Prahara Sunda Kelapa, Fatahillah dan Kontoversi Sejarah Jayakarta


pelabuhan sunda kelapa tempo dulu. (Foto/ Dokumen Istimewa)
AWAL Abad ke-16, seorang Ulama Muda asal Samudera Pasai bernama Fatahillah baru saja pulan dari Mekkah. Kepulangannya dari tanah suci membawa sedikit kebencian kepada bangsa Portugis. Kenapa tidak, tanah kelahirannya di Aceh dibuat berantakan oleh bangsa tersebut.
Sebelum berlayar ke negeri Arab, Fatahillah atau Falatehan sudah tahu bahwa kerajaan Samudera Pasei sangat berhubungan baik dengan kerajaan Demak di Jawa. Sehingga ia berpikir, jika kelak tidak bisa masuk ke tanah kelahirannya maka akan datang ke Demak.

Pada masa itu hanya ada tiga kekuatan Islam yang tumbuh dan berkembang di tanah Jawa, yaitu Demak, Banten, dan Cirebon, di wilayah Utara Jawa Barat. Setelah dipertimbangkan Fatahillah memilih singgah lebih dulu di kerajaan Cirebon sebelum ke kerajaan Demak, sebab kerajaan ini dianggap paling aman. Kekuasaan Portugis di wilayah ini kurang kuat.
Seperti dilansir dari sejarahri, Fatahillah berhasil menyusup ke Cirebon. Di sana kala itu ajaran Islan sudah cukup populer berkat pengaruh Sunan Gunung Jati dan Syekh Siti Jenar. Kehadiran Fatahillah tentu saja menambah semangat perjuangan Cirebon.
Setelah cukup lama menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, akhirnya Fatahillah sampai juga ke kerajaan Demak. Karena memiliki kharisma yang kuat, ia ditunjuk untuk memimpin serangan ke Sunda Kelapa, kota pelabuhan terpenting bagi kerajaan Hindu, Pajajaran (Bogor).
Figur yang bagus membuat Fatahillah memiliki banyak jaringan dengan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Sultan Trenggana juga memberikan persetujuan terhadap rencana Fatahillah untuk mengusir Portugis yang bercokol di tanah Sunda atau Sunda Kelapa.
Pada 22 Juni 1527, pasukan gabungan dari Demak, Cirebon dan Banten, di bawah pimpinan Fatahillah berhasil merebut Banten. Kelak tanggal 22 juni dijadikan sebagai hari jadi kota Jakarta. Fatahillah kemudian mengganti nama Bandar kelapa menjadi Jayakarta, yang berarti kejayaan dan kesejahteraan, atau kemenangan yang sempurna.
Kebetulan para pelaut bangsa Eropa sering menyebut Bandar ini dengan Yacarta, dan penduduk setempat menyebutnya dengan Jakarta. Namun pengamat sejarah Prof. DR. Ayatrohaedi, nama Jakarta adalah pilihan Sunan Gunung Jati, penguasa Caruban (Cirebon) sebagai atasan Fatahillah, yang menjadi panglima pasukan gabungan itu.
Seiring berjalannya waktu, muncul lagi pendapat baru tentang sejarah Jakarta. Tokoh sekaligus Budayawan Betawi, Ridwan Saidi pasukan gabungan Kesultanan Demak dan Cirebon tidak hanya memerangi bangsa Portugis, tetapi juga membantai penduduk asli Sunda Kelapa, yakni orang-orang Betawi.
Penulis buku Profil Orang Betawi: Asal-Muasal, Kebudayaan, dan Adat-Istiadatnya yang diterbitkan tahun 1997 ini juga menentang klaim Fatahillah yang selama ini dipercaya sebagai orang yang mencetuskan nama Jayakarta untuk menggantikan Sunda Kelapa.
"Nama Jayakarta sudah ada sejak lama. Ada desa di Karawang yang namanya Jayakerta yang merupakan wilayah budaya Betawi. Itu sudah ada sejak zaman Siliwangi," tandas Ridwan Saidi dilansir dari Tirto. (*)
Bagikan
Berita Terkait
Pramono-Rano Hadir di Jakarta Bersholawat, Doakan Ibu Kota Aman

KAI Dapat PSO Rp 5,8 T untuk Subsidi Tiket LRT Jabodebek dan KRL Jabodetabek Tahun 2026

Menilik Konservasi Tugu Pancoran Simbol Kemajuan Dirgantara Indonesia di Kota Jakarta

Potret Galian Pipa Limbah di Jalan TB Sumatupang Jaksel Ditargetkan Rampung Desember 2025

Gulkarmat: 65% Kasus Kebakaran di Jakarta Akibat Masalah Kabel Listrik

Potret Kondisi Jakarta Pasca Demo, Warga Sudah Kembali Beraktivitas Normal

Jakarta Sudah Aman, Gubernur Pramono Cabut Kebijakan WFH ASN Pemprov

Hari Ini Transjakarta Kerahkan 4.907 unit Angkut Penumpang, Tarif Masih Rp 1 Sampai 7 September 2025

Kerugian Demo di Jakarta Capai Rp 55 M, Ini Rinciannya Versi Pemprov

Sekolah Ditargetkan Kembali Lancar di Rabu, 3 September 2025
