Paus Leo XIV Tahbiskan Carlo Acutis sebagai Santo, ‘Influencer Tuhan’ Panutan Anak Muda Zaman Ini


Carlo Acutis dikanonisasi sebagai Santo.(foto: Instagram @carloacutis.worldwide)
MERAHPUTIH.COM — PAUS Leo XIV menyatakan Carlo Acutis, seorang remaja berusia 15 tahun yang jenius komputer, sebagai santo milenial pertama gereja Katolik, pekan lalu. Dengan pentahbisan itu, generasi muda Katolik kini memiliki sosok panutan yang dekat dengan kehidupan mereka, seorang anak muda yang menggunakan teknologi untuk menyebarkan iman dan dijuluki ‘Influencer Tuhan’.
Paus Leo menganonisasi Acutis, yang wafat pada 2006, dalam sebuah misa terbuka di Lapangan Santo Petrus yang dihadiri sekitar 80.000 orang. Banyak di antara yang hadir ialah pasangan muda dengan anak kecil dan kaum milenial. Pada misa kanonisasi pertama padamasa kepausannya itu, Paus Leo juga mengangkat menjadi santo tokoh Italia lain nan populer yang juga meninggal muda, Pier Giorgio Frassati.
Leo mengatakan keduanya menciptakan mahakarya dalam hidup mereka dengan mendedikasikan diri kepada Tuhan. “Risiko terbesar dalam hidup ialah menyia-siakannya di luar rencana Tuhan,” kata Leo dalam homilinya, dikutip BBC.
Para santo baru ini, lanjutnya, menjadi undangan bagi semua umat Katolik, terutama kaum muda, agar tidak menyia-nyiakan hidup, tetapi mengarahkannya ke atas dan menjadikannya sebuah mahakarya.
Baca juga:
Madonna Desak Paus Leo Datangi Gaza: Hentikan Perang dan Penderitaan Anak Kecil Tak Berdosa
Carlo Acutis lahir di London pada 3 Mei 1991 dari keluarga kaya, meskipun tidak terlalu taat beragama. Tidak lama setelah kelahirannya, keluarga itu pindah ke Milan. Carlo menikmati masa kecil yang bahagia dan normal, meskipun semakin lama ia menunjukkan devosi religius nan mendalam.
Carlo sangat tertarik pada ilmu komputer dan sudah membaca buku-buku tingkat universitas tentang pemrograman sejak kecil. Ia mendapat julukan ‘Influencer Tuhan’ berkat warisan utamanya di bidang teknologi: sebuah situs multibahasa yang mendokumentasikan mukjizat Ekaristi yang diakui gereja. Proyek itu ia selesaikan pada masa ketika pembuatan situs web masih dianggap ranah para profesional.
Ia dikenal menghabiskan waktu berjam-jam berdoa di hadapan Sakramen Mahakudus setiap hari. Hierarki Katolik sendiri tengah berusaha mendorong praktik adorasi Ekaristi. Alasannya, menurut survei, sebagian besar umat Katolik tidak lagi percaya bahwa Kristus hadir secara nyata dalam hosti Ekaristi.
Namun, Carlo membatasi dirinya hanya bermain gim selama satu jam per minggu. Ia tampaknya sejak dini sudah memutuskan, jauh sebelum era TikTok, bahwa hubungan manusia jauh lebih penting daripada dunia virtual. Disiplin dan pengendalian diri itu sangat diapresiasi hierarki Katolik yang kerap memperingatkan bahaya dari masyarakat modern yang digerakkan teknologi.
Pada Oktober 2006, di usia 15 tahun, Carlo jatuh sakit dan segera didiagnosis menderita leukemia akut. Beberapa hari kemudian ia wafat. Ia dimakamkan di Assisi, kota yang identik dengan santo populer lain, Santo Fransiskus.
Sejak kematiannya, jutaan anak muda Katolik berziarah ke Assisi, tempat mereka bisa melihat Carlo berbaring dalam peti kaca, mengenakan celana jeans, sepatu Nike, dan sweatshirt. Ia tampak seolah sedang tidur. Banyak yang bertanya-tanya mengapa jasadnya tetap begitu terawetkan, bahkan sebagian dari hatinya telah dibawa berkeliling dunia sebagai relikui.
Kedua upacara kanonisasi itu sebenarnya dijadwalkan awal tahun ini, tetapi ditunda setelah Paus Fransiskus wafat pada April lalu. Fransiskus sangat mendukung proses kanonisasi Carlo, karena yakin gereja membutuhkan sosok seperti dia untuk menarik kaum muda sekaligus menanggapi janji dan tantangan zaman digital.
“Rasanya meski saya tidak bisa sehebat Carlo, saya bisa meneladani dia dengan bertanya: ‘Apa yang akan Carlo lakukan?’” kata Leo Kowalsky, siswa kelas 8 di sebuah sekolah Katolik di Chicago yang berada di bawah Paroki Beato Carlo Acutis.
Popularitas Carlo juga tak lepas dari kampanye terencana Vatikan untuk menghadirkan santo ramah bagi generasi muda. Ia digambarkan sebagai sosok yang biasa saja tetapi melakukan hal luar biasa dalam hidupnya. Dalam diri Carlo, mereka menemukan figur milenial melek teknologi yang sangat bisa mereka hubungkan. Milenial sendiri ialah istilah untuk orang yang lahir antara 1981 hingga 1996, generasi pertama yang memasuki usia dewasa di era milenium baru.
Matthew Schmalz, profesor studi agama di Holy Cross College, Worcester, Massachusetts, mengatakan kanonisasi Carlo memperluas tradisi kesalehan populer gereja ke era digital.
“Ia menjadi lambang atau teladan bagaimana umat Katolik seharusnya mendekati dan menggunakan dunia digital, dengan disiplin dan fokus pada spiritualitas Katolik tradisional yang abadi. Ia merupakan santo baru kesederhanaan untuk lanskap digital kontemporer yang semakin kompleks,” tutupnya.(dwi)
Baca juga:
Al Pacino Jadi Aktor Pertama yang Bertemu Paus Leo XIV dalam Pertemuan Khusus
Bagikan
Berita Terkait
Paus Leo XIV Tahbiskan Carlo Acutis sebagai Santo, ‘Influencer Tuhan’ Panutan Anak Muda Zaman Ini

Madonna Desak Paus Leo Datangi Gaza: Hentikan Perang dan Penderitaan Anak Kecil Tak Berdosa

Israel Hancurkan Gereja Katolik di Gaza, Paus Leo XIV Tegur Netanyahu

Kemenlu Kecam Serangan Israel ke Gereja Katolik Palestina, Merusak Nilai Kemanusiaan dan Kesucian

Soal Pengangguhan Penahanan 7 Tersangka Persekusi Cidahu, Marinus Gea Sebut Kementerian HAM Kirim Sinyal Negara Lindungi Pelaku

Al Pacino Jadi Aktor Pertama yang Bertemu Paus Leo XIV dalam Pertemuan Khusus

Paus Leo XIV Hubungi Putin, Minta Segera Berdamai Dengan Ukraina

Sakit Lihat Derita Anak-Anak Gaza, Paus Leo Ketuk Hati Israel Akhiri Pengepungan

Paus Leo XIV dan Zelenskyy Bahas Perdamaian Ukraina-Rusia setelah Misa Perdana, Berharap Gereja Bisa Jadi Simbol Persatuan

Jabat Tangan Paus Leo XIV, Cak Imin: Simbol Persahabatan dan Komitmen Kemanusiaan
