Kritis saat Membeli Produk Ramah Lingkungan


Menggunakan teknik greenwashing untuk menarik perhatian konsumen. (Foto: Unsplash/Priscilla Du Preez)
BERBAGAI ajakan membeli produk ramah lingkungan sudah mulai diterapkan masyarakat demi terciptanya lingkungan yang lebih baik. Penggunaan tote bag, gelas kopi silikon, sedotan alumunium, hingga menstrual cup. Meski begitu, kita harus tetap kritis dan skeptis sebelum membeli produk atau jasa yang diklaim sebagai produk ramah lingkungan.
“Kita sebagai konsumen harus betul-betul kritis sebelum melakukan pembelian, apakah produk barang dan jasa yang kita akan beli ini betul-betul ramah lingkungan atau greenwashing belaka,” ujar pegiat lingkungan hidup Teguh Handoko, dikutip ANTARA.
Greenwashing merupakan istilah dalam strategi komunikasi atau pemasaran yang memberikan citra ramah lingkungan, baik dari segi produk, nilai, maupun tujuan perusahaan tanpa benar-benar melakukan kegiatan yang berdampak bagi kelestarian lingkungan.
Dengan bertumbuhnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan produk ramah lingkungan, banyak produk yang mengklaim diri ramah lingkungan. Sebagai pendukung, tak sedikit produk yang mencantumkan label atau tanda bahwa produk mereka dapat didaur ulang serta ramah lingkungan.
Baca juga:

“Jangan sampai kita tertipu, lakukan riset kecil seperti pengecekan di Google. Jangan lantas percaya pada logo atau emblem yang tercantum pada produk tersebut,” ujar Teguh.
Teguh menyarankan agar konsumen memeriksa produk atau jasa yang hendak dibeli melalui laman resmi atau mencari rekomendasi lainnya di Google. Hal itu penting dilakukan mengingat sejumlah kasus yang terjadi di luar negeri terkait dengan perusahaan yang mengklaim produk barang dan jasa mereka sebagai ramah lingkungan. Nyatanya, malah greenwashing.
Beberapa waktu lalu, aktivis iklim Greta Thunberg menyebut sejumlah perusahaan terkemuka, khususnya industri fesyen dan pangan, menggunakan strategi greenwashing untuk mengambil simpati para konsumen.
Baca juga:

“Banyak yang membuat seolah-olah industri mulai mengambil tanggung jawab dengan menghabiskan jumlah fantastis pada kampanye. Mereka menggambarkan diri sebagai berkelanjutan, etis, hijau, netral iklim, dan adil. Namun, mari kita perjelas, itu hampir tidak pernah sungguh-sungguh ada selain murni greenwashing,” kata Thunberg.
Di sisi lain, kepala seleksi dan penasihat DBS Private Bank John Ng mencoba mendefinisikan greenwashing sebagai representasi keliru yang mencoba memanfaatkan meningkatnya minat konsumen pada sebuah produk. (and)
Baca juga:
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
Wondherland 2025: Fashion & Fragrance Festival dengan Pengalaman Belanja Paling Personal

Hai Anak Muda, Hipertensi Mengicarmu! Begini Cara Mengatasinya

4 Alasan Kenapa Harus Konsumsi Keju

Amazfit Rilis Active 2, Smartwatch Premium untuk Gaya Hidup Aktif, Intip nih Fitur Unggulannya

Anak Kapolda Kalsel Kerap Pamer Jet Pribadi dan Uang Jajan Miliaran, DPR: Memalukan

Vespa Hadirkan Pop-up Store di Pacific Place Mall Jakarta, Gabungkan Dunia Luxury Fashion dan Lifestyle

Sambut Tahun Baru dengan Mencoba 'No Buy Challenge'

Tak lagi YOLO Gen Z kini Beralih ke YONO

Masuki Umur 4 Dekade, VIVERE Berikan Kualitas Terbaik untuk Furnitur Indonesia
MR.DIY Hadirkan Flagship Store Pertama, Interiornya Eye Catchy Berkat Instalasi Seni Karya Wulang Sunu
