Korban Berjatuhan, AS Kembali Keluarkan Sanksi Bagi Militer Myanmar
Militer Myanmar (Foto: @UNGeneva)
MerahPutih.com - Amerika Serikat mengeluarkan sanksi baru dengan pembatasan ekspor serta menghukum tentara Myanmar atas kudeta 1 Februari, dengan memblokir kementerian pertahanan dan dalam negeri serta konglomerat militer. Namun, AS belum mengeluarkan sanksi terberatnya.
Langkah AS ini diambil atas tindakan keras militer Myanmar terhadap pengunjuk rasa damai yang menentang pengambilalihan yang menggulingkan pejabat terpilih termasuk pemimpin Aung San Suu Kyi, sebagai pemenang pemilihan nasional pada November.
Baca Juga:
Menlu Retno Batal Kunjungi Myanmar
Kamis (5/4), Polisi membubarkan demonstrasi dengan gas air mata dan tembakan di beberapa kota di seluruh negeri.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa sedikitnya 54 orang telah tewas sejak kudeta tersebut. Lebih dari 1.700 orang telah ditangkap, termasuk 29 wartawan.
Presiden Joe Biden bulan lalu memberlakukan sanksi terhadap Myanmar, bagi mereka yang bertanggung jawab atas penggulingan pemerintah yang dipimpin sipil negara Asia Tenggara itu, termasuk menteri pertahanan dan tiga perusahaan di sektor batu giok dan permata.
Amerika Serikat tidak akan mengizinkan militer Myanmar untuk terus mendapatkan keuntungan dari akses ke banyak barang, kata Departemen Perdagangan dalam sebuah pernyataan pada Kamis.
"Pemerintah AS akan terus meminta pertanggungjawaban pelaku kudeta atas tindakan mereka," ujar Biden dilansir Antara.
Kedua konglomerat yang diidentifikasi - Myanmar Economic Corporation dan Myanmar Economic Holdings Limited - termasuk di antara yang digunakan oleh militer untuk mengendalikan sebagian besar ekonomi Myanmar melalui perusahaan induk dan anak perusahaan mereka, dengan kepentingan mulai dari bir dan rokok hingga telekomunikasi, ban , pertambangan dan real estat.
Kelompok advokasi Justice for Myanmar mengatakan pada Selasa bahwa Kementerian Dalam Negeri, yang memerintahkan polisi, telah membeli teknologi dari perusahaan Amerika yang digunakan untuk pengawasan media sosial, di antara kegunaan lainnya.
Juru Bicara kelompok itu Yadanar Maung, memuji tindakan itu tetapi mendesak lebih banyak, termasuk tindakan serupa terhadap Kementerian Transportasi dan Komunikasi, yang katanya digunakan "sebagai penutup jendela bagi militer dan pasukan keamanan untuk memperoleh teknologi untuk pengawasan dan penindasan."
"Langkah-langkah komprehensif dan terarah, termasuk embargo senjata global, sangat penting untuk mencegah penjualan senjata dan teknologi yang akan memungkinkan militer memastikan aturan brutal mereka," katanya.
Tetapi langkah-langkah itu diperkirakan memiliki dampak terbatas karena Amerika Serikat mengirim sedikit ke Myanmar setiap tahun dan entitas tersebut bukan importir utama.
"Volume perdagangan kecil sehingga dampaknya tidak akan besar," kata Mantan Pejabat Departemen Perdagangan AS William Reinsch. (*)
Baca Juga:
Selandia Baru Beri Sanksi Bagi Petinggi Militer Myanmar
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Shut Down Pemerintahan masih Lanjut, Ribuan Penerbangan di AS Dibatalkan
AS Kembali Percaya Ekspor Udang Indonesia Setelah Diterpa Isu Radioaktif Cs-137
Ratusan WNI Tejebak di Myanmar, 54 Orang Segera Dibawa Pulang
Zohran Mamdani Resmi Terpilih sebagai Wali Kota New York, Tercatat sebagai Termuda dan Prokemerdekaan Palestina
AS Akan Lakukan Uji Peluncuran Rudal Balistik Antarbenua Minuteman III
Mantan Wapres Amerika Serikat Dick Cheney Meninggal Dunia di Usia 84 Tahun
2 Negara Eropa Desak Pembatasan Hak Veto di Dewan Keamanan PBB, Hambat Tindakan Kemanusian
Dimediasi China, Junta Militer Myanmar dan Pasukan TNLA Sepakat Gencatan Senjata
PBB Kutuk Aksi Israel Bantai Anak-Anak Gaza Saat Gencatan Senjata
Program Bantuan Pangan Dihentikan, Setengah dari Negara Bagian AS Gugat Pemerintahan Donald Trump