Sekut Nongkrong di Masa Pandemi, Waraskah?


Apakah waras nongkrong di masa pandemi. (Foto: Pexels/@ELEVATE)
SEBELUM pandemi melanda, setiap diajak nongkrong ya kali enggak kuy. Tiap malam minggu kali loncat sana-sini ke tempat-tempat gaul di ibu kota. Atau ngopi cantik di kafe-kafe estetik. Kalau lagi bokek, makan mie instan ditemani es teh manis di 'warung di atas normal' sudah lebih dari cukup rasanya.
Setiap ngumpul wajib banget tuh hukumnya, upload foto dan video haha-hihi buat dipamerin ke media sosial biar dianggap gaul dan punya banyak teman. Tapi itu kan dulu sebelum pandemi menyerang seperti negara api di seri animasi Avatar: The Last Air Bender.
Sekarang, nongkrong di tempat ramai menjadi hal yang ngeri-ngeri sedap. Apalagi kalau ada yang iseng posting di Instagram Story. Bisa-bisa langsung habis dihujat sama netizen maha benar dan dikatain covidiot. “Lagi pandemi gini kok malah ngumpul-ngumpul sih? Gila banget deh.”
Baca juga:
2 Jam Nonton di Bisokop Berujung 14 Hari Karantina, Apakah Sepadan?
Boro-boro upload foto pamer keseruan, sekarang ketemuan saja harus sembunyi-sembunyi supaya enggak ketahuan.
Mungkin dulu si introvert yang anti nongkrong malah dikatain cupu dan 'gila', karena enggak mau ikut seru-seruan. Tapi kini situasinya justru berbalik. Mereka yang tetap tinggal di rumah dianggap orang waras sesungguhnya.
Kini yang enggak ikut nongkrong bukan lagi si cupu dan enggak seru, mereka yang sekarang masih hobi nongkrong malah gantian dicengin.

Lantas gimana ya kisah mereka yang dulu hampir setiap hari nongkrong, sekarang mau enggak mau harus betah di rumah saja karena pandemi?
Inilah yang dirasakan Sisca dan Gaby. Ibarat ada tujuh hari dalam seminggu, mereka nongkrong delapan hari tiap pekan. Maksudnya, nongkrong tanpa henti. Jarang banget setelah kuliah atau kerja langsung pulang.
"Gue suka banget nongkrong. Ya nongkrong selalu tiap minggu sama orang tua, keluarga, atau pulang kampus sama temen-temen. Kalau ngerjain tugas juga gue pasti nongkrong di luar karena gue enggak suka di rumah," cerita Gaby.
Sisca pun juga hobi banget nongkrong. Bahkan kalau mengajak orang pergi dan ditolak biasanya seorang business analysist di perusahaan Innovation Consultant ini akan berkomentar, "Idih sok sibuk banget dah lu."
Bagi keduanya, nongkrong bukan hal yang keren atau istimewa. Menurut mereka nongkrong sudah jadi rutinitas yang dilakukan orang untuk bersosialisasi.
"Memang ketemu orang kalau enggak di tempat nongkrong dimana lagi," tanya Gaby. Namun ketika pandemi melanda dan mengharuskan mereka untuk tetap di rumah, keduanya berusaha untuk menaatinya.
Mereka mengaku tidak lagi nongkrong-nongkrong bersama teman selama pandemi. Sisca hanya pernah sekali pergi naik gunung. Sedangkan Gaby berusaha sebisa mungkin untuk tetap di rumah, dia hanya pergi ke supermarket atau beli makan untuk dibawa pulang.
Dari bisa nongkrong setiap hari kemudian enggak boleh pergi kemana-mana membuat keduanya merasa sedih. "Kangen teman-teman sih sudah pasti. Tapi enggak sampai stres karena kebetulan kita aktif buat sanity check via Zoom," jelas Sisca. Namun baginya pandemi ini tetap saja menyedihkan, karena dia tak lagi bisa beraktivitas. Seperti karaoke, memancing, berendam air panas, dan jalan-jalan ketika malam minggu.

Serupa dengan Sisca, Gaby juga merasakan hal yang sama. Namun sebagai seorang koas di sebuah rumah sakit di bilangan Jakarta, dia menyadari ada risiko yang lebih besar jika tetap nongkrong.
"Err, ya awalnya sedikit bete karena gue orangnya butuh keluar rumah, butuh sosialisasi tapi kan kita harus realistis. Bersosialisasi dan makan bisa dilakukan dalam bentuk lain kok, misal telepon atau video call," ungkap Gaby. "Karena pandemi ini risikonya enggak sebanding dengan apa yang lu dapatkan pas nongkrong," tambahnya.
Jadi daripada bersedih karena enggak bisa nongkrong, Sisca dan Gaby mengalihkannya dengan hal lain. "Distraksi terbesar gue adalah bekerja sih karena jam kerja masih sama. Tapi saat waktu kosong gue berusaha baca buku. Kalau lagi WFO waktu kosong cuma pas weekend dan itu pun penginnya tidur," jelas Sisca.
Sementara Gaby mengisi waktunya dengan nonton Netflix, janjian telepon Zoom, belajar masak, maupun berolahraga. "Banyak kok kegiatan lain yang bisa dilakukan. Daripada lu keluar terus sakit atau lebih para bawa virus pulang," tuturnya.
Baca juga:
Ketika ditanya mengenai pandangan mereka tentang nongkrong di masa pandemi, keduanya punya jawaban yang berbeda. Buat Sisca nongkrong di masa pandemi tidak membuat orang jadi kurang bijaksana. "Tapi please protokol kesehatannya tetap dilakukan dan saat balik ke rumah langsung mandi dan semua baju langsung di cuci," katanya.
Sebaliknya, Gaby punya pendapat yang berbeda. "Sebagai orang yang berkecimpung dan belajar di dunia kesehatan, ya nongkrong tuh tidak bijaksana karena sebenarnya gampang banget bawa virus ke orang lain. Meskipun ada protokol kesehatan, apakah lu yakin ketika nongkrong lu benar-benar mematuhinya," jelasnya.
Menurut Gaby kita tidak akan bisa yakin 100 persen karena tidak melihat dampak langsung virus kepada kesehatan. Dia juga menambahkan bahwa penyebaran virus biasanya terjadi ketika makan.
"Lu pakai masker seharian terus lu makan dan bercakap-cakap cuma 15 menit buka masker. Itu tuh waktu yang cukup buat bawa-bawa virus ke tempat lain. Jadi ya itu (nongkrong) kurang bijaksana," lanjutnya.

Gaby juga mengkritik orang-orang yang senang memamerkan foto pertemuannya di media sosial. "Dengan post di sosmed itu buat collective sense of security karena seolah-olah lu membuat nongkrong itu jadi sesuatu yang normal dan sudah aman dilakukan padahal seharusnya belum," katanya.
Mengenai hal ini, Sisca juga utarakan pendapat serupa. "Tujuan kalian pamer di sosmed tuh apa sih? Coba deh jelasin gue enggak paham," ujar Sisca.
Gaby mengatakan bahwa dia tidak bisa melarang orang untuk tidak boleh nongkrong sama sekali, karena banyak orang yang pekerjaannya memang di bagian food and beverage.
Maka dari itu pelanggan harus bertanggung jawab dan tahu diri untuk duduk berjauhan, memakai masker, serta menjalani peraturan lainnya. Menurutnya, kalau kita mau membantu industri ini semua orang harus bertanggung jawab.
Kalau tidak, berarti mereka ialah orang egois yang tidak peduli dengan kondisi diri sendiri dan orang lain. "Berpikir cerdas lah. Jangan cuma karena lu bosen doang. Apalagi kalau lu punya banyak akses menjalankan aktivitas lain. Selama bisa melakukan yang lain jangan nambah-nambahin risiko," saran Gaby. "Tahan dulu sampai kita bisa nongkrong normal lagi bersama-sama dengan lebih cepat," tambahnya.
Merasa jenuh dan bosan ketika dilarang melakukan kegiatan rutin memang sebuah hal yang wajar. Tapi perlu diingat bahwa virus COVID-19 ini menyebar lewat manusia lho.
Jadi warasnya berkumpul ramai-ramai seharusnya lebih dibatasi, bukan? Kalau ingin berkumpul sekalipun, pastikan kamu memiliki alasan kuat dan yakin bahwa dirimu sehat ya biar enggak merugikan diri sendiri apalagi orang lain. Tentunya biar enggak dikatain gila sama orang sekitar. (sam)
Baca juga:
Jadi Clean Freaks dan Ajak Semua Orang Melakukan Hal yang Sama
Bagikan
Berita Terkait
Giorgio Armani Meninggal Dunia, Selebritas Kenang sang Ikon Fesyen sebagai Legenda

Desainer Legendaris Italia Giorgio Armani Meninggal Dunia

Chloe Malle Resmi Diumumkan sebagai Pengganti Anna Wintour Pimpin Vogue

Moscow Fashion Week Perkuat Relasi dengan Indonesia

Sepatu Nyaman Jadi Tren, Bisa Dipakai di Segala Acara

ASICS Gel Cumulus 16 Dukung Gerak Aktif dalam Balutan Gaya, Dilengkapi Teknologi Terkini untuk Kenyamanan Pengguna

The Best Jeans For Every Body: Koleksi Denim Terbaru UNIQLO Hadir Lebih Lengkap

Tampil di BRICS+ Fashion Summit in Moscow, Indonesia Soroti Industri Manufaktur Berkelanjutan

Adidas Indonesia Rayakan Keberagaman Lewat FW25 Island Series Indonesia Graphic Tees, Bawa Semangat ‘Satu Nusa Satu Bangsa’

Plaza Indonesia Fashion Week 2025: Surat Cinta untuk Mode Lokal
