LAPSUS: Oei Ing Kiat, Peranakan Tionghoa yang Memimpin dengan Adil dan Mengayomi


Para santri Pondok Pesantren Kauman Lasem tengah membaca kitab di depan pos kamling desa Karangturi, Lasem, Rembang, Jawa Tengah. (Merahputih.com/Rizki Fitrianto)
LASEM merupakan salah satu daerah yang berada di bawah Kesultanan Mataram. Pada 1679, VOC Belanda dengan bantuan Amangkurat II menyerang Lasem agar dapat menguasai perdagangan di pesisir pantai utara Pulau Jawa.
Akibatnya, timbul rasa kebencian warga Lasem. Tidak hanya pribumi Jawa, peranakan Tionghoa pun membenci penguasa Mataram. Rakyat menuding, Kesultanan Mataram merupakan kepanjangan tangan penjajah Belanda. Pemberontakan pun terjadi di Mataram.
Untuk mencegah meluasnya pemberontakan, pada tahun 1714, Sunan Pakubuwana I mengangkat Pangeran Panji Sasongko (bergelar Tejakusuma V) menjadi Adipati Lasem (1714-1727). Berdasarkan buku Babad Lasem gubahan Raden Panji Kamzah tahun 1858 disalin oleh Raden Panji Karsono tahun 1920, Tejakusuma V juga tidak menyukai Pakubuwana I dan penggantinya, Sunan Pakubuwana II. Dia menganggap Pakubuwana I dan II juga sebagai kaki tangan Belanda.
Setelah perlawanan warga mereda, Pangeran Tejakusuma V mengundurkan diri. Untuk melanjutkan Kadipaten Lasem, anak Tejakusuma yang bernama Raden Panji Margono ditunjuk sebagai Adipati Lasem.
"Namun, beliau menolak untuk menjadi Adipati Lasem. Ia lebih memilih menjadi petani dan berdagang dengan penduduk Tionghoa di Lasem dan sekitarnya," kata salah seorang penggiat budaya Rembang Lasem, Mas Pop saat ditemui merahputih.com di Karangturi, Lasem, Rembang, Jawa Tengah, beberapa pekan lalu.
Berdasarkan Babad Lasem, kata Mas Pop, Tejakusuma V sangat dekat dengan salah seorang tokoh muslim Tionghoa, Oei Ing Kiat. Atas dasar kedekatan itu pula, tampuk kekuasaan Lasem pun dia berikan kepada Oei Ing Kiat.
"Jabatan Adipati Lasem diserahkan kepada Oei Ing Kiat yang kemudian dilantik oleh Sunan Pakubuwana II pada tahun 1727. Dia diberi gelar Tumenggung Widyaningrat," kata Mas Pop.
Meski peranakan Tionghoa, kepemimpinan Oei Ing Kiat begitu adil dan dapat mengayomi semua masyarakat Lasem. Tak ayal, pribumi Jawa, termasuk Raden Panji Margono menaruh hormat kepada Oei Ing Kiat.

Selaras dengan Mas Pop, pemimpin Pondok Pesantren Kauman Lasem Muhammad Zaim atau yang akrab disapa Gus Zaim juga mengatakan hal yang sama.
Gus Zaim mengatakan bahwa Oei Ing Kiat merupakan saudagar Tionghoa yang sangat kaya dan dermawan. Menurut Gus Zaim, Oei Ing Kiat merupakan keturunan dari Bi Nang Oen, yang merupakan salah seorang juru mudi armada Laksamana Cheng Ho yang mendarat di Bonang, Lasem.
"Bi Nang Oen adalah seorang pujangga dari Campa yang menjadi penyebar agama Islam di Lasem pada awal abad XV. Oei Ing Kiat sendiri merupakan pengusaha dan syahbandar yang memiliki banyak kapal junk dan perahu antarpulau," kata Gus Zaim.
Karena itu pula, akhirnya Oei Ing Kiat memercayakan Raden Panji Margono untuk menjalankan bisnisnya; menjual layar kapal. Kehidupan Lasem yang sempat bergejolak, menjadi tenteram kembali. (*/bersambung)
Baca Juga:
- Raden Panji Margono, Sosok Pemersatu Pejuang Lasem Dan Peranakan Tionghoa