Menyelami Makna Waktu dalam Pameran 'Transitory Nature of Earthly Joy' di Museum Tumurun


Pameran Transitory Nature of Earthly Joy yang digelar Museum Tumurun Surakarta.(foto: Dok Museum Tumurun)
MERAHPUTIH.COM - TANAH tak melulu tampil dalam satu bentuk. Dalam karyanya, seniman Albert Yonathan Setyawan menyoroti gagasan tentang transisi, transformasi, ketidakkekalan, dan materialitas tanah liat. Dalam pameran Transitory Nature of Earthly Joy yang digelar Museum Tumurun Surakarta, Albert menampilkan sembilan karya instalasi yang berpangkal pada olah kreatif tanah liat mentah, tanah kompos, benih, tanaman, dan bahan organik.
Melalui karyanya ini, Albert mencoba bermain dengan gagasan yang tidak umum bahwa seni keramik tidak selalu mesti menonjolkan tentang bentuk akhirnya. Lewat karya ini, kata Albert, ia ingin membawa penikmat seninya menyelami sebuah makna tentang waktu.
“Bagaimana menghasilkan karya seni yang sebetulnya tidak statis, berkembang bergerak terus. Nah, proses bergerak dan berkembang itu kemudian berkaitan dengan waktu. Jadi waktu itu direkam dengan karya ini. Itu yang saya inginkan,” katanya dari siaran langsung Zoom, Jumat (7/6).
Albert mengatakan ia ingin membiarkan bahan utama penyusun karya-karyanya ini menunjukkan kerja waktu, menunjukan perubahan-perubahan. Proses pengaryaan ini membuatnya meminimalkan intervensi atas bentuk akhir karyanya.
Baca juga:
Pameran Deposito Hadir untuk Tingkatkan Kepercayaan Terhadap Investasi
”Sebagian benih dan tanaman mungkin akan terus tumbuh dan terus berubah bentuk, sedangkan sebagian yang lain mungkin akan mati dan membusuk, sehingga kondisi objek akan berubah secara bertahap selama pameran yang akan berlangsung selama enam bulan,” katanya.
Dalam kesempatan tur, sembilan karya Albert ditampilkan dalam kotak kaca. Tampak karya yang berbahan tanah liat tersebut diselingi tanaman hasil kreativitas Albert.
Beberapa bentuk karyanya termotivasi dari pengalaman personalnya. Karya tanah liat menyerupai replika guci abu jenazah itu mengingatkannya tentang waktu kehilangan.
“Ibu saya meninggal ketika saya masih muda. Ibu saya meninggal ketika saya kuliah semester 1 pada 2023. Saya ingat sekali ketika dia meninggal dia ada di depan saya. Pengalaman itu punya peran bagi saya sendiri. Saya jadi bertanya-tanya gitu, ke mana ya nyawa orang meninggal. Semudah itu meninggalkan tubuh dan tubuh jadi kaku. Saya ambil pengalaman itu yang sebetulnya menjadikan saya berkarya mencari makna antara saya dan ibu saya,” katanya.
Ada pula instalasi karya tanah liat Albert yang menyerupai altar persembahan masyarakat Tionghoa. Karya itu terinspiras pengalamnnya melihat aktivitas sang nenek.
”Benda-benda ini dipercaya orang Tionghoa, kalau orang meninggal, mereka percaya orang-orang meninggal itu tidak benar-benar hilang,” katanya.(ayu)
Baca juga:
'Biang Kerok: Pameran Arsip Benyamin Suaeb' Hidupkan Kembali Karya-Karya Bang Ben
Baca juga:
3 Folklor Irlandia Eksis di Pameran 'Irish Legends Through Indonesian Eyes'
Bagikan
Tika Ayu
Berita Terkait
Ruang Seni Portabel Pertama Hadir di Sudirman, Buka dengan Pameran ‘Dentuman Alam’
ArtMoments Jakarta 2025 Tampilkan 600 Seniman dan 57 Galeri, Angkat Tema 'Restoration'

Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres

ARTSUBS 2025 Hadirkan Ragam Material dan Teknologi dalam Ruang Seni yang Lentur

Emte Rilis ‘Life As I Know It’, Rayakan Kesendirian lewat Pameran Tunggal

Lukisan, Harapan, dan Kebaikan: Ekspresi Tulus Pelukis Gadis Dharsono di Pameran 'Joy in Color'
Transformasi ArtMoments Jakarta: Pameran Seni 2025 Usung Tema 'Restoration'

Pameran ‘PARALLELS’ di Ubud Art Ground Tampilkan Warisan Seni dalam Perspektif Kontemporer

Pameran ART SURA 2025 Bakal Tampilkan 172 Seniman dan 236 Karya Seni

Museum MACAN Gelar Pameran “GORENGAN Bureau”, Karya Adi Sundoro yang Penuh Edukasi
