LBH Minta Pemerintah tak Bebankan Biaya Warga Periksa Tes COVID-19
Ilustrasi. Foto: ANTARA
MerahPutih.com - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat Ricky Gunawan meminta kegaiatan tes massal corona digratiskan saja. Ricky khawatir, jika dipatok harga, tak bisa semua masyarakat memeriksakan dirinya terutama warga berpengahasilan rendah.
"Dengan membebankan biaya kepada masyarakat akan membuat hanya orang-orang yang memiliki cukup uang yang dapat memilih untuk menjalankan tes ini," jelas Ricky dalam keterangannya, Minggu (22/3).
Baca Juga
RSUD dr Moewardi Rawat 3 Pasien Positif COVID-19, Pinsar Kirim 2000 Telur Ayam
Menurut Ricky, pemerintah perlu memperjelas mekanisme dan efektivitas tes massal dan tidak membebankan biayanya kepada rakyat.
"Pemerintah tidak boleh menggunakan tes kit yang belum teruji validitasnya dalam menguji warga,"jelas dia.
Selain itu, pemerintah juga harus memprioritaskan pemeriksaan bagi orang yang pernah terpapar atau berinteraksi dengan pasien positif.
Pelayanan pemeriksaan di fasilitas kesehatan perlu mendahulukan kelompok yang rentan terkena infeksi, seperti warga yang berusia lanjut dan memiliki riwayat gangguan pernafasan, termasuk asma.
"Implementasi tes massal hanya akan efektif jika dibarengi dengan keseriusan melakukan penelusuran riwayat kontak dan perjalanan dari orang yang dinyatakan positif COVID-19," terang Ricky.
Lalu, keterlambatan identifikasi membuat penanganan terhadap korban corona lambat atau mengakibatkan kemungkinan sembuh hilang.
Baca Juga
Ratusan Ribu Kit Alat Uji Corona dari Tiongkok Bakal Langsung Digunakan
Menurut Ricky, kelambatan identifikasi juga menyebabkan korban tetap bepergian dan berinteraksi dengan banyak orang karena tidak mengetahui sudah terjangkit virus.
"Akibatnya seluruh rancangan untuk memperlambat penyebaran virus dan menurunkan angka yang tertular akan gagal," kata dia.
Ia menjelaskan kebijakan Kemenkes yang mengatur hasil pemeriksaan hanya dapat dikeluarkan oleh laboratorium tunggal telah menyulitkan identifikasi dan berpotensi menyembunyikan magnitude tingkat keseriusan persoalan.
Semakin banyak ditemukan pengungkapan kasus terjangkit Covid-19 setelah korban meninggal.
"Keterlambatan identifikasi ini membuat penanganan terhadap korban lambat atau bahkan tidak ada dan mengakibatkan kemungkinan sembuh hilang," terang Ricky.
Ia juga berpandangan soal kebijakan pembatasan aktivitas sosial visa gagal melihat kebutuhan banyak orang akan makanan dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan lainnya.
Ia mencontohkan, banyak orang yang hidupnya bergantung dari kerja harian di luar rumah seperti pengemudi ojek, transportasi hingga pedagang.
"Tanpa bantuan makanan dan penghasilan dari pemerintah, menyuruh mereka tidak keluar rumah sama dengan membiarkan mereka perlahan-lahan mati kelaparan," kata Ricky.
Ia menambahkan, sosialisasi dan edukasi mengenai risiko penularan virus corona dan kebijakan pemerintah terkait jarak sosial (sosial distancing) belum optimal dilakukan oleh perangkat pemerintah baik pusat maupun daerah.
Pelibatan publik seperti dunia kampus, tokoh agama, budayawan, dan sebagainya di berbagai wilayah dalam memerangi risiko penularan virus corona juga masih minim.
"Hasilnya, belum semua warga mendapatkan informasi yang memadai. Kebijakan pemerintah tidak efektif dilaksanakan di masyarakat dan berisiko memperluas penyebaran virus corona," jelas Ricky.
Ricky mendesak Pemerintah Pusat memastikan ketersediaan seluruh alat pelindung diri (APD) dan fasilitas yang dibutuhkan bagi para tenaga kesehatan (dokter dan perawat), dan tenaga administrasi.
Baca Juga
APD bagi tenaga medis adalah upaya menjamin perlindungan bagi keselamatan mereka.
"Ketersediaan APD bagi para dokter dan perawat yang bekerja bersifat absolut dan tidak dapat ditolerir," terang dia.
Ia juga berharap, jika karantina zonasi ditetapkan, pemerintah perlu memastikan ketersediaan pasokan logistik dan transportasi.
"Otoritas juga perlu menjamin mobilitas untuk petugas medis dan profesi lain yang dibutuhkan banyak orang, termasuk jurnalis yang bekerja guna memastikan agar publik tetap mendapatkan informasi yang terpercaya dan akurat," tutup Ricky. (Knu)
Bagikan
Berita Terkait
Ilmuwan China Temukan Virus Corona Kelelawar Baru yang Sama dengan COVID-19, Disebut Dapat Menular ke Manusia Lewat
COVID-19 di Tiongkok Meninggi, 164 Orang Meninggal dalam Sebulan