Ini nih, 3 Alasan Milennial Cabut dari Kerjaan


Milenial pengin cabut dari kerjaan (Sumber: Pexels/Mikhail Nilov)
PANDEMI menghadirkan fenomena baru: work from home. Akibatnya, batas antara pekerjaan dan kehidupan semakin kabur. Hal itu menyebabkan peningkatan kelelahan dan stres. Dampak dari fenomena tersebut, yakni satu dari tiga milennial mengatakan berencana untuk mencari pekerjaan baru setelah pandemi berakhir. Demikian terungkap dalam survei yang dilakukan Prudential.
Mereka tidak sendirian. Menurut Pulse of the American Worker Survey dari Prudential, sekitar 26% dari pekerja berharap untuk berganti pekerjaan ketika krisis kesehatan telah mereda. Dari pekerja itu, sebanyak 80% khawatir tentang pertumbuhan karier mereka.
BACA JUGA:

“Banyak pengusaha dan banyak pemimpin tidak mengatasi pandemi dengan baik. Sebagai akibatnya, orang yang bekerja untuk mereka berada di luar sana merana,” kata Jeff Kortes, pakar dan konsultan retensi karyawan. “Orang-orang yang tidak berpikir untuk pindah sebelum pandemi sekarang mulai menimbang-nimbang untuk keluar karena atasan mereka gagal memperlakukan mereka dengan baik,” lanjutnya.
Selain itu, budaya perusahaan tampaknya memainkan peran penting dalam keputusan karir karyawan. Hampir setengah dari pekerja yang berencana untuk meninggalkan pekerjaan akan menilai budaya kantor mereka sangat buruk dan atasan mereka membiarkan itu terjadi. Kortes mengatakan hal itu memiliki efek yang sangat buruk pada karyawan milennial. “Banyak milennial yang lebih muda dan belum menikah duduk di apartemen mereka sendiri. Mereka tidak bisa keluar dan minum dengan rekan kerja, mereka tidak bisa keluar untuk makan siang,” katanya. “Mereka sangat terisolasi.”

Apa yang dapat dilakukan pengusaha untuk mempertahankan talent mereka? Selain kompensasi yang lebih murah hati, karyawan yang disurvei Prudential menyebutkan jadwal fleksibel, peluang kemajuan, dan pengaturan kerja jarak jauh sebagai cara terbaik untuk mendorong mereka tetap bekerja.
“Para pemimpin harus fokus pada pengembangan budaya mobilitas internal yang berkembang, memprioritaskan pembelajaran berkelanjutan dan memberikan manfaat yang kuat untuk mendukung pekerja mereka,” kata Wakil Ketua Prudential Rob Falzon dalam sebuah pernyataan.
Hal yang juga penting untuk retensi karyawan, menurut Kortes, ialah interaksi reguler. Dia menyarankan manajer untuk memeriksa dengan karyawan mereka setiap hari, bahkan jika hanya untuk menanyakan kabar mereka.
“Saya pikir banyak organisasi telah menembak diri mereka sendiri [dengan tidak melakukan ini],” katanya. “Pemimpin perlu memahami apa yang dipikirkan orang-orangnya," tukasnya.(avia)
Bagikan
Berita Terkait
Kombinasi Efisiensi dan Kenyamanan Jadi Solusi Cuci Pakaian di Era Modern

Wondherland 2025: Fashion & Fragrance Festival dengan Pengalaman Belanja Paling Personal

Hai Anak Muda, Hipertensi Mengicarmu! Begini Cara Mengatasinya

Catatkan Rekor Tertinggi, ini 3 Alasan Mengapa Bitcoin Bisa Tembus Rp 3,2 Miliar

4 Alasan Kenapa Harus Konsumsi Keju

Amazfit Rilis Active 2, Smartwatch Premium untuk Gaya Hidup Aktif, Intip nih Fitur Unggulannya

Anak Kapolda Kalsel Kerap Pamer Jet Pribadi dan Uang Jajan Miliaran, DPR: Memalukan

Vespa Hadirkan Pop-up Store di Pacific Place Mall Jakarta, Gabungkan Dunia Luxury Fashion dan Lifestyle

Sambut Tahun Baru dengan Mencoba 'No Buy Challenge'

Tak lagi YOLO Gen Z kini Beralih ke YONO
