Gempa Cianjur Jadi Pengingat untuk Kembali ke Rumah Tahan Gempa
Rumah roboh akibat gempa di Kampung Selakawung Tengah, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (22/11/2022). (ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI)
MerahPutih.com - Gempa yang merenggut nyawa ratusan jiwa itu datang pada pukul 13.20 WIB, Senin (21/11). Getarannya sampai ke Jabodetabek meski kecil, bahkan ada yang tidak merasa ada gempa.
BMKG merilis, pusat gempa bermagnitudo 5,6 terjadi di Cianjur, Jawa Barat. Siapa sangka getaran kecil di Ibu Kota ternyata sangat menghancurkan. Kabar gempa menelan banyak korban mulai bermunculan di media sosial, berita online, dan televisi.
Gempa Cianjur merupakan gempa tektonik di kedalaman 10 kilometer. Bukan hanya merusak ribuan rumah, ratusan harus kehilangan anggota keluarga mereka. Gempa akibat pergeseran lempeng itu juga menimbulkan longsor.
Per Senin (12/12), Pemerintah Kabupaten Cianjur mencatat jumlah korban meninggal akibat bencana gempa Cianjur 5,6 Magnitudo menjadi sebanyak 600. Penambahan itu karena sebagian besar tidak terdata. Sedangkan korban meninggal tercatat 335 ditambah delapan orang yang belum ditemukan.
Baca Juga:
Ribuan Personel TNI-Polri Bersihkan Puing Sisa Gempa Cianjur
Bupati Cianjur Herman Suherman mengatakan, jumlah korban bertambah setelah dilakukan pendataan ulang. Sekitar 265 korban gempa yang meninggal tidak dilaporkan, namun langsung dimakamkan oleh keluarganya.
Pemkab Cianjur juga mencatat rumah yang mengalami rusak berat sebanyak 8.151 rumah.
Tempat tinggal yang mengalami rusak sedang 11.210 rumah. Sementara yang mengalami rusak ringan 18.469 rumah.
Fasilitas sekolah yang mengalami kerusakan jumlahnya 525. Rumah ibadah yang mengalami kerusakan 269, fasilitas kesehatan 14, dan gedung perkantoran sebanyak 17.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan, wilayah Indonesia terletak di zona tumbukan lempeng-lempeng tektonik aktif, sehingga menjadi kawasan yang rawan gempa bumi.
Karena tingginya potensi gempa bumi di Indonesia, maka penting masyarakat memerhatikan peta bahaya dan risiko bencana, sebelum merencanakan penataan ruang dan wilayah. Perlu ada upaya serius dari berbagai pihak dalam memperketat penerapan "building code" dalam membangun struktur bangunan tahan gempa.
Bangunan yang sudah ada dan dihuni, perlu dicek kekuatan strukturnya. Bahkan, pemerintah daerah perlu melakukan audit struktur bangunan dan infrastruktur di daerah rawan gempa. Apabila dinilai membahayakan, perlu diterapkan rekayasa teknis untuk penguatan struktur bangunan.
Tingginya potensi gempa bumi di wilayah Indonesia sepatutnya jangan sampai membuat masyarakat terus-menerus dicekam rasa takut dan khawatir berlebihan. Masyarakat harus terus meningkatkan kemampuan dalam memahami cara penyelamatan saat terjadi gempa bumi.
Sementara itu, gempa magnitudo 5,6 yang terjadi di kawasan Cianjur termasuk kategori gempa dangkal.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menjelaskan menjelaskan bahwa sejumlah wilayah yang ada di Jawa Barat, termasuk kawasan Cianjur, Lembang, dan Bandung masuk ke dalam kawasan seismik aktif. Itulah mengapa gempa Cianjur tersebut bersifat merusak meski kekuatannya tidak begitu besar.
"Disebut aktif memang kawasan ini sering terjadi gempa," kata Daryono.
Daryono mengatakan bahwa wilayah-wilayah tersebut juga cenderung sering terjadi gempa dangkal.
"Fakta tektonik semacam ini menjadikan kawasan tersebut menjadi kawasan rawan gempa secara permanen, dan dengan karakteristik gempa kerak dangkal atau shallow crustal earthquake ini," lanjut Daryono belum lama ini.
Ia mengatakan bahwa gempa dangkal dengan kekuatan magnitudo 4-5 bisa merusak secara signifikan.
“Karena gempanya rata-rata dangkal ya, bisa kurang dari 10 kilometer, bisa kurang dari 15 kilometer, dan itu tidak butuh kekuatan besar misalnya di atas (magnitudo) 7, tapi kekuatan (magnitudo) 4, 5, 6 itu bisa timbulkan kerusakan yang signifikan," lanjut dia.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, gempa di Cianjur sebelumnya pernah terjadi pada tahun 2000, dan sebelum itu juga pernah terjadi pada 1982.
"Jadi antara 18-22 tahun, rata-rata 20 tahun, sehingga kemudian apabila ada bangunan yang roboh di tempat zona merah, jadi perlu memetakan zona tidak aman," kata Dwikorita.
Apabila memungkinkan, menurut dia, warga yang terdampak gempa perlu direlokasi dari zona yang tidak aman guna mengantisipasi potensi gempa bumi setiap 20 tahun itu.
Selain itu, ia pun mendorong petugas kebencanaan untuk mengantisipasi permukiman rusak yang berada di lereng bukit atau bantaran sungai.
Baca Juga:
Jenazah Anak Berhasil Dievakuasi Setelah 19 Hari Tertimbun Puing Imbas Gempa Cianjur
Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Surono mengatakan, hanya satu solusi agar gempa tak banyak menelan korban jiwa yaitu memperkuat bangunan. Bangunan yang ada harus tahan dari guncangan gempa.
"Gempa kan tidak membunuh, yang membunuh infrastruktur yang dibangun dan digunakan masyarakat," kata ahli geofisika Indonesia yang pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ini.
Dia mengatakan, sebenarnya masyarakat Indonesia sejak dulu sudah menerapkan bangunan tahan guncangan gempa, yaitu rumah-rumah tradisional.
"Rumah tahan guncangan gempa sudah ada, diciptakan nenek moyang kita. Contohnya antara lain, rumah panggung Sunda, rumah adat Karo, rumah adat Nias, dan lain-lain," katanya.
Dia mengatakan, penggunaan bangunan tradisional dalam upaya mengurangi dampak gempa saat ini mulai terlupakan.
"Karena para doktor kita (lulusan) dari luar negeri, maka sering adopsi dari luar negeri. Seperti dari Jepang, Eropa, Amerika, dll. Nenek moyang kita (sebenarnya) telah berinovasi dengan membangun infrastruktur dengan cara menyesuaikan kondisi alam, termasuk bahan bangunannya," kata Surono. (Pon/Knu/Asp)
Baca Juga:
Korban Meninggal akibat Gempa Cianjur Menjadi 600 Orang
Bagikan
Asropih
Berita Terkait
Jalur Selatan Cianjur Kini Dapat Dilalui secara Normal Setelah Sempat Tertutup Longsor dan Pohon Tumbang, Pengguna Jalan Diminta Tingkatkan Kewaspadaan
Gempa M 6,7 Lepas Pantai Sanriku, Jepang Keluarkan Peringatan Tsunami Sore Tadi
Satu Rumah Sakit dan Bandara Terdampak Gempa di Kota Tarakan
Analisis BMKG: Gempa Beruntun Gunung Salak Bukan Akibat Aktivitas Magma
Gempa M 6,2 Guncang Gorontalo Pagi ini, Tidak Berpotensi Tsunami
Gempa M 6,5 di Leeward Islands, BMKG Ungkap Ada Pergerakan Lempeng Karibia dan Amerika Utara
Gempa Magnitudo 6,5 di Laut Karibia Gemparkan Dunia, BMKG Pastikan Tsunami Jauh dari Pesisir Indonesia
BPBD Cianjur Jelaskan soal Penetapan Status Siaga Bencana Hidrometeorologi selama 7 Bulan
Korban Tewas Akibat Gempa Magnitudo 6,9 di Filipina Meningkat Jadi 79 Orang
BPBD Mulai Terima Laporan Bangunan Rusak Buntut Gempa Magnitudo 6,6