LAPSUS: Raden Panji Margono, Sosok Pemersatu Pejuang Lasem dan Peranakan Tionghoa


Kimsin Pejuang Lasem Raden Panji Margono di Klenteng Gie Yong Bio Lasem, Rembang, Jawa Tengah. (Merahputih.com/Rizki Fitrianto)
DALAM perjuangan masyarakat Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah terhadap penindasan kolonial Belanda, salah seorang tokoh pribumi Jawa Raden Mas Panji Margono begitu akrab dikenal masyarakat, bahkan hingga saat ini.
Berdasarkan buku Babad Lasem gubahan Raden Panji Kamzah tahun 1858 yang disalin oleh Raden Panji Karsono tahun 1920 disebutkan bahwa Raden Panji Margono merupakan sosok pengayom dan ramah terhadap siapa pun. Para pengungsi Tionghoa dari Batavia saat tiba di Lasem, pun disambut hangat oleh dia.
Raden Panji Margono bersama Adipati Lasem Tumenggung Widyaningrat memberikan ruang bagi mereka untuk menghindar dari kejaran kolonial Belanda pada akhir tahun 1740.
Pengurus Kelenteng Gie Yong Bio Gandor Sugiharto Santoso mengatakan, jasa Raden Panji Margono begitu besar bagi masyarakat Tionghoa kala itu.
"Beliau juga pejuang pada era 1743-1750. Bersama laskar campuran; santri, orang Jawa, sedikit orang Arab, dan peranakan Tionghoa, bahu membahu untuk mempertahankan Lasem dari para penjajah Belanda," kata Gandor.
Selaras dengan Gandor, tokoh Lasem lainnya, Rastamaji Sabdo Jati mengatakan bahwa berkat campur tangan Raden Panji Margono, pribumi Jawa dan peranakan Tionghoa bersatu padu melawan penindasan kolonial.
Ia juga mengatakan, Raden Panji Margono merupakan pahlawan yang sangat gigih. "Termasuk anak buahnya, Mbah Galiyo, yang menyamar sebagai penjual dandang," kata Rastamaji.
Bersama Oei Ing Kiat, Raden Panji Margono mengumpulkan laskar Tionghoa atau yang disebut Shingse di Grobogan, Jawa Tengah. Di sana, Oei Ing Kiat dan Raden Panji Margono menanyai kesanggupan Shingshe untuk bergabung mereka melawan pasukan Belanda di Semarang.
Shingse pun setuju untuk bergabung.
Pada tanggal 23 Mei 1741, pasukan Tionghoa yang berkumpul di Welahan, Grobogan, Jawa Tengah bergerak ke timur untuk menyerang Belanda di Juwana serta Rembang.
Kekuatan pasukan ini adalah 20 ribu pasukan pribumi Jawa, 3.500 pasukan peranakan Tionghoa, dan puluhan meriam. Hingga akhirnya diberi nama: Laskar Dampo Awang Lasem.
Laskar Dampo Awang Lasem dipimpin oleh Raden Panji Margono, Oei Ing Kiat, dan Tan Kee Wie.
Pertempuran tersebut dimenangkan oleh pasukan Lasem pada tanggal 27 Juli 1741 yang menyebabkan banyak korban berjatuhan di pihak penjajah Belanda. Tanggal 31 Juli 1741, pasukan Jawa-Tionghoa mulai mengepung Kota Jepara.
Kekuatan pasukan tersebut dipimpin oleh Tan Kee Wie, Oie Ing Kiat dan Raden Panji Margono. Mereka dibagi dalam dua kelompok. Yaitu pasukan laut yang misinya menyerang pelabuhan Jepara dan pasukan infanteri yang melakukan serangan dari darat.
Pasukan laut dipimpin oleh Tan Kee Wie. Sementara pasukan infanteri dipimpin Raden Panji Margana dan Oei Ing Kiat.
Meski sukses memenangkan pertempuran di Rembang hingga Juwana, pasukan laut yang dipim Tan Kee Wie gagal saat hendak menyerbu Jepara. Rencana untuk menyerang Semarang pun tidak berhasil. (*/bersambung)
Baca Juga:
- Perang Sabil, Kumandangkan Jihad Atas Kolonial Belanda
- Oei Ing Kiat, Peranakan Tionghoa yang Memimpin dengan Adil dan Mengayomi
- Jejak Perjuangan Peranakan Tionghoa Melawan Kolonial, dari Batavia ke Lasem