Pemerintah Diminta Tak Sembarangan Keluarkan IUP, DPR Serukan Perang Melawan Mafia Tambang

Presiden RI, Prabowo Subianto, mencabut izin empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat. (Foto: Instagram/greenpeaceid)
Merahputih.com - Pemerintah didesak untuk segera mengevaluasi menyeluruh sistem penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Desakan ini muncul menyusul maraknya aktivitas pertambangan ilegal dan merusak lingkungan di Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang belakangan menjadi sorotan publik.
"Kejadian di Raja Ampat harus menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah agar tidak sembarangan mengeluarkan izin tambang. Pemerintah tidak boleh menjadi 'makelar' yang mengorbankan lingkungan demi kepentingan tambang," tegas Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, Selasa (10/6).
Ia mengingatkan, Raja Ampat adalah surga keanekaragaman hayati, rumah bagi ratusan jenis flora dan fauna endemik, langka, bahkan terancam punah. Aktivitas tambang di wilayah ini bukan hanya menghancurkan ekosistem, tetapi juga mengancam kesejahteraan masyarakat lokal.
"Apa yang digali di sana bukan hanya sumber daya alam, tapi juga harga diri bangsa. Raja Ampat itu untuk dijaga, bukan untuk ditambang," imbuhnya.
Baca juga:
Medsos Heboh JKW Mahakam, Bahlil Bantah Keluarga Jokowi Terlibat Izin Tambang Raja Ampat
Kampanye #SaveRajaAmpat yang viral di media sosial mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk memerintahkan pencabutan IUP empat perusahaan di Raja Ampat. Keempat perusahaan tersebut adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Mereka terbukti melanggar aturan lingkungan, termasuk karena sebagian area tambangnya masuk kawasan geopark. Salah satu perusahaan yang dicabut izinnya, PT ASP, adalah perusahaan penanaman modal asing (PMA) dari China.
Meski demikian, izin PT GAG Nikel yang beroperasi di Pulau Gag tidak dicabut. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa perusahaan tersebut dinilai mematuhi aturan lingkungan dan pengelolaan limbah yang baik sesuai Amdal, meskipun pemerintah akan terus mengawasi operasionalnya.
Baca juga:
Komisi XII DPR Singgung Pemulihan Kawasan setelah Izin 4 Perusahaan Tambang di Raja Ampat Dicabut
Mufti Anam juga menyoroti bahwa pertambangan di pulau-pulau kecil Raja Ampat tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 jo UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang melarang aktivitas tambang di pulau dengan luas kurang dari 2.000 km².
Ia mempertanyakan terbitnya izin tambang di wilayah konservasi seperti Raja Ampat, terlebih beberapa lokasi tambang berdekatan dengan destinasi wisata utama seperti Pulau Piaynemo.
Komisi VI DPR RI berkomitmen untuk terus mengawal isu ini dan memastikan tidak ada kompromi terhadap izin tambang yang melanggar aturan, merusak alam, dan merugikan masyarakat.
"Kami akan terus mengawasi. Jangan sampai ketika sorotan publik mereda, aktivitas tambang dilanjutkan lagi seolah tak ada masalah. Penutupan tambang di Raja Ampat tidak boleh hanya menjadi manuver sesaat," pungkas Mufti.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
3 Pekan Freeport Setop Produksi, 5 Pekerja Masih Terjebak Longsor

Fokus Pencarian Korban, Freeport Hentikan Operasi Tambang Grasberg

Prabowo Perintahkan TNI dan Polri Gelar Operasi Besar Tutup Tambang Ilegal

Bahlil Ultimatum 190 Perusahaan Minerba Bayar Jaminan Reklamasi

Produksi Melebihi Rencana Kerja, 190 Izin Perusahaan Tambang Ditangguhkan

Pencarian 7 Pekerja Tambang Belum Membuahkan Hasil, DPR Desak Freeport Kerahkan Seluruh Upaya Terbaik

Produksi PT Freeport Berkurang Akibat Longsor Lumpur Bijih Basah, 7 Pekerja Masih Dicari

Tambang Nikel di Raja Ampat Kembali Beroperasi, Begini Permintaan Menteri Lingkungan Hidup

4,2 Juta Hektare Lahan Hutan Dijadikan Tambang Ilegal, Mulai 1 September Bakal Ditertibkan

KPK Tetapkan Ketua Kadin Kaltim Donna Faroek sebagai Tersangka
