Selalu Ada Kebahagiaan di Sekolah Insan Anugrah
Sejumlah murid dengan down syndrome melakukan aktivitas menari di Sekolah Insan Anugrah, Depok, Jawa Barat. (ANTARA/Rivan Awal Lingga)
KEBAHAGIAAN seorang ibu adalah ketika melihat anaknya tertawa, tersenyjm, dan selalu ceria sepanjang hari. Itu yang membuat Sekolah Insan Anugrah terus maju memberikan kebahagiaan pada anak-anak dengan down syndrome dan autisme.
Sekolah yang berada di kawasan Limo, Depok, Jawa Barat. tak pernah surut dengan keriuhan yang melambari anak-anak untuk mendapatkan kegembiraan dan kebahagiaan sepanjang hari.
Baca Juga:
Dilansir dari laman Antara, sekolah ini diawali dari seorang ibu, Junika yang menghendaki anaknya, Irfan, anak down syndrome untuk mendapatkan kebahagiaan. Maka pada 4 januari 2010 berdirilah Sekolah Insan Anugrah.
Sekolah ini memiliki misi pendidikan khusus untuk anak down syndrome. Sebelum sekolah ini berdiri, Irfan pernah mengikuti pendidikan di sekolah khusus tingkat taman kanak-kanak (TK). Seiring berjalannya waktu Junika merasa bahwa tingkat pendidikan TK sudah tidak mencukupi bagi perkembangan Irfan. Keinginan untuk melanjutkan pendidikan Irfan ke tingkat SD membawa sang ibu menghadapi berbagai tantangan.
Junika kemudian membawa anaknya ke sekolah luar biasa atau umum, sayangnya Irfan yang energik ternyata tidak mudah beradaptasi. Kemudian pada titik itu membawa Junika mengambil langkah berani untuk mendirikan sekolah bagi anak-anak down syndrome dan autisme.
Sekolah Insan Anugerah menjadi tempat anak-anak berkebutuhan khusus tumbuh dan berkembang dengan optimal. Orang tua pun merasakan manfaatnya, melihat anak-anak mereka pulang dengan kebersihan dan kemandirian yang luar biasa.
Tak hanya memupuk semangat mandiri, namun sekolah itu juga merangkai pelajaran dengan mempersembahkan keindahan seni dengan melibatkan seni lukis dan tari.
Baca Juga:
Masa pandemi COVID-19, banyak siswa dan guru di sekolah itu yang meninggalkan lingkungan pendidikan. Jumlah guru yang awalnya empat orang, menyusut menjadi dua orang sejak pandemi hingga saat ini. Kala itu sistem pembelajaran jarak jauh pun tidak bisa dilakukan oleh Junika, karena keterbatasan murid dengan down syndrome dan autisme.
Keterbatasan ekonomi pada orang tua murid juga menjadi salah satu alasan sekolah tersebut menyisakan delapan siswa saja. “Kalau orang tua yang tidak mampu membayar, saya tetap mengarahkan untuk sekolah di SLB yang gratis,” ungkapnya.
Dengan hati yang tulus dan penuh cinta, ia telah berhasil membina hubungan yang begitu mendalam sehingga murid-muridnya tidak hanya dianggap sebagai siswa. Melainkan diterima dengan sepenuh hati seolah mereka adalah anak-anak kandung yang sangat dicintainya.
Junika yang memiliki buah hati dengan keistimewaan down syndrome sebagaimana orang tua murid lainnya. Dengan begitu gairah berjuang tumbuh kembali untuk mempertahankan keberlangsungan sekolah itu.
“Begitu melihat anak-anak, dan mungkin saya juga pernah mengalami seperti orang tua lainnya, rasa jenuh langsung hilang, langsung semangat lagi,” kata dia. (*)
Baca Juga:
Boneka Barbie Berfigur Sindrom Down Sebarkan Pesan Inklusivitas
Bagikan
Berita Terkait
Smartboard Dukung Digitalisasi Pendidikan, Komisi X DPR Ingatkan Guru agar tak Menyalahgunakannya
Pramono Anung Lantik 673 Kepala Sekolah, Minta Sekolah Bebas Perundungan
Prabowo Janjikan Pendidikan Dokter, Perawat, Paramedis Dibiayai Negara dengan Beasiswa Penuh
Wamendikdasmen Ingin Sentralisasi Guru, Mudahkan Redistribusi Guru
Momen Presiden Prabowo Subianto Luncurkan Program Digitalisasi Pembelajaran untuk Indonesia Cerdas
Pramono Dapat Laporan Banyak Siswa SMAN 72 Mau Pindah Sekolah Imbas Kasus Ledakan
KDM Terbitkan SE Larangan Hukuman Fisik di Sekolah, Semua Jenjang Wajib Patuh
Profesionalisme Guru: Panggilan Etis Melawan Profesionalisme Legitimasi
Prabowo Beri Rehabilitasi untuk 2 Guru Luwu Utara yang Dipecat karena Pungutan Rp 20 Ribu, Hak dan Martabat kembali Kaya Dulu
2 Guru di Luwu Utara Diberhentikan Usai Bela Rekan Honorer, DPR Minta Pemerintah Tinjau Ulang