DPR Minta 80 Kursi Kelas Bisnis untuk Ibadah Haji, KPK Ingatkan Potensi Gratifikasi
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri. ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat
MerahPutih.com - DPR RI kembali menjadi sorotan publik lantaran meminta Garuda Indonesia menyiapkan 80 kursi kelas bisnis bagi legislator Senayan yang akan menunaikan ibadah haji di Tanah Suci.
Menanggapi itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan anggota dewan agar menyadari posisinya sebagai pejabat publik dan memastikan permintaan tersebut tidak terkait dengan gratifikasi.
Baca Juga
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, penerimaan gratifikasi oleh anggota DPR bisa memicu konflik kepentingan sehingga memengaruhi kinerja, pengambilan kebijakan, dan pelayanan publik.
“Jika hal ini terjadi maka pihak yang paling dirugikan tentunya adalah masyarakat,” kata Ali dalam keterangannya, Kamis (15/6).
Karena itu, Ali mengingatkan para legislator untuk mencegah terjadinya penerimaan gratifikasi pada momentum pelaksanaan ibadah haji.
“Sebab, daftar antrean keberangkatan haji yang lama bisa membuat kesempatan seperti ini disalahgunakan dengan cara-cara yang melanggar ketentuan dan prosedur,” ujarnya.
Baca Juga
DPR Minta Pemda Beri Perhatian Khusus terhadap Akses Jalan Buruk ke Sekolah
Sebelumnya, pada 2019 KPK pernah melakukan kajian terhadap titik-titik rawan korupsi dalam penyelenggaraan haji di Indonesia.
Dari hasil kajian ditemukan bahwa modus korupsi yang kerap dilakukan, yakni mark up biaya akomodasi, penginapan, konsumsi, dan pengawasan haji.
“KPK telah memberikan rekomendasi kepada Badan Penyelenggara Keuangan Haji (BPKH) untuk melakukan perbaikan agar titik rawan korupsi bisa ditutup,” jelas Ali.
Ali menambahkan, penerimaan fasilitas transportasi atau tiket perjalanan merupakan bagian dari gratifikasi. Ketentuan itu termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara termasuk anggota DPR dapat dianggap sebagai suap dan memiliki konsekuensi hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 12B.
“Gratifikasi yang diberikan kepada penyelenggara negara dapat dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatan atau berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” tutup Ali. (Pon)
Baca Juga
Garuda Indonesia Diminta Kaji Ulang Dampak Penerapan Efisiensi Penerbangan Lokal
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
KPK Tangkap Bupati Ponorogo
Ledakan Misterius Terjadi di SMAN 72 Kelapa Gading, 2 Orang Luka-luka
Ledakan Guncang Masjid SMA 72 Kelapa Gading, 8 Korban Dilarikan ke Rumah Sakit
Polisi Tetapkan 8 Tersangka Kasus Ijazah Palsu Jokowi, Salah Satunya Berinisial RS
Staf Ahli Gubernur Riau Dani M. Nursalam Serahkan Diri ke KPK Usai OTT
OTT KPK, Gubernur Riau Abdul Wahid Turut Terjaring
Gelar OTT, KPK Cokok Pejabat PUPR Riau
Raja Keraton Surakarta Pakubuwono XIII Wafat di Usia 77 Tahun
Artis Onadio Leonardo Ditangkap Polda Metro Jaya Terkait Dugaan Penyalahgunaan Narkoba
Nikita Mirzani Divonis 4 Tahun Bui di Kasus Pemerasan Bos Skincare, Bayar Denda Rp 1 M