Temuan Penerima Nobel Kimia 2021 akan Berpengaruh Besar pada Dunia Pengobatan


Temuan ini akan berpengaruh di dunia pengobatan. (Foto: Pixabay/PixxlTeufel)
TEMUAN dua ilmuwan peraih Nobel Kimia 2021, Benjamin List dan David MacMillan, diprediksi akan berpengaruh besar pada dunia pengobatan. Benjamin List dan David MacMillan juga disebut tokoh baru bidang kimia. Dua ilmuwan ini berjasa besar dalam pengembangan katalisis baru yang disebut asymmetric organocatalysis atau katalis organik asimetrik.
Dosen Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran (Unpad) Yudha Prawira Budiman mengatakan, penemuan Benjamin dan David menyadarkan peneliti kimia bahwa ada sesuatu yang sederhana, mudah, dan aman yang luput dari pandangan.
Baca juga:
Selama ini peneliti kimia masih sulit membayangkan bagaimana bisa molekul organik menjadi katalis, menyaingi organometalik yang lebih umum digunakan. “Sulit dibayangkan bagaimana molekul yang kecil bisa menjadi katalis. Tetapi setelah baca berbagai penelitiannya, ini sangat menakjubkan,” ucap Yuda, pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu Becermin pada Molekul: Nobel Kimia 2021 yang digelar Dewan Profesor Unpad secara virtual, Sabtu (27/11).
Menurutnya, para ilmuwan sebelumnya tidak bisa memprediksi bagaimana bisa molekul organik menjadi suatu katalis. Ia memaparkan, katalis organik berperan besar untuk pengembangan sintesis obat-obatan terbaru, industri ramah lingkungan dan bekerlanjutan, hingga pengembangan kimia hijau.

Dewasa ini, katalis organik sering digunakan untuk menghasilkan beragam obat-obatan terbaru, di antaranya dalam penanganan kanker, HIV, diabetes, maupun penyakit lainnya. “Katalis organik akan terus digunakan untuk menggantikan katalis metal, yang mana hasilnya jauh lebih ramah lingkungan,” katanya.
Katalis sendiri menyumbang peran besar dalam proses kimia sintetik. Penggunaan katalis telah menyumbang 35 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dunia. Dengan katalis, reaksi kimia akan berlangsung lebih cepat, mudah, dan banyak. Hampir 90 persen produk kimia komersial dihasilkan dari proses katalis.
Baca juga:
Tuan Tigabelas Bagikan Cerita Tempat Asalnya di Lagu ‘Westside’
Lebih lanjut Yudha menjelaskan, katalis organik dikembangkan untuk menggantikan dua katalis besar yang selama ini digunakan, yaitu katalis organometalik dan katalis enzim. Selama bertahun-tahun, katalis organik masih berada di bawah bayang-bayang katalis transisi metal tersebut.
Kendati katalis organometalik menghasilkan aktivitas katalisis yang tinggi serta punya beragam pilihan substrat, katalis ini menghasilkan polusi metal yang cukup besar.
Selama ini, ketika orang-orang mencoba menghindari organometalik, penggunaan enzim menjadi alternatif. Namun, katalis jenis ini juga memiliki kekurangan. Salah satunya terbatasnya pilihan substrat.

Karena itu, pada medio 1990-an, Benjamin dan David mengembangkan katalis organik. Ternyata, katalis jenis ini memiliki banyak keunggulan. Mulai dari penggunaan biaya yang tidak terlalu mahal, bebas toksik, lebih stabil, serta bisa diisolasi kembali dengan mudah.
Selain itu, prosesnya jauh lebih sederhana. Katalis ini juga tidak sensitif terhadap oksigen dan air, seperti halnya katalis metal yang sangat sensitif dan memerlukan proses maupun perangkat tambahan untuk memastikan tidak ada oksigen dan air di dalamnya.
Namun, katalis organik punya beberapa kekurangan dibanding organometalik. Utamanya pada waktu reaksi yang sedikit lama dibandingkan organometalik. “Ini jadi tantangan bagaimana mempercepat reaksinya dari hitungan jam menjadi hitungan menit. Seperti organometalik, dalam setengah jam sudah selesai menciptakan produk obat-obatan,” jelasnya. (Imanha/Jawa Barat)
Baca juga:
Kertas Coretan Teori Relativitas Albert Einstein Terjual Rp 176 Miliar
Bagikan
Berita Terkait
Ilmuwan Klaim Temukan Warna Baru yang Disebut Olo, Dianggap Bisa Bantu Penyandang Buta Warna

Ilmuwan Ungkap Alasan Panda Doyan Makan Bambu Alih-Alih Daging Kayak Mamalia Lainnya

Kemenag Buka Kesempatan bagi Generasi Muda Belajar Ilmu Hisab
