Presiden Jokowi: Kedepankan Dialog daripada Kekerasan


Presiden Joko Widodo. (Biro Pers Setpres via FB Presiden Joko Widodo)
MerahPutih.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan, ancaman radikalisme terorisme terjadi di mana-mana. Bahkan tidak ada satupun negara yang kebal dari ancaman terorisme. Serangan terorisme terjadi di hampir semua negara termasuk di Indonesia dan Pakistan.
“Umat Islam adalah korban terbanyak dari konflik, perang dan terorisme,” ucap Presiden seraya menambahkan, 76 persen serangan teroris terjadi di negara Muslim; 60 persen konflik bersenjata terjadi di negara Muslim, di Islamabad, Pakistan, Jumat (26/1) waktu setempat seperti dilansir Setkab.go.id.
Lebih jauh lagi, tegas Kepala Negara, jutaan saudara-saudara muslim juga harus keluar dari negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik, 67 persen pengungsi berasal dari negara Muslim.
Selain itu, Presiden mengingatkan bahwa jutaan generasi muda kehilangan harapan masa depannya. Kondisi yang memprihatinkan ini sebagian terjadi karena kelemahan internal, namun kontribusi faktor eksternal juga tidak sedikit.
“Apakah kita akan biarkan kondisi yang memprihatinkan ini terus berulang terjadi dan berulang terjadi lagi? Kalau anda bertanya kepada saya, maka saya akan menjawab tidak. Kita tidak boleh membiarkan negara kita terus dalam situasi konflik, kita tidak boleh membiarkan dunia dalam situasi konflik. Penghormatan kita kepada kemanusiaan, kepadahumanity seharusnya yang menjadi pemandu kita dalam berbangsa dan bernegara, sekali lagi penghormatan terhadap kemanusiaan,” ucapnya.
Presiden menggarisbawahi bahwa sejarah mengajarkan kepada kita semua bahwa senjata dan kekuatan militer tidak akan mampu menyelesaikan konflik. Senjata dan kekuatan militer saja, tidak akan mampu untuk menciptakan dan menjaga perdamaian dunia.
“Yang akan terjadi justru persaingan, perlombaan senjata yang akan terus menciptakan ketegangan. Indonesia adalah negara yang pernah mengalami konflik,” kata Presiden.
Presiden menunjuk contoh menyebutkan bahwa konflik di Aceh telah terjadi lebih 30 tahun dan dengan menggunakan pendekatan militer saja tidak dapat menyelesaikan konflik di Aceh. Konflik ini akhirnya selesai dengan negosiasi dengan dialog.
Oleh karena itu, menurut Presiden, habit of dialogue harus terus dikedepankan. Habit of dialogue inilah yang juga menjadikan ASEAN, Asosiasi 10 negara di Asia Tenggara mampu menjadi mesin stabilitas dan kesejahteraan Asia Tenggara.
“Saya berharap setiap dari kita, setiap dari kita akan menjadi kontributor dari perdamaian dunia, setiap dari kita menjadi kontributor upaya menyejahterakan dunia demi kemanusiaan, demi keadilan. Kita harus menjadi part of solution dan bukan menjadi part of the problem. Mari kita bekerja sama demi terciptanya dunia yang damai dan sejahtera demi seluruh umat manusia yang hidup di dunia,” ucap Presiden. (*)
Bagikan
Berita Terkait
Menko Yusril Sebut Pengadilan Militer AS Akan Adili Hambali Bulan Depan

BNPT Minta Ibu Lebih Berperan Tangkis Upaya Kelompok Radikal Rekrut Anak Muda Lewat Game Online

BNPT Cari 8 Korban Bom Kepunton Solo, Biar Segera Dapat Kompensasi Negara

Apa Itu Makar? Ini Penjelasan dan Sejarahnya di Dunia

785 Korban Terorisme Telah Terima Kompensasi Dari Negara, Tertinggi Rp 250 Juta

ASN Kemenag Jadi Tersangka NII, Wamenag Minta Densus 88 Tidak Gegabah Beri Label Teroris

Oknum ASN Ditangkap karena Terlibat Terorisme, Pengamat: Kemenag ‘Lalai’ dalam Tangkal Ideologi Radikal

Oknum ASN Ditangkap karena Terlibat Terorisme, Kementerian Agama janji Berikan Hukuman Berat

ASN Kemenag dan Dinas Pariwisata Aceh Ditangkap Densus 88 Antiteror Polri

Terungkap, Penghubung Teroris dengan Penyedia Dana dan Logistik Selama Ini Bersembunyi di Bogor
