Stabilkan Rupiah, Tugas Berat Perry Warjiyo sebagai Gubernur BI
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kanan) mengucapkan sumpah jabatan saat pelantikannya di Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (24/5). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
MerahPutih.com - Perry Warjiyo resmi menjadi Gubernur Bank Indonesia untuk periode 2018–2023 setelah mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. H. M. Hatta Ali, S.H., M.H. pada Kamis (24/5).
Setelah dilantik jadi orang nomor satu di Bank Indonesia, tugas berat sudah menanti suksesor Agus Martowardojo ini yakni menstabilkan nilai tukar rupiah yang melewati Rp 14.000 per US$.
"PSI mengucapkan selamat. Tugas berat pertama beliau, stabilkan rupiah,” kata Juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Bidang Ekonomi, Industri, dan Bisnis Rizal Calvary Marimbo dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, hari ini.
Rizal mengatakan, yang terpenting rupiah mengalami stabilisasi guna memberi kepastian bagi dunia usaha. Ia melanjutkan bahwa tugas ini memang berat bagi Gubernur BI yang baru sebab tidak mudah menjinakan amukan dolar saat ini.
"Yang kenah dampak ‘amukan’ dolar ini kan tak hanya rupiah, mata uang lain juga kenah dampaknya. Ini tren global. Kita melawan tren seberapa kuat kita. Kedua, dolar pulang kampong sebab ada perbaikan secara struktural dan fundamental di perekonomian Amerika Serikat. Jadi bukan hanya faktor kebijakan moneter atau finance sector-nya Amerika tapi juga ada perbaikan real sector-nya. Fundamental sekali jadinya," ucap Rizal.
Sementara itu, PSI mengapresiasi kinerja mantan Gubernur BI Agus Martowardojo. PSI menilai Agus mampu mengendalikan inflasi setiap kali merespon kebijakan pemerintah.
"Beliau sukses mengendalikan inflasi untuk dua Presiden," imbuh Rizal.
Sebagaimana diketahui Agus menjabat sebagai Gubernur BI untuk Presiden SBY dan Joko Widodo (Jokowi). Kedua pernah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pada Agustus 2013, inflasi tahunan (year on year) mencapai 8,79 persen sebagai dampak kenaikkan harga BBM bersubsidi menjadi Rp6.500 per liter dari Rp4.500 per liter.
Pada 18 November 2014, pemerintahan Jokowi juga menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi Rp 8.500 per liter dari sebelumnya Rp6.500 per liter. Kenaikkan itu membuat inflasi Desember 2014 meningkat hingga 8,36 persen (year on year).
Menjawab kenaikkan tersebut, Agus Martowardojo menaikkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) hingga 7,5 persen per November 2013. Pada November 2014, Agus kembali menaikkan suku bunga ke level 7,75 persen. Pada tahun 2015, Agus kembali menaikkan suku bunga acuan BI Rate dan diturunkan hanya sekali yakni pada Februari menjadi 7,5 persen.
Kerja keras Agus mulai terasa pada 2016. Inflasi mulai terkendali sampai saat ini di kisaran 4 persen. Sebab inflasi membaik, BI dengan enteng menurunkan suku bunga acuan hingga empat kali dalam empat bulan berturut-turut menjadi 5,5 persen pada April 2016. (*)
Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
PSI Ungkap Pengurangan Anggaran Berimbas pada Penghapusan BPJS Kesehatan 1,3 Juta Warga DKI
PSI DKI Temukan Anggaran Fantastis Pembelian Lampu Operasi di Dinkes, Nilainya Capai Rp 1,4 Miliar
Rp 14,6 Triliun DKI Ngendap di Bank, PSI Soroti Belanja Subsidi dan Modal yang Mampet
Pemprov DKI Ungkap Mafia Kios di Pasar Barito, PSI Sebut Preseden Negatif yang Menunjukkan Kelalaian Pemda
PSI Usul Pelelangan Ikan Masuk Kawasan Tanpa Rokok
Kumpulkan Pengurus DPP PSI di Bali, Jokowi Ngaku hanya Beri Arahan Kerja Politik
Kader Partai Lain Loncat Gabung PSI, Jokowi Melihat Masa Depan Cerah
Jadi Ketua DPD PSI Solo, Astrid Widayani Ditargetkan Kuasai Kandang Banteng
Siswa Sekolah di Jaktim Keluhkan Menu MBG Bau, Dewan PSI Minta SPPG Dievaluasi
Dana Bagi Hasil dari Pemerintah Pusat Disunat, Dewan PSI Usulkan Penyesuaian Tarif Transjakarta