Ide Tito Evaluasi Pilkada Serentak Bukan Jaminan Bebas Politik Uang

Mendagri 2019-2024 Tito Karnavian bersama mantan Mendagri Tjahjo Kumolo di Jakarta, Rabu (23/10). ANTARA FOTO/Rangga Pandu Asmara Jingga.
Merahputih.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, langkah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang ingin mengevaluasi Pilkada serentak ke Pilkada tak langsung sangat kurang tepat.
Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, jika pemerintah mewacanakan untuk melakukan pilkada tak langsung maka hal tersebut merupakan kesimpulan prematur pemerintah baru yang akan melakukan evaluasi.
"Ada kesan seolah-olah mengarahkan persoalan pilkada berbiaya mahal (high cost) hanya kepada pemilih. Faktor politik uang dituding menjadi biang persoalan," kata Kurnia dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (19/11).
Baca Juga:
Menurut dia, Pilkada tak langsung tak menjamin proses pemilihan berjalan bersih.
"Penilaian ini tidak komprehensif sebab melupakan persoalan jual beli pencalonan (candidacy buying/mahar politik) sebagai salah satu masalah utama," lanjut dia.
Ia mengatakan, untuk mereformasi partai terlebih dahulu sebelum mengubah mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada).
"ICW menantang Mendagri untuk melakukan reformasi kepartaian sebelum mengubah format pilkada. Pembenahan partai menjadi prasyarat utama sebelum mengubah model pilkada," ujar Kurnia.
Menurut dia, tanpa pembenahan partai politik, penyelesaian persoalan dalam pelaksanaan pilkada yang berbiaya mahal tersebut tak akan bisa dilakukan.

Ia menambahkan, inisiatif untuk melakukan pembenahan partai sering didorong oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan masyarakat sipil.
"Namun sejauh ini, belum ada respon konkret dari pemerintah untuk menindaklanjuti berbagai konsep pembenahan partai agar menjadi demokratis, modern dan akuntabel," kata dia.
Tito Karnavian memang mengemukakan, pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung perlu dievaluasi.
“Semua kebijakan publik apalagi menyangkut masyarakat banyak, menyangkut sistem pemilihan, itu juga perlu dievaluasi setelah berapa lama. Nah kemudian evaluasi itu harus dilakukan dengan mekanisme evaluasi kajian akademis, jangan kajian empirik berdasarkan pemikiran semata,” kata Mendagri.
Untuk itu, menurut Tito, diperlukan metode penelitian untuk mengevaluasi pelaksanaan Pilkada secara langsung melalui institusi yang reliabel.
Baca Juga:
“Metode penelitiannya juga harus (dilakukan) secara benar oleh institusi yang reliabel yang reputasinya bagus. Mungkin tiga sampai empat kajian lembaga penting yang terkenal baru kita lihat hasilnya, bisa saja temuannya nanti (menyatakan) bahwa publik lebih sepakat dengan Pilkada langsung terus dilanjutkan," jelasnya.
"Kita otomatis why not (kenapa tidak), ini adalah suara rakyat. Tapi kalau nanti kajian akademiknya kita tidak perlu Pilkada langsung tapi Pilkada Asimetris itu juga jadi pertimbangan,” tutup Tito. (Knu)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Minta Maaf Langsung ke Kepala SMPN 1, Wali Kota Prabumulih Arlan Ngaku Tindakannya di Luar Kontrol

Wali Kota Prabumulih Dapat Sanksi Keras dari Kemendagri, Disebut Main Copot Kepala SMPN 1 tanpa Prosedur Tepat

Mutasi Kepala SMP Negeri 1 Prabumulih Tidak Sesuai Aturan, Wali Kota Dapat Teguran Tertulis

Mendagri Tito Minta Pemda Hidupkan Lagi Siskamling untuk Jaga Keamanan Wilayah

KPU Tunggu Aturan Baru dari DPR dan Pemerintah Terkait Putusan MK tentang Jadwal Pemilu dan Pilkada

ICW Kritik Pembebasan Bersyarat Setya Novanto, Sebut Kemunduran dalam Pemberantasan Korupsi

Banyak Kepala Daerah Terjerat Korupsi, Komisi II DPR: Pilkada Harus Lewat DPRD

Dugaan Korupsi Haji 2025, ICW Seret 3 Nama Pejabat Kemenag ke KPK

ICW Laporkan Dugaan Korupsi Haji 2025 ke KPK, Libatkan 2 PT beralamat Sama

Dirjen Kemendagri Tak Mau Larang Rakyat Kibarkan Bendera One Piece
