Aturan Tidak Berubah, Polarisasi Ala Pemilu 2019 Berpotensi Berulang


TPS. (Foto: KPU)
MerahPutih.com - Pemenuhan Hak Azasi Manusia dinilai perlu dimaksimalkan dalam penyelenggara pemilu 2024, baik pemilu serentak legislatif dan presiden, serta pemilihan kepala daerah dalam tahun yang sama meski berbeda bulan. Banyak hal yang akan memarnai pada Pemilu mendatang.
Pegiat pemilu yang notabene anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan, pengaturan sistem pemilu, aktor, manajemen, dan penegakan hukum yang tidak berubah seiring dengan tidak berubahnya UU Pemilu dan UU Pilkada, beban berat pemilih, peserta, dan penyelenggara sebagai konsekuensi kompleksitas pemilu lima surat suara.
Baca Juga:
Jadwal Pemilu Belum Disepakati, DPR Sentil KPU dan Pemerintah
Ia memperkirakan, polarisasi disintegratif ala Pemilu 2019 berpotensial kembali berulang, ditambah lagi pemilu di tengah disrupsi teknologi dan post truth era. Dalam situasi seperti ini, fakta objektif kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik karena lebih kuat emosi dan keyakinan pribadi.
"Distorsi, hambatan, dan gangguan untuk mendapatkan informasi yang memadai dan valid sebagai bekal untuk memilih dan menggunakan hak pilih akibat hoaks dan fitnah pemilu," ujarnya dikutip dari Antara.
Selain itu, ketidakpahaman pada prosedur memilih membuat banyak suara yang tidak bisa dihitung karena masuk kategori tidak sah (invalid votes). Belum lagi serangan terhadap hak pilih disabilitas mental melalui pemelintiran isu sebagai ekses kontestasi yang membelah.
Ia mengatakan, hal lain yang perlu mendapat perhatian penyelenggara pemilu, adalah pemilih akan sulit menjaga kemurnian suaranya karena serangan dan tekanan politik uang yang tidak terbendung yang melibatkan orang kuat di sekitarnya.

Sebelumnya, Koordinator Subkomisi Penegakan Hak Asasi Manusia Komnas HAM RI Hairansyah pada Diskusi HAM dalam Pelaksanaan Pemilu Serentak 2024 secara daring, Selasa (2/11).
Hairansyah mengemukakan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memandang bahwa pelaksanaan pemilu tidak sekadar memberi legitimasi bagi kekuasaan politik maupun prosedur rutin yang harus dipenuhi dalam negara demokratis, tetapi mekanisme terpenting untuk pelaksanaan hak konstitusional warga negara sebagai bagian dari HAM dan pengejewantahan pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Hairansyah mengutarakan bahwa hasil pemilu juga untuk melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhi hak-hak asasi manusia. Pasalnya, pihak yang paling bertanggung jawab atas kondisi HAM adalah Negara, terutama pemerintah, seperti termaktub dalam Pasal 28 I UUD NRI Tahun 1945 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Baca Juga:
AIPI: Pemilu dan Pilkada Harus Tuntas Pada 2024
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
KPU Batalkan Aturan Kerahasiaan 16 Dokumen Syarat Capres-Cawapres, Termasuk Soal Ijazah

KPU Tutup Akses Dokumen Capres-Cawapres, DPR Ibaratkan Beli Kucing dalam Karung

KPU Tepis Rumor Penyembunyian Ijazah Sengaja untuk Lindungi Capres/Cawapres

16 Dokumen Syarat Pendaftaran Capres-Wawapres Tertutup Bagi Publik, Termasuk Fotokopi Ijazah

Golkar Usulkan Perubahan Sistem Pemilu, Ingin Lahirkan Budaya Politik Baru

Politik Thailand Kembali Bergejolak, PM Sementara Ajukan Pembubaran Parlemen dan Pemilu Baru

Tutup Rakernas, Surya Paloh Targetkan NasDem Masuk 3 Besar Pemilu 2029

NasDem Siap Tantang Partai Besar, Punya Strategi Khusus Rebut Tiga Besar Pemilu 2029

DPR Mulai Bahas Pilihan Alternatif Model Pilkada, Usulan PKB Gubernur Ditunjuk Presiden Belum Ada Yang Nolak

Junta Kembali Tetapkan Darurat Militer Jelang Pemilu Myanmar
