KontraS Sebut Prosedur Pemanggilan Prajurit TNI Berdampak Negatif


Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa (dua kiri) berbincang dengan Kepala Staf TNI AL Laksamana Yudo Margono (kiri). ANTARA FOTO/Galih Pradipta
MerahPutih.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti prosedur pemanggilan prajurit TNI oleh aparat penegak hukum.
Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar menilai, Surat Telegram TNI tentu seolah memberikan keistimewaan bagi aparat TNI agar kebal terhadap proses hukum yang berlaku.
"Lahirnya peraturan baru ini terkesan semakin menunjukkan upaya perlindungan dari kesatuan terhadap anggotanya dan menebalkan impunitas di tubuh TNI," jata Rivanlee kepada wartawan, Rabu (24/11).
Baca Juga:
Reaksi Panglima TNI Ada Mobil Pelat Dinas Saat Arteria Cekcok dengan 'Anak Jenderal'
Rivanlee menambahkan, surat telegram ini dianggap bisa dengan mudahnya melakukan berbagai pelanggaran karena merasa bahwa seolah mereka kebal hukum.
"Adapun surat telegram tersebut juga akan menjadi preseden buruk, sebab institusi lain akan melakukan hal serupa untuk lari dari pertanggungjawaban hukum," jelas Rivanlee.
Ia juga menilai bahwa surat telegram TNI ini juga inkonstitusional sebab melanggar prinsip equality before the law sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945.
Rivanlee meyakini, penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan ataupun KPK akan mengalami kesulitan dalam mengusut tuntas pelanggaran yang dilakukan oleh aparat. Sebab memiliki berbagai keterbatasan dalam substansi surat telegram tersebut.
"Semisal dalam hal melakukan pemanggilan dalam suatu proses hukum, penegak hukum harus melalui dan berkoordinasi dengan komandan/kepala satuan TNI terkait," jelas dia.
Baca Juga:
Respons KPK Soal Telegram Panglima TNI
Ia meyakini, penambahan prosedural tersebut tentu menjadikan mekanisme hukum semakin berbelit sehingga berimplikasi pada lemahnya penegakan hukum materiil.
"Belum lagi kultur atasan yang seringkali melindungi bawahannya apabila melakukan pelanggaran," tutur Rivanlee.
Rivanelee berharap, Presiden Joko Widodo dan DPR RI segera melakukan reformasi peradilan militer dengan melakukan revisi atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
"Sehingga bagi prajurit TNI yang melakukan tindak pidana dapat diproses dan disuru melalui mekanisme peradilan pidana umum," harapnya.
Sekadar informasi, aparat penegak hukum Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kejaksaan kini tak bisa sembarangan memanggil prajurit TNI untuk dimintai keterangan terkait sebuah perkara.
Dalam aturan baru, pemanggilan prajurit TNI yang tersandung permasalahan hukum oleh kepolisian harus melalui komandan atau kepala satuan.
Tata cara baru tersebut berdasarkan Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/1221/2021 mengenai prosedur pemanggilan prajurit TNI oleh aparat penegak hukum. (Knu)
Baca Juga:
Panglima TNI Klaim Prosedur Pemanggilan Prajurit Bukan untuk Hambat Pemeriksaan
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Langkah Langkah Polisi dan TNI Bereskan Situasi Setelah Demo di Berbagai Daerah Rusuh

TNI Tegaskan Masa Pembakaran dan Pejarahan Saat Demo Cukup Terlatih dan Terorganisasi

TNI Merasa Jadi Sasaran Hoaks dan Adu Domba, Pastikan Solid bersama Polri Jaga Stabilitas Keamanan Nasional

Bantahan TNI Terkait 5 Kabar Yang Tuduh Ada Dugaan Keterlibatan TNI Dalam Demo

Perwira BAIS TNI ‘Nyaris’ Diciduk saat Demo Rusuh, Mabes TNI: Lagi Tugas Negara Memonitor Massa dan Pengumpulan Data

Tembak Mati Warga Sipil, Pratu TB Ditahan di Pomdam XVII Cendrawasih

Pastikan Situasi Tetap Aman usai Demo, Kawasan Objek Vital di Solo Dijaga TNI

IPW Apresiasi Langkah Tegas TNI-Polri, Sebut Aspirasi Harus Dilakukan dengan Cara Damai

Beda Saat Tahun 1998, Pam Swakarsa Versi Terkini Dinilai Tidak Akan Mengandung Unsur Politis yang Merugikan Publik

Mabes TNI Minta Warga Aktif Dalam Pam Swakarsa, Efektif Bikin Situasi Kondusif
