksa di Gedung KPK. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Terdakwa mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji menilai jika jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa membuktikan dakwaan dan tuntutannya, dalam perkara dugaan suap pengurusan nilai pajak terhadap sejumlah perusahan.

Argumen itu disampaikan Angin, melalui Kuasa Hukumnya Syaefullah Hamid dalam agenda pembacaan pleidoi atau nota pembelaan terhadap tuntutan sembilan tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan, saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (18/1).

"Bahwa Penuntut Umum tidak dapat membuktikan Dakwaan dan Tuntutannya terkait penerimaan uang dari PT. GMP, PT. Bank Pan Indonesia dan PT. Jhonlin Baratama," sebut Syaefullah dalam pleidoinya.

Menurutnya, perihal dugaan penuntut umum atas penerimaan uang dari PT. GMP, melalui Yulmanizar yang menukar uang dari PT. GMP sebesar Rp. 13,8 miliar dari mata uang rupiah menjadi dolar Singapura sekitar bulan Januari atau Februari 2018.

Baca Juga:

KPK Cokok Tersangka Baru Kasus Suap Pejabat Ditjen Pajak Angin Prayitno

Hal itu diklaim Syaefullah tidaklah terbukti, karena berdasarkan catatan elektronik Money changer Dolarasia bahwa Yulmanizar tidak pernah menukar mata uang rupiah sebesar RP. 13,8 miliar tersebut.

"Fakta ini dikuatkan dengan keterangan saksi Rianhur Sinurat yang mengatakan bahwa Yulmanizar yang menggunakan nama Deden Suhendar tidak pernah menukar uang sebesar 10 miliar ke atas dalam satu waktu," ujarnya.

Terlebih, Syaefullah juga menilai ada yang janggal apabila penuntut umum mengaitkan perihal kedatangan Veronika Lindawati selaku kuasa wajib pajak sekaligus orang kepercayaan Bos Bank Panin, Mu'min Ali Gunawan pada tanggal 24 Juli 2018 di DJP, untuk negosiasi pajak.

Padahal, lanjut dia, nilai pajak telah ditetapkan sehari sebelumnya, yaitu tanggal 23 Juli 2018. Sehingga muncul pertanyaan bagaimana mungkin Veronika datang untuk menegosiasikan nilai pajak yang telah ditetapkan dan diterbitkan sebelum kedatangannya tersebut.

"Sangat janggal jika penetapan SPHP tanggal 23 Juli 2018 adalah tindak lanjut dari kedatangan Veronika pada tanggal 24 Juli 2018," sebutnya.

Sementara itu, Syaefullah juga menyangkal berkaitan anggapan penuntut umum soal penerimaan uang dari PT. Bank Pan Indonesia yang juga tidak terbukti. Disebutkan jika Angin menerima uang 5 miliar yang diberikan dalam pertemuan tanggal 15 Oktober 2018 yang dihadiri oleh Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak.

Hal itu berdasarkan keterangan dari Yulmanizar, penuntut umum beranggapan Veronika Lindawati telah menyerahkan uang 5 miliar kepada Wawan Ridwan yang kemudian diteruskan kepada Angin.

"Namun, melalui bukti Form Penerimaan Tamu tanggal 15 Oktober 2018 yang ditandatangani oleh Yulmanizar dalam kolom Pegawai yang Ditemui. Hal ini membuktikan bahwa Yulmanizar yang menghadiri pertemuan tersebut," ujarnya.

Baca Juga:

Kubu Angin Prayitno Sebut Nilai Pajak untuk Bank Panin Ditentukan Veronika Lindawati

"Fakta hukum ini diperkuat dengan keterangan Veronika Lindawati bahwa Yulmanizar dan febrianlah yang menghadiri pertemuan tersebut, sedangkan Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak tidak mengikuti pertemuan tersebut," lanjutnya.

Sehingga, Syaefullah mengklaim dua fakta sanggahan itu telah membuktikan bahwa Wawan tidak menghadiri pertemuan tersebut. Alhasil tidak mungkin apabila Wawan Ridwan meneruskan uang tersebut kepada Angin.

Tuduhan lain yang dapat dibantah Syaefullah soal penerimaan dari PT. Jhonlin Baratama (JB), karena pada saat pemeriksaan PT. JB, Angin tidak menjabat lagi sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.

"Sehingga mustahil Angin mencampuri pemeriksaan PT. JB. Selain itu, Yulmanizar juga mencabut keterangan terkait dengan keterlibatan Angin dalam pemeriksaan PT. JB dan penerimaan uang dari PT. JB," ujarnya.

Disisi lain, dia juga mengatakan dalam persidangan, Angin tidak pernah ketemu dengan tim pemeriksa untuk mencampuri pemeriksaan pajak. bahkan angin tidak kenal dan tidak pernah bertemu dengan tim pemeriksa.

"Angin juga tidak pernah memerintahkan penerimaan uang dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung. Seluruh fakta hukum ini terungkap di persidangan berdasarkan keterangan para saksi yang dihadirkan oleh Penuntut Umum," tuturnya.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menuntut mantan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Angin Prayitno Aji bersama terdakwa lainnya, Dadan Ramdhani, dengan hukuman penjara berbeda terkait kasus suap Rp57 miliar.

Angin selaku mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak, dijatuhkan pidana sembilan tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Sementara Dadan, selaku mantan Kepala Subdirektorat Pemeriksaan Ditjen Pajak, dituntut pidana enam tahun penjara dan denda Rp350 juta subsider lima bulan kurungan.

"Menyatakan terdakwa I Angin Prayitno Aji dan terdakwa II Dadan Ramdani telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan pertama," kata Jaksa Wawan Yunarwanto saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (11/1).

Jaksa juga menuntut kedua mantan pejabat Ditjen Pajak itu membayar uang pengganti Rp 3.375.000.000 dan SGD 1.095.000, dengan perhitungan nilai tukar rupiah pada tahun 2019.

Baca Juga:

Kubu Angin Prayitno Sebut Pemeriksaan Pajak PT Johnlin Baratama Bukan di Eranya

"Pidana tambahan berupa uang pengganti ini dibayarkan selambat-lambatnya setelah satu bulan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak, harta benda disita dan dilelang oleh Jaksa. Jika tidak mencukupi, diganti dengan pidana tiga tahun penjara," tegas Wawan.

Sejumlah pertimbangan meringankan dan memberatkan turut dibacakan jaksa. Hal memberatkan, perbuatan para terdakwa dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Terdakwa juga dinilai berpengaruh negatif dalam upaya optimalisasi penerimaan negara pada bidang pajak.

"Hal memberatkan, terdakwa juga telah menikmati hasil perbuatannya dan para terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan dan tidak mengakui perbuatannya," jelas Wawan.

Kendati demikian, hal meringankan para terdakwa berlaku sopan di depan persidangan dan belum pernah dihukum. (Pon)

#KPK #Kasus Korupsi #Pajak #Kasus Suap Pajak
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
Bupati Pati Sudewo Irit Bicara Usai Diperiksa KPK 5 Jam terkait Kasus Korupsi Proyek DJKA
Sudewo sebelumnya juga pernah terseret kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di DJKA Kemenhub.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 22 September 2025
Bupati Pati Sudewo Irit Bicara Usai Diperiksa KPK 5 Jam terkait Kasus Korupsi Proyek DJKA
Indonesia
KPK Bakal Panggil Anggota DPRD Gorontalo Wahyudin Moridu Buntut LHKPN yang Tak Sesuai
KPK akan melakukan klarifikasi untuk memastikan kewajaran isi laporan tersebut.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 22 September 2025
KPK Bakal Panggil Anggota DPRD Gorontalo Wahyudin Moridu Buntut LHKPN yang Tak Sesuai
Indonesia
KPK Kembali Periksa Bupati Pati Sudewo terkait Kasus Korupsi DJKA
KPK kembali memeriksa Bupati Pati, Sudewo, Senin (22/9). Pemeriksaan itu terkait kasus korupsi DJKA di Kementerian Perhubungan.
Soffi Amira - Senin, 22 September 2025
KPK Kembali Periksa Bupati Pati Sudewo terkait Kasus Korupsi DJKA
Indonesia
Mencegah Kesucian Ibadah Tercoreng, KPK Diminta Tuntaskan Skandal Korupsi Kuota Haji Secepatnya
Penyelesaian kasus ini adalah ujian besar bagi kredibilitas KPK
Angga Yudha Pratama - Senin, 22 September 2025
Mencegah Kesucian Ibadah Tercoreng, KPK Diminta Tuntaskan Skandal Korupsi Kuota Haji Secepatnya
Indonesia
Tidak Setuju Tax Amnesty Jilid 3, Menkeu Purbaya: Insentif untuk Kibul-Kibul
Kebijakan tax amnesty justru dapat mendorong perilaku tidak patuh di kalangan wajib pajak.
Wisnu Cipto - Sabtu, 20 September 2025
Tidak Setuju Tax Amnesty Jilid 3, Menkeu Purbaya: Insentif untuk Kibul-Kibul
Indonesia
Guru Besar UNS: RUU Perampasan Aset Permudah Sita Aset Hasil Korupsi di Luar Negeri
RUU Perampasan Aset versi April 2023 mengatur mekanisme non-conviction based asset forfeiture yang memungkinkan aset dirampas tanpa putusan pidana.
Wisnu Cipto - Sabtu, 20 September 2025
Guru Besar UNS: RUU Perampasan Aset Permudah Sita Aset Hasil Korupsi di Luar Negeri
Indonesia
KPK Wanti-Wanti Potensi Korupsi di Balik Rangkap Jabatan Pejabat Negara
KPK akan melakukan kajian terkait praktik rangkap jabatan.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 19 September 2025
KPK Wanti-Wanti Potensi Korupsi di Balik Rangkap Jabatan Pejabat Negara
Indonesia
KPK Memanggil 23 Pemilik Tanah Diduga Terlibat Korupsi CSR Bank Indonesia
Ada tujuh pemilik tanah yang dipanggil lembaga antirasuah untuk diperiksa sebagai saksi kasus tersebut.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 19 September 2025
KPK Memanggil 23 Pemilik Tanah Diduga Terlibat Korupsi CSR Bank Indonesia
Indonesia
Komisi III DPR Desak KPK Segera Tuntaskan Kasus Korupsi Kuota Haji
Korupsi kuota haji merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah umat.
Dwi Astarini - Jumat, 19 September 2025
Komisi III DPR Desak KPK Segera Tuntaskan Kasus Korupsi Kuota Haji
Indonesia
Dugaan Korupsi Kuota Haji Terbongkar, KPK Ungkap Alasan Khalid Basalamah Kembalikan Dolar Secara Bertahap
KPK juga telah meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas
Angga Yudha Pratama - Jumat, 19 September 2025
Dugaan Korupsi Kuota Haji Terbongkar, KPK Ungkap Alasan Khalid Basalamah Kembalikan Dolar Secara Bertahap
Bagikan