Marak Kasus Kebocoran Data Pribadi, CISSReC: Kan Ngeri Tiba-Tiba Didatangi Densus
Ilustrasi (Foto: Pixabay/b_a)
MerahPutih.com - Kebocoran data pribadi kembali bikin geger masyarakat Indonesia. Kebocoran data itu tak hanya menimpa sejumlah perusahaan. Bahkan, instansi negara seperti Polri pun jadi mengalami kebocoran data yang diduga disebabkan peretasan.
Yang paling baru dan masih terlintas dalam ingatan adalah bagaimana sejumlah data pribadi anggota Polri dibobol. Tak hanya data pribadi, sejumlah data pelanggaran dan sanksi anggota polri tersebut juga dibeberkan.
Baca Juga:
Peretas Kacaukan Rantai Pasokan Vaksin COVID-19, Apa Motifnya?
Chairman Lembaga Riset Siber Indonesia Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha menekankan bahwa berbagai peristiwa pembobolan data telah menunjukkan Indonesia sangat membutuhkan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi.
Tujuannya tentu untuk menjamin keamanan masyarakat Indonesia dan dan hak untuk memperoleh keadilan, serta pertanggungjawaban, dari kasus-kasus kebocoran data pribadi.
"'Kan ngeri kalau kita tiba-tiba didatangi oleh Densus, dibilang kita teroris, padahal kita tidak melakukan apa-apa," ucapnya ketika memberikan paparan materi pada seminar bertajuk Urgensi RUU Perlindungan Data Pribadi dan Kaitannya dengan Peristiwa Kebocoran Data BPJS yang dipantau dari Jakarta, Minggu (21/11).
Yang lebih mengkhawatirkan adalah para pelaku terorisme dapat menggunakan data pribadi warga negara Indonesia yang bocor untuk menambah keanggotaan organisasi teroris.
"Saya juga diskusi dengan beberapa kawan di DPR, ada tren data yang bocor, yaitu KTP dan KK, digunakan (oleh kelompok teroris) untuk mendaftarkan orang ke orang teroris," kata Pratama Persadha.
Baca Juga:
Terdapat 'Celah' Pada Tiktok yang Bisa dimanfaatkan oleh Peretas
Sebelumnya, beberapa modus penyalahgunaan data pribadi yang sering dialami oleh korban kebocoran data adalah menerima berbagai pesan singkat berisikan tautan. Melalui tautan tersebut, pelaku pencurian data pribadi dapat melakukan phishing atau pengelabuan terhadap korban untuk memperoleh data pribadi yang sensitif, seperti kata sandi atau PIN kartu kredit.
Dengan modus tersebut, pelaku kejahatan dapat menguras seluruh tabungan dalam rekening korban maupun simpanan uang yang berada di dompet digital milik korban.
Baca Juga:
Akan tetapi, modus yang kini mulai menjadi tren mengalami perkembangan sehingga tidak hanya menimbulkan kerugian finansial bagi korban yang mengalami pencurian data, tetapi juga mengecoh Densus 88 Antiteror ketika menangani kasus terorisme.
"Jadi, kemarin Densus menggerebek teroris, ada list-nya banyak, ada KTP-nya banyak. Akan tetapi, setelah dicek, ternyata KTP yang digunakan adalah KTP orang lain (yang tidak memiliki afiliasi dengan jaringan terorisme)," ujar Pratama. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Naveed Akram, Pelaku Penembakan di Pantai Bondi, Australia, Didakwa atas 15 Pembunuhan
12 Orang Meninggal Akibat Penembakan di Pantai Bondi Australia
Presiden AS Trump Tetapkan Ikhwanul Muslimin Organisasi Teroris Global
Kecanduan dan Broken Home, Paket Kombo Anak Rawan Direkrut Jaringan Teroris
Pakar Ungkap Dua Kunci Kerentanan Anak di Ruang Digital yang Bisa Dimanfaatkan Jaringan Terorisme
Polisi Dalami Pola Perekrutan Anak di Game Online Buat Aksi Terorisme
Polisi Bongkar Sindikat Teroris ‘ISIS’ Perekrut Anak-Anak, Lakukan Propaganda via Gim Online sampai Medsos
110 Anak Diduga Direkrut Teroris, Gunakan Video Pendek, Animasi, Meme, dan Musik Propaganda
Densus 88 Ungkap Fakta Baru Kasus Ledakan SMAN 72, Pelaku Kerap Akses Situs Darknet
Astaga! Isi Rumah Siswa Terduga Pelaku Ledakan SMAN 72 Bikin Merinding, Ada Serbuk yang Diduga Jadi 'Kunci' Balas Dendam Perundungan