Pemerintah Bantah bakal Hilangkan Pembatasan dalam PSBB


Petugas melakukan pemeriksaan kendaraan di Pos PSBB Bundaran Cibiru, Kota Bandung. (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)
MerahPutih.com - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan bahwa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) adalah senjata bersama untuk mengendalikan laju, bahkan memutus mata rantai penyebaran virus corona.
Sementara keberhasilan seluruh upaya pengedalian COVID-19 ada pada kesungguhan dan kedisiplinan seluruh stakeholder secara kolektif.
Baca Juga:
Hati-hati, di Negara Ini Tidak Gunakan Masker Didenda Rp800 juta
“Keberhasilan pengendalian COVID-19 sangat bergantung pada kesungguhan dan kedisplinan kita semua yang terus menerus dan tidak terputus sehingga bisa memutus rantai penularan virus corona, serta mengurangi angka positif dan angka kematian,” kata Yurianto kepada wartawan, Sabtu (16/5).
Yurianto mengatakan, beberapa hari terakhir banyak media yang memberitakan penilaian tentang penerapan PSBB di berbagai daerah.
Fokus Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 adalah pelaksanaan PSBB yang efektif di daerah-daerah yang menerapkannya.
Dengan pelaksanaan PSBB, banyak kegiatan masyarakat yang kemudian dibatasi. Ada kegiatan yang sepenuhnya dilarang, ada pula kegiatan yang pelaksanaannya diatur.
Salah satu perangkat pemerintah untuk mengatur pembatasan dalam PSBB adalah Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nomor 4 Tahun 2020.
"Surat Edaran itu untuk mengatur, bukan menghilangkan pembatasan dalam PSBB,” tuturnya.

Yurianto mengatakan, surat edaran tersebut secara tegas menyebutkan siapa saja yang masih bisa melakukan perjalanan sepanjang penerapan PSBB karena keberadaannya masih diperlukan untuk pelayanan percepatan penanganan COVID-19.
Misalnya, bila suatu daerah memerlukan tambahan tenaga sukarelawan, baik medis maupun nonmedis, tenaga dokter spesialis paru, teknisi laboratorium kesehatan, atau tenaga lain yang diperlukan dalam rangka percepatan penanganan COVID-19, maka perjalanannya diberikan pengecualian.
Keperluan pertahanan negara, ketenteraman dan ketertiban masyarakat, pelayanan kesehatan, dan pelayanan kebutuhan dasar juga termasuk yang dikecualikan.
Yurianto mengatakan, pelaksanaan pengecualian itu harus disertai dengan dokumen resmi menyangkut penugasan dari institusi serta pelakunya dalam kondisi sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari institusi kesehatan.
“Surat edaran tersebut harus dimaknai sebagai upaya untuk mengatur, bukan menghilangkan pembatasan,” ujarnya.
Baca Juga:
Pemerintah menyatakan bahwa masih ada penularan virus corona di masyarakat di Indonesia masih bertambah.
Berdasarkan data yang masuk hingga Jumat (15/5) pukul 12.00 WIB, ada 490 kasus baru COVID-19 dalam 24 jam terakhir.
Penambahan itu menyebabkan total ada 16.496 kasus COVID-19 di Indonesia sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020.
Dari 16.496 orang yang dinyatakan positif Covid-19, ada 16.272 orang yang diuji dengan pemeriksaan metode polymerase chain reaction (PCR) dan 224 orang dengan tes cepat molekuler (TCM).
Data yang sama juga menunjukkan bahwa ada penambahan 285 pasien COVID-19 yang sembuh dalam sehari. (Knu)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Ilmuwan China Temukan Virus Corona Kelelawar Baru yang Sama dengan COVID-19, Disebut Dapat Menular ke Manusia Lewat

COVID-19 di Tiongkok Meninggi, 164 Orang Meninggal dalam Sebulan

Jokowi Berencana Akhiri PSBB dan PPKM Akhir Tahun Ini
