Pengamat Kritik Polisi Tangkap Aktivis PH Ungkap Dugaan Ketidaknetralan Aparatur


Ilustrasi penangkapan. Foto: ANTARA
MerahPutih.com - Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyentil arogansi dan netralitas aparat Polri pada penyelenggaraan Pemilu 2024. Sentilan Bambang disampaikan merespons beredarnya surat penangkapan aktivis medsos Palti Hutabarat (PH).
Menurut Bambang, surat penangkapan yang dikeluarkan Direktorat Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri memperlihatkan perilaku arogan dan kesewenang-wenangan aparat kepolisian dalam penegakan hukum.
“Alih-alih melakukan penyelidikan terkait substansi masalah pelanggaran aturan Pemilu tentang netralitas aparat. Polri malah melakukan penangkapan anggota masyarakat yang menyampaikan informasi terkait indikasi pelanggaran Pemilu,” kata Bambang dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (19/1).
Baca Juga:
Sebar Vidio Dugaan Dukungan Forkompinda ke Capres, Pegiat Media Sosial PH Ditangkap Polisi
Palti ditangkap setelah mengunggah rekaman suara yang diduga berisi percakapan yang mengarahkan Kepala Desa di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara (Sumut) menggunakan Dana Desa untuk memenangkan salah satu pasangan calon (Paslon) yang berkontestasi pada Pilpres 2024.
Disebutkan, menilik surat penangkapan yang beredar, proses pelaporan, penyelidikan, dan penyidikan sampai penangkapan yang berlangsung hanya 3 hari dari laporan dan sangat instan, akan memunculkan persepsi negatif, yang semakin menggerus kepercayaan publik pada netralitas kepolisian, dalam Pemilu 2024.
“Informasi yang ditersangkakan kepada Palti adalah bentuk pengawasan masyarakat pada perilaku penyelenggara negara, yang harusnya justru dilindungi undang-undang, bukan malah dibungkam oleh undang-undang,” jelas Bambang.
Baca Juga:
[HOAKS atau FAKTA]: Prabowo Dinonaktifkan dari Jabatan Menhan
Pembungkaman upaya partisipasi masyarakat yang sedang melakukan pengawasan pada aparatur pemerintah dengan UU ITE, kata Bambang, mencederai semangat demokrasi dan menunjukkan aparat negara masih alergi terhadap peran masyarakat yang mengawasinya.
“Pertunjukan arogansi aparat dan potensi abuse of power di ruang-ruang tertutup yang jauh dari pantauan publik ini, adalah puncak gunung es dari problema yang terjadi dalam penegakan hukum,” tandas Bambang.
Sementara itu, Kepolisian membenarkan telah menangkap seorang aktivis media sosial inisial PH. Penangkapan terkait dengan konten yang diduga hoaks, yang berupa rekaman pembicaraan yang mencatut nama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, yang menyatakan dukungannya terhadap pasangan calon nomor urut 02, Prabowo-Gibran, dalam Pilpres 2024.
"Benar, bahwasanya proses penangkapan (PH) telah dilakukan oleh Dirtipidsiber Polri," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Jumat (19/1). (PON)
Baca Juga:
[HOAKS atau FAKTA]: Prabowo Menyesal Pilih Gibran Jadi Cawapres
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Kondisi Kerusakan Rumah usai Ledakan Misterius di Pamulang Tangsel

Kompol Cosmas Ajukan Banding atas Pemecatan buntut Kasus Rantis Brimob

Langkah Langkah Polisi dan TNI Bereskan Situasi Setelah Demo di Berbagai Daerah Rusuh

Polisi Tetapkan 42 Tersangka Demo Rusuh di Surabaya, Hampir Setengahnya Anak-Anak

Polisi Masih Buru Akun Media Sosial yang Sebarkan Provokasi Demo dan Penjarahan

Pengemudi Rantis Tabrak Ojol Affan Kurniawan Hadapi Sidang Etik, Kronologi Penabrakan Diharapkan Terungkap

Pelaku Aksi Anarkis Terbukti Pakai Narkoba sebelum Merusuh saat Demonstrasi, Polisi: Untuk Tambah Motivasi dan Hilangkan Rasa Takut

Polisi Kumpulkan Video Pembakaran Gedung DPRD, Dari CCTV dan Video Warga

Catatan YLBHI Demo 25-31 Agustus: 3.337 Orang Ditangkap, 1.042 Luka-Luka, 10 Meninggal

Kecam Penangkapan Delpedro Marhaen, Amnesty International: Negara Seharusnya Dengarkan Tuntutan Rakyat
