Perang Manggopoh, Bagian dari Perang Belasting di Sumatera Barat


Patung Sirti Manggopoh sebagai simbol perlawanan rakyat Minang terhadap Hindia Belanda. (Foto: lontar.id/PROKABAR)
JARANG sekali orang yang mengetahui eksistensi Perang Manggopoh yang digerakan oleh Siti Manggopoh atau dikenal dengan nama Mande Siti. Perang Manggopoh sangat erat kaitannya dengan Perang Kamang yang sama-sama berjuang menghadapi pajak atau belasting yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda.
Saksi dari perlawanan ini adalah Masjid Siti Manggopoh yang ada di Nagari Manggopoh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Di halaman ini dimakamkan 17 pejuang yang gugur pada perang yang terjadi pada 16 Juni 1908 itu. Di masjid itu pulalah diatur strategi melawan Belanda. Pada buku Perempuan-Perempuan Pengukir Sejarah, tulisan Mulyono Atmosiswartoputra, menceritakan bahwa perang ini berawal dari kemarahan Mande Siti.
Perempuan yang berjuluk Singa Betina itu marah ketika Belanda mengeluarkan peraturan pajak (belasting op de bedrijfsen andere inkomsten) pada tanah yang dimiliki turun-temurun. Ini jelas sangat bertentangan dengan adat Minangkabau, sekaligus menginjak-injak harga diri orang Minang. Peraturan tersebut yang diumumkan pada bulan Maret 1908 juga memaksa rakyat menanam tanaman yang diperintahkan oleh pemerintah atau tanam paksa.
Baca Juga:

Perang Belasting yang berawal dari Kamang kemudian merambah hingga Manggopoh. Mande Siti bersama para pemuda lokal membentuk semacam dewan perjuangan yang beranggotakan 14 orang. Yakni suami Mande Siti Rasyid, dirinya sendiri, lalu Majo Ali, Sutan Marajo Dullah, Tabat, Dukap Marah Sulaiman, Sidi Marah Kalik, Dullah Pakih Sulai, Muhammad, Unik, Tabuh Sutan Mangkuto, Sain Sutan Malik, Rahman Sidi Rajo, dan Kana.
Menurut buku Perempuan-Perempuan Pengukir Sejarah, Mande Siti berhasil menyusup ke markas Belanda ketika sedang melakukan perjamuan. Di dalam Mande Siti kemudian mematikan semua lampu yang menandakan penyerangan dari para pejuang.
Dalam serangan itu 53 serdadu tewas, sementara dua serdadu yang selamat melarikan diri ke Lubuk Basung. Kemudian datanglah bala bantuan Belanda dari Bukittinggi dan Padang Pariaman yang membalas dendam atas aksi malam sebelumnya. Korban dari pejuang tidak ada catatan yang jelas. Info mengatakan bahwa yang menjadi korban adalah Tuanku Cik Padang, Tabat, Sidi Marah Khalik, Muhammad, dan Kana. Namun ada yang menyebutkan yang menjadi korban adalah Tuanku Cik Padang, Kana, dan Unik.
Siapapun dan berapapun jumlahnya, tetap membuat Mande Siti turun langsung ke peperangan. Setelah melakukan penyerangan kemudian bersama anaknya, dia masuk hutan. Sayang kemudian dia tertangkap dan di bawa ke Lubuk Basung dan mendekam di penjara selama 14 bulan. Suaminya, Rasyid, diasingkan oleh Belanda di Manado. Kemudian Mande Siti dipenjara di Pariaman selama 16 bulan. Lalu dipenjara di Kota Padang selama 12 bulan dan dibebaskan oleh Belanda dengan alasan perikemanusiaan, karena Mande Siti memiliki anak kecil. (psr)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
LinkedIn Merilis Fitur Stories, Mirip Instagram dan Snapchat

Disambut Videografer Profesional, Fujifilm Rilis Kamera Terbaru Tiga Tahun Lalu

Tiga Tahun Lalu Instagram Punya Stiker di Komentar Stories

Ketika 'Among Us' Turun Harga

Layanan Penerbangan Singapura ke Indonesia Dibatalkan Hingga Mei 2020

Netflix Tambah Fitur Download

Jakarta Indonesia Pet Show 2019, Surganya Pecinta Hewan

Di Tahun 2019 Vans Rilis Berle Pro

Mengenang Restoran Rindu Alam Puncak

Paduan Budaya Tionghoa dan Betawi dalam Festival Pecinan 2019
