Jika Tak Miliki Kewenangan SP3, KPK Dinilai Bisa Lakukan Pelanggaran HAM

Zaimul Haq Elfan HabibZaimul Haq Elfan Habib - Sabtu, 21 September 2019
Jika Tak Miliki Kewenangan SP3, KPK Dinilai Bisa Lakukan Pelanggaran HAM

Gedung KPK. (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Praktisi Hukum Slamet Pribadi menilai, pemberian kewenangan menerbitkan Surat Penetapan Penghentian Penyidikan (SP3) bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah suatu keharusan. Menurutnya, ketika seseorang diposisikan sebagai tersangka, juga harus berkepastian hukum.

"Manakala perkara pidana itu telah menempatkan seseorang tersangka, ternyata kemudian tidak cukup bukti, maka perkara pidananya harus dihentikan," kata Slamet dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (21/9).

Baca Juga:

Dede Yusuf Minta Pemerintah Evaluasi Kasus Imam Nahrawi

Slamet menjelaskan, dalam perintah pasal 109 KUHAP sudah jelas, memulai perkara diberitahukan kepada jaksa. Jika cukup bukti perkara pidananya diteruskan ketingkat pemeriksaan pengadilan oleh jaksa Penuntut Umum kemudian diputus oleh Pengadilan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Foto: Net/Ist)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Foto: Net/Ist)

"Kalau tidak cukup bukti dihentikan atau di SP3, kalau di Pengadilan dibebaskan atau dinyatakan tidak bersalah," ungkap Slamet yang juga purnawirawan Polisi berpangkat Kombes ini.

Slamet berpandangan, dalam hukum Pidana tidak ada dan tidak boleh ada Tersangka seumur hidup yang tanpa kejelasan perkaranya.

"Ini bisa melanggar HAM, karena statusnya masih tersangka, kemudian yang bersangkutan mau mengurus semua administrasi apapun bisa cacat hukum, karena masih Tersangka," ungkap Dekan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara ini.

Slamet menambahkan, jika tak ada SP3, negaea melalui para penegak hukumnya sama saja mengekang seseorang tanpa batas. Karena posisinya masih Tersangka, bahkan kalau yang bersangkutan bisa sampai meninggal dunia tetap masih menjadi tersangka. "Ironis memang kalau seperti ini," sesal Slamet.

Ia berpandangan, dalam perkara pidana, seorang Penyidik mesti memposisikan seseorang sebagai tersangka harus tunduk kepada azas Kehati-hatian. "Disamping tunduk kepada KUHAP atau UU lain yang mengatur hukum acaranya," ungkap Slamet.

Selain itu, seseorang ditempatkan sebagai Tersangka harus melalui tahapan-tahapan pembuktian secara runtut, tidak boleh lompat-lompat.

Baca Juga:

Masinton dan Fahri Kompak Klaim Pimpinan KPK 2015-2019 Sudah Tidak Ada

"Apakah sudah memeriksa Pelapor secara detail? Apakah sudah memeriksa para Saksi secara detail? Apakah sudah memeriksa bukti-bukti secara detail? Kemudian apakah antara bukti yang satu dengan bukti yang lain ada persesuaian," imbuhnya.

"Tidak bisa kita langsung lompat menempatkan sebagai Tersangka kepada seseorang, kalau langsung banyak konsekwensinya, bisa terjadi penyalahgunaan wewenang, pelanggaran hukum, palanggaran kode etik, dll, bahkan melanggar HAM," tutup Slamet.

Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) telah disahkan dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa, 17 September 2019.

Salah satu poin yang berubah adalah komisi antirasuah diberikan kewenangan menerbitkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) jika penyidikan atau penuntutan tidak selesai dalam dua tahun sesuai Pasal 40.

Kewenangan itu menuai kritik karena dinilai berpotensi membuat kasus-kasus besar yang ditangani KPK akan berakhir dengan SP3.

Beberapa kalangan menilai, perkara korupsi yang ditangani KPK memiliki perbedaan kompleksitas penanganan sehingga tidak bisa disamaratakan. Apalagi narasi SP3 sudah berkali-kali ditolak dengan putusan Mahkamah Konstitusi pada 2003, 2006, dan 2010. (Knu)

Baca Juga:

Agus Rahardjo Cs Diminta Angkat Koper dari KPK

#KPK
Bagikan
Ditulis Oleh

Zaimul Haq Elfan Habib

Low Profile

Berita Terkait

Indonesia
Bupati Ponorogo Ditangkap KPK, PDIP: Kami Minta Maaf karena Dia tak Amanah
PDI Perjuangan Jawa Timur menghomati kewenangan dan proses hukum terhadap kadernya itu yang sedang dilakukan KPK.
Dwi Astarini - 1 jam, 51 menit lalu
Bupati Ponorogo Ditangkap KPK, PDIP: Kami Minta Maaf karena Dia tak Amanah
Berita Foto
Momen Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko Terjaring OTT Tiba di Gedung Merah Putih KPK
Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko saat tiba untuk menjalani pemeriksaan usai terjaring OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh petugas KPK di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (8/11/2025).
Didik Setiawan - Sabtu, 08 November 2025
Momen Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko Terjaring OTT Tiba di Gedung Merah Putih KPK
Indonesia
Bupati Ponorogo dan Anak Buahnya Tiba di KPK, Enggan Komentar soal Promosi Jabatan
Bupati Ponorogo tiba di Gedung KPK, Sabtu (8/11) pagi. Ia enggan berkomentar soal promosi jabatan.
Soffi Amira - Sabtu, 08 November 2025
Bupati Ponorogo dan Anak Buahnya Tiba di KPK, Enggan Komentar soal Promosi Jabatan
Indonesia
KPK Ungkap OTT Bupati Ponorogo Terkait Mutasi dan Promosi Jabatan
KPK belum membeberkan pihak lain yang terjaring dalam operasi senyap tersebut.
Dwi Astarini - Jumat, 07 November 2025
KPK Ungkap OTT Bupati Ponorogo Terkait Mutasi dan Promosi Jabatan
Indonesia
KPK Tangkap Bupati Ponorogo
Salah satu pihak yang ditangkap dalam operasi senyap itu ialah Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko.
Dwi Astarini - Jumat, 07 November 2025
KPK Tangkap Bupati Ponorogo
Indonesia
KPK Amankan Dokumen dan CCTV Usai Geledah Rumah Dinas Gubernur Riau Abdul Wahid
KPK menggeledah rumah dinas Gubernur Riau Abdul Wahid dan menyita dokumen serta CCTV terkait kasus dugaan pemerasan pejabat Pemprov Riau.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 07 November 2025
KPK Amankan Dokumen dan CCTV Usai Geledah Rumah Dinas Gubernur Riau Abdul Wahid
Indonesia
KPK Duga Legislator NasDem Satori Terima Duit Selain CSR BI-OJK, Dipakai Buat Beli Mobil
Aliran dana itu ditengarai dipakai tersangka untuk membeli sejumlah kendaraan, termasuk satu unit mobil ambulans yang disita KPK Selasa kemarin.
Wisnu Cipto - Jumat, 07 November 2025
KPK Duga Legislator NasDem Satori Terima Duit Selain CSR BI-OJK, Dipakai Buat Beli Mobil
Indonesia
Laporkan Kekayaan Rp 3,08 Triliun ke KPK, Denny JA: Keterbukaan Adalah Spirit Kepemimpinan
KPK umumkan kekayaan Denny JA sebesar Rp 3,08 triliun. Presiden Komisaris PHE ini tekankan transparansi dan tanggung jawab sosial.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 06 November 2025
Laporkan Kekayaan Rp 3,08 Triliun ke KPK, Denny JA: Keterbukaan Adalah Spirit Kepemimpinan
Indonesia
KPK Geledah Rumah Dinas Gubernur Riau Abdul Wahid, Lanjutkan Penyelidikan Kasus Dugaan Korupsi
KPK menggeledah rumah Gubernur Riau, Abdul Wahid, Kamis (6/11). Penggeledahan ini termasuk lanjutan penyelidikan kasus korupsi.
Soffi Amira - Kamis, 06 November 2025
KPK Geledah Rumah Dinas Gubernur Riau Abdul Wahid, Lanjutkan Penyelidikan Kasus Dugaan Korupsi
Indonesia
Gubernur Riau Pakai Duit Pemerasan Buat Jalan Jalan ke Luar Negeri
Uang terkait kasus dugaan pemerasan itu terlebih dahulu dikumpulkan oleh Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M. Nursalam (DAN) sebelum dipakai untuk bepergian ke luar negeri.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 06 November 2025
Gubernur Riau Pakai Duit Pemerasan Buat Jalan Jalan ke Luar Negeri
Bagikan