Tanah Memiliki Peran Penting dalam Kesehatan Iklim


Banyak tanah yang terdegradasi melalui perubahan penggunaan lahan. (Foto: Unsplash/no one cares)
BEBERAPA langkah yang dilakukan manusia untuk meningkatkan produksi pangan, ternyata mengancam kesehatan tanah dan lahan, yang merupakan landasan ketahanan pangan. Penggunaan tanah yang intensif juga dapat menyebabkan kontaminasi dan polusi kimia, salinitas, erosi tanah, dan penipisan nutrisi.
Melansir laman Food Planet Prize, sejak 1961, jumlah lahan subur yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah tanaman telah menurun 70 persen. Mengubah lanskap alam untuk keuntungan ekonomi, seperti pertanian dan peternakan, kerap kali mengakibatkan deforestasi dan penggurunan.
Baca juga:

Terdapat tiga fenomena utama yang mendorong perluasan padang rumput dan lahan pertanian. Pertama, pertumbuhan populasi global dan peningkatan konsumsi produk hewani di negara berkembang. Semakin banyak rumah tangga yang memasuki kelas menengah, semakin banyak pula kemungkinan mereka untuk membeli bahan makanan yang relatif mahal, seperti daging.
Kedua, meningkatnya permintaan, terutama di negara maju, untuk biofuel dan biomaterial yang berasal dari tumbuhan dan jamur. Yang terakhir adalah kebutuhan manusia yang semakin meningkat akan area penanaman baru yang semakin besar dengan degradasi lahan pertanian, atau diubah untuk pembangunan perkotaan.
Hal-hal yang kita lakukan untuk meningkatkan produksi pangan, ternyata mengancam kesehatan tanah dan lahan, yang merupakan landasan ketahanan pangan. Istilah "kesehatan tanah" mengacu pada kapasitas tanah yang berfungsi sebagai ekosistem kehidupan esensial yang menopang tanaman, hewan, dan manusia. Kesehatan itu pun menurun secara signifikan selama abad terakhir.
Banyak tanah yang terdegradasi melalui perubahan penggunaan lahan, mengandung lebih sedikit makrofauna, kurang subur, dan kurang memaksimalkan fungsi penting seperti penyaringan air.
Baca juga:

Menurut Global Land Outlook PBB, kita kehilangan tanah subur dengan total 24 miliar ton per tahun. Jika kita melanjutkan skenario bisnis seperti ini, di 2050 nanti, jumlah global per kapita tanah subur dan produktif akan turun ke seperempat dari tingkat yang ada di 1960. Jika tanah tidak sehat, makan kita tidak akan bisa lagi menanam cukup makanan untuk memberi makan "dunia".
Tanah bukan hanya menjadi tulang punggung sistem pangan, tetapi juga memainkan peran penting dalam menyerap karbon dari atmosfer. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), ekosistem di darat telah menyerap hampir sepertiga dari semua emisi karbon dioksida yang disebabkan oleh manusia. Namun, penyerap karbon ini sekarang dalam bahaya karena cara kita menggunakan dan salah mengelola lahan kita.
Tanah yang kurang sehat, akan kehilangan fungsinya dalam menyimpan karbon secara efektif. Kekeringan, penggunaan lahan, dan kesehatan tanah juga saling berhubungan. Tanah yang sehat akan mendukung tanaman dan organisme lain tumbuh di sana. Tetapi, kurangnya curah hujan akan dengan cepat mengganggu sistem ini.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pada akhir abad ke-21, luas daratan global dan populasi yang menghadapi kekeringan ekstrem bisa lebih dari dua kali lipat. Dan karena kekeringan lebih sering terjadi, hal itu dapat mempersulit cadangan air tanah untuk pulih di antara musim kemarau. (waf)
Baca juga: