Tak Ada Pertunjukan Wayang Potehi dan Barongsai di Kota Kediri


Tokoh Sie Jin Kwie sedang bertempur melawan Yo Hwan. (Foto Yusuf R/Wayang Potehi, Seni Pertunjukan Peranakan Tionghoa di Indonesia)
PANDEMI masih menggelantung, tontonan wayang Potehi dan barongsai saat perayaan Tahun Baru Imlek di Kota Kediri dipastikan tiada. Sayang kedua tontonan tersebut selalu dinantikan oleh warga di Kediri setiap tahunnya penuh suka cita.
Yayasan Tri Darma, pengelola kelenteng Tjoe Hwie Kiong yang selalu menggelar dua pentas seni tersebut memastikan tak diselenggarakan.
Baca Juga:

"Tahun baru Imlek ke 2572 tahun ini, kami lebih mengutamakan beribadah doa saja. Kami berharap semoga pandemi COVID-19 segera berakhir. Untuk ibadah tersebut, kami batasi hanya 10-20 orang saja," tutur Halim Prayogo, salah satu pengurus Yayasan Tri Darma saat dikonfirmasi, Jumat (05/02/2021).
Wayang potehi biasa disaksikan saat Imlek atau memperingati kelahiran Dewa Air atau Mak Coy. Kedua dewa tersebut menjadi sesembahan di kelenteng Tjoe Hwie Kiong.
Halim menambahkan, kendati wayang potehi berasal dari Tionghoa, namun ada banyak dalang menggunakan bahasa campuran. Antara Bahasa Mandarin, Jawa dan Bahasa Indonesia. Cerita yang biasa ditampilkan butuh waktu sekitar 5-10 kisah. Diantaranya, kisah peperangan dewa kebajikan melawan kejahatan. Durasi pertunjukan biasanya antara dua sampai tiga jam.
Baca Juga:

"Biasanya berlangsung dua sesi, yakni mulai pukul 15:00 WIB hingga pukul 17:00 WIB. Lalu sesi kedua beelanjut sekitar pukul 17:00 hingga 20:00 WIB.
Itu tergantung permintaan tuan rumah," tandas Halim.
Wayang potehi merupakan wayang boneka terbuat dari kayu dibalut kain. Saat memainkan, sang dalang memasukan tangannya ke dalam kain tersebut sembari memainkan mirip wayang lain. Wayang potehi ini diperkirakan sudah berumur 3000 tahun lebih.
Memainkannya pun mirip wayang lainnya. , Wayang potehi bisa dimainkan oleh dua orang dengan menggunakan empat tangan berbeda dengan wayang lain.
Baca Juga:

Potehi, menurut Dwi Woro Mastuti, peneliti budaya Tionghoa-Jawa, berasal dari bahasa mandarin lafal Hokkian terdiri dari kata poo (kain), tay (kantong), dan hie (wayang), lantas bermakna menjadi boneka kantong. “Potehi merupakan bentuk mini Opera Peking,” tegasnya.
Semula pertunjukan Potehi untuk sebatas mengisi waktu senggang. Pada perkembangan selanjutnya, Potehi memasukan lakon-lakon cerita kepahlawanan, sejarah kerajaan, dan peri kehidupan dewa-dewa, sehingga fungsi Potehi berubah menjadi ritual.
“Orang Tionghoa beranggapan bahwa pertunjukan Wayang Potehi merupakan sarana paling tepat menyampaikan puji-pujian kepada para dewa,” ungkapnya. “Mereka juga meyakini bila melakukan pementasa Potehi di halaman klenteng bisa mendatangkan berkah dan rejeki”. (Andika Eldon/Surabaya, Yudi Anugrah Nugroho)
Baca Juga:
Menyambut Imlek, Yuk Dekor Rumahmu Bak Hotel dengan Budget Terbatas
Bagikan
Berita Terkait
FOBI Berharap Olahraga Barongsai Bisa Dipertandingkan di SEA Games, Kemudian Asian Games

Ketua Umum FOBI Edy Kusuma Terpilih sebagai Wakil Presiden Federasi Internasional yang Menaungi Olahraga Barongsai

Kemeriahan Cap Go Meh 2025 Night of Harmony di Hotel Borobudur Jakarta

Menelusuri Asal Usul Perayaan Cap Go Meh

Atraksi Barongsai Semarakkan Perayaan Tahun Baru Imlek 2025 di Jakarta

Perayaan Imlek Jadi Simbol Akulturasi Berbagai Budaya di Jakarta

Fang Teh, Tradisinya Pagi Hari Pertama Tahun Baru Imlek Simbolkan Harapan Keberuntungan

Ekspresi Kebebasan Barongsai di Perayaan Imlek, Makin Eksis di Ruang Publik Sejak Dibebaskan Presiden Gus Dur

Arus Balik Long Weekand Padati Stasiun, 37.579 Penumpang Tiba di Jakarta

Prabowo Ucapkan Selamat Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili/2025, Imlek Bagian Rayakan Keberagaman
