Rusia Berikan Waktu 90 Hari ke PBB Normalisasi Ekspor Produk Pertanian


Kapal MV Brave Commander yang disewa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tiba di pelabuhan laut Pivdennyi. (Foto: ANTARA/REUTERS/Serhii Smolientsev/pri. (REUTERS/STRINGER)
MerahPutih.com - Pemerintah Rusia, mengumumkan pada Senin (17/7) bahwa Rusia telah menangguhkan partisipasinya dalam kesepakatan biji-bijian Laut Hitam, dengan mengatakan bagian Rusia dari perjanjian itu tidak dilaksanakan.
Perjanjian tersebut, yang ditandatangani oleh Rusia, Ukraina, PBB, dan Turki tahun lalu, ditujukan untuk melanjutkan kembali ekspor biji-bijian dari tiga pelabuhan Ukraina di Laut Hitam.
Baca Juga:
Rusia Tangguhkan Kesepakatan Biji-Bijian Laut Hitam
Otoritas Rusia memberi waktu 90 hari bagi Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menormalisasi ekspor produk pertaniannya.
Moskow merilis persyaratan itu guna menanggapi pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres tentang keputusan Rusia untuk menangguhkan partisipasinya dalam kesepakatan biji-bijian Laut Hitam.
Rusia merujuk pada Paragraf 6 Memorandum yang menyebut, perjanjian itu akan berlaku selama tiga tahun, dan jika salah satu pihak yaitu Rusia atau PBB berniat untuk menghentikan implementasinya, ia harus memberi waktu tiga tahun sebelumnya.
"Dengan demikian, Sekretariat PBB masih memiliki waktu 90 hari penuh untuk melanjutkan pekerjaannya dalam normalisasi ekspor produk pertanian Rusia,” kata Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan pada Selasa (18/7).
Kemlu Rusia merujuk pada pernyataan Guterres yang berencana memulihkan akses ke sistem SWIFT untuk anak perusahaan atau struktur afiliasi Bank Pertanian Rusia (Rosselkhozbank).
Larangan SWIFT terhadap beberapa bank Rusia adalah salah satu sanksi tahun 2022 terhadap Rusia yang diberlakukan oleh Uni Eropa dan negara barat lainnya, yang ditujukan untuk melemahkan ekonomi negara tersebut untuk mengakhiri invasinya ke Ukraina dengan menghalangi akses Rusia ke sistem pemrosesan transaksi keuangan SWIFT.
Rusia melihat tidak ada alternatif untuk menghubungkan kembali Rosselkhozbank ke SWIFT, baik melalui saluran marjinal dengan JPMorgan, maupun dalam platform teoretis dengan Citi dan Afreximbank, maupun dengan opsi cabang dan anak perusahaan.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menuduh Rusia menggunakan makanan sebagai senjata dengan menangguhkan kesepakatan biji-bijian.
Hal itu diungkapkan Macron di sela KTT Komunitas Uni Eropa Negara Amerika Latin dan Karibia (EU-Community of Latin American and Caribbean States/CELAC) di Brussel, Belgia.
Menurutnya, keputusan sepihak oleh Rusia tersebut akan menimbulkan dampak signifikan pada negara-negara Timur Tengah, Afrika, dan Asia yang sangat bergantung pada perjanjian itu.
"Mereka yang meragukan keputusan Tuan Putin dan komitmennya untuk kebaikan bersama, jawabannya sangat jelas, ia memutuskan untuk menggunakan makanan sebagai senjata, dan saya pikir ini adalah kesalahan," katanya dikutip Antara.
Baca Juga:
Rusia Tembak Jatuh Drone Ukraina Serang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Berbagai Harga Pangan di Jakarta Berfluktuasi, Beras Premium, Minyak Goreng dan Gula Masih Alami Kenaikan

Dapat Pagu Anggaran Rp 40 Triliun, Mentan Teruskan Program Cetak Sawah Buat Swasembada Pangan

Biar Rakyat Senang Saat Belanja, Mendagri Perintahkan Daerah Tahan Inflasi Maksimal di 3,5 Persen

Bantah Rumor Kelangkaan, Pramono Anung Pastikan Stok Pangan Aman Hingga Akhir Oktober

Harga Beras Berikan Kontribusi Inflasi Terbesar Kelompok Pangan Setelah Bawang Merah

Harga Beras Meroket, Mentan Klaim Terjadi Penurunan di 22 Provinsi

Prabowo Senang Bupati Bangun Irigasi, Produksi Pangan Tetap Naik Saat Hadapi Musim Kering

Pemerintah Akui Harga Beras Naik Dampak HPP Gabah Rp 6.500, Tapi Petani Nyaman

Pemerintah Pantau Penggilingan Padi, Harga Beras Harus Sesuai HET

Ritel Modern Diklaim Sudah Dibanjiri Beras SPHP, Harga Mulai Turun
