Lestarikan Caping Kalo lewat Tari ‘Cahya Nojorono’


Nojorono Kudus andil dalam pelestarian caping kalo.(foto: Dok Nojorono Kudus)
MERAHPUTIH.COM - SEBELUM Kudus dikenal sebagai pusat produksi rokok kretek, Kudus punya budaya caping kalo. Sayangnya, budaya ini mulai tergerus zaman.
Caping kalo merupakan penutup kepala para perempuan yang menjadi bagian busana adat Kudus. Sebagai ornamen busana adat, caping kalo digunakan hanya pada momen tertentu, seperti pada peringatan hari jadi Kota Kudus, agenda pariwisata, atau dalam pertunjukan tari.
Penggunaan yang semakin ditinggalkan, membuat caping kalo terancam punah. Saat ini tercatat hanya tersisa dua orang perajin caping kalo masih berproduksi.
Baca juga:
Denny Wirawan Hadirkan Koleksi Batik Kudus di 'Sandyakala Smara'
Dalam upaya pelestarian caping kalo, produsen rokok Nojorono Kudus berupaya mengembalikan popularitasnya melalui tarian. Dengan menggandeng maestro tari Tanah Air Didik Ninik Thowok, Nojorono menginisiasi kreasi tari Cahya Nojorono. Tarian ini dikemas apik, memadukan nilai budaya Kudus dengan warisan nilai Nojorono Kudus.
Tari Cahya Nojorono ditampilkan secara apik, disempurnakan dengan kehadiran caping kalo yang tak sekadar mempercantik tarian, tapi juga mempertegas identitas warisan budaya khas Kudus. Tarian kreasi ini dikemas dalam tiga segmen, menjadikannya sebagai tarian yang sarat makna filosofis di dalamnya.
Penari yang terlibat dalam koreografi tari Cahya Nojorono merupakan karyawan Nojorono Kudus yang digembleng langsung oleh sang maestro tari Didik Ninik Thowok. Bentuk formasi yang terdiri dari 3 dan 2 penari yang menandakan tahun berdirinya Nojorono Kudus yakni1932 dan diakhiri dengan formasi penari akhir yang terdiri dari 14 dan 10 penari. Jumlah itu mewakili tanggal dan bulan pengukuhan Nojorono Kudus, yakni 14 Oktober.
Salah seorang penari, Robertus Ipong Sumantri, mengatakan mayoritas penari terbilang pemula, audisi digelar dan dinilai langsung kelayakannya oleh maestro tari kita. Tuntutan bergerak gemulai dan indah dalam koreografi yang penuh makna filosofis Nojorono Kudus menjadi tantangan besar bagi setiap penari. “Kami dilatih keras oleh Mas Didik, mengulang setiap gerakan puluhan
bahkan ratusan kali, tentunya latihan ini memberikan pengalaman berharga yang tak akan terlupakan bagi setiap kami, " katanya dalam keterangan resmi yang diterima Merahputih.com.
Direktur PT Nojorono Tobacco International Arief Goenadibrata mengatakan Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan budaya. Tanggung jawab kita bersama untuk terus menjaga kelestariannya. “Nojorono Kudus berkomitmen untuk memberdayakan siapa pun yang ingin mempelajari warisan sejarah khas Kudus, yaitu caping kalo. Kami berharap tari Cahya Nojorono ini dapat dinikmati menjadi suatu mahakarya indah dan dapat ditampilkan sebagai sumbangsih peran Nojorono dalam pelestarian budaya Indonesia,” tutupnya.(*)
Bagikan
Berita Terkait
Berkiprah di Korea, Miyu Pranoto Harumkan Nama Indonesia Lewat Dunia Tari

Festival Solo Menari 2025: Angkat Tema Alam Lewat Ratusan Penari Daun

Selama 24 Jam 1.500 Orang Menari di Solo, Ada Perwakilan Dari Thailand dan Malaysia

Tari Ma'randing dari Sulawesi Selatan, Prosesi Pengantar Menuju Pemulasaraan

Etoile Dnace Center Persembahkan 'Full Length Ballet - Le Corsaire Jakarta' Karya Lisa Macuja Elizalde, Pertunjukan Digelar 2 Hari
Padepokan Seni Alang-Alang Kumitir Unjuk Gigi di Galeri Indonesia Kaya

Tari Lenso dari Maluku, Seni Peninggalan Penjajah sebagai Perekat Persaudaraan

Tari 'Tolire Ma Jojoho' Memukau Para Pengunjung Galeri Indonesia Kaya

Tidi lo Polopalo, Seni Tari Sarat Makna dari Gorontalo

Kudus Fashion Week 2024 Tonjolkan Caping Kalo sebagai Ikon Budaya Daerah
