Politikus Golkar Markus Nari Didakwa Memperkaya Diri 1,4 Juta Dolar AS dari Proyek e-KTP


Mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari. (ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf)
MerahPutih.com - Mantan anggota Komisi II DPR RI Markus Nari didakwa Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkaya diri sebesar USD 1,4 juta dari pengadaan proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Politikus Golkar itu disebut terlibat dalam pengadaan proyek e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.
"Terdakwa Markus Nari melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Terdakwa sebesar USD 1,4 juta," kata jaksa KPK Ahmad Burhanudin membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (14/8).
Baca Juga: Tersangka Korupsi e-KTP Markus Nari Akhirnya Ditahan KPK
Dalam surat dakwaan, Markus disebut ikut memengaruhi proses penganggaran dan pengadaan paket penerapan e-KTP secara nasional tahun anggaran 2011-2013. Pada awal 2012, Markus selaku anggota Badan Anggaran DPR ikut dalam pembahasan pengusulan penganggaran kembali proyek e-KTP, yaitu Rp 1,04 triliun.

Kemudian, Markus menemui Irman yang saat itu memjabat Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Pada awalnya, Markus meminta fee proyek e-KTP sebesar Rp 5 miliar. Irman kemudian menghubungi Sugiharto selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemendagri, agar segera memenuhi permintaan tersebut.
Selanjutnya, tiga hari pasca pertemuan tersebut, Sugiharto meminta salah satu anggota konsorsium proyek, Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo, untuk bertemu. Sugiharto meminta Anang uang Rp 5 miliar tersebut.
"Beberapa hari kemudian, Anang Sugiana Sudiharjo menemui Sugiharto dan menyerahkan uang sebesar USD 400.000," ungkap jaksa.
Selain itu, Markus Nari juga didakwa merintangi penyidikan kasus korupsi e-KTP. Jaksa menilai, Markus meminta Miryam S Haryani selaku mantan anggota Komisi II DPR RI memberikan keterangan yang tidak benar dalam sidang kasus e-KTP.
Baca Juga: KPK Bidik Markus Nari Lewat Mantan Sopirnya
"Terdakwa sengaja membujuk orang lain untuk tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar sebagai saksi," ucap Jaksa Burhanudin.
Terdakwa meminta Anton Tofik selaku orang kepercayaan Markus untuk datang ke kantor Elza Syarif yang merupakan pengacara dari Miryam S Haryani. Sebab dalam BAP Miryam, Markus disebut menerima USD 400 ribu.
Pada 17 Maret 2017 sekitar pukul 14.00 WIB, terdakwa menemui Miryam S Haryani di kantor PT Mata Group di Gedung Multika Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu Markus meminta agar Miryam dapatmencabut keterangannya di sidang pengadilan yang menyatakan terdakwa menerima sejumlah uang dalam perkara e-KTP.
Perbuatan Terdakwa tersebut merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 22 Jo. Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHPidana. (Pon)
Baca Juga: Politikus Golkar Markus Nari Segera Jalani Sidang Perdana Kasus e-KTP
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
PBNU Desak KPK Segera Umumkan Tersangka Korupsi Kuota Haji Biar tidak Jadi Bola Liar

Hotman Klaim Kasus Nadiem Mirip Tom Lembong, Kejagung: Itu Kan Pendapat Pengacara

KPK Cecar Eks Sekjen Kemenag Proses Terbitnya SK Kuota Haji Tambahan Era Menag Yaqut

Apartemen Nadiem Makarim Digeledah, Kejagung Temukan Barang Bukti Penting

Kakak-Adik Bos Sritex Jadi Tersangka Kasus Pencucian Uang, Negara Rugi Rp 1 Triliun!

Presiden Nepal Yakinkan Semua Pihak, Tuntutan Pengunjuk Rasa Akan Dipenuhi

KPK Menggali Keterangan Khalid Basalamah Terkait Perolehan Kuota Haji Khusus

Kejagung Akui Kepala Desa yang Terlibat Kasus Korupsi Meroket Hingga 100 Persen

Eks Wamenaker Noel Tampil Berpeci Setelah 20 Hari Ditahan KPK, Alasannya Biar Keren

Tersangka Anggota DPR Satori Tidak Ditahan Setelah Diperiksa KPK 7 Jam Lebih
