Kasus Siswi SMKN 2 Padang Dinilai Bentuk Pelanggaran Konstitusi dan HAM

Andika PratamaAndika Pratama - Senin, 25 Januari 2021
Kasus Siswi SMKN 2 Padang Dinilai Bentuk Pelanggaran Konstitusi dan HAM

Ilustrasi jilbab. Foto: Istimewa

Ukuran:
14
Font:
Audio:

MerahPutih.com - Kasus siswi SMK Negeri 2 Padang nonmuslim yang diminta berjilbab menuai kontroversi di sejumlah media massa dan sosial. Pasalnya, tindakan dari sang kepala sekolah itu dianggap bentuk intoleransi.

Praktisi hukum Petrus Selestinus menilai, Pemerintah dan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat bersama Forkopimda, harus bertanggung jawab atas perlakuan itu.

Baca Juga

[HOAKS atau FAKTA]: Nasi Padang Sumber Penularan COVID-19

"Kebijakan itu, jelas menghalang-halangi anak untuk menikmati budayanya sendiri sekaligus mengekang kebebasan dan HAM siswi yang oleh UU telah diberikan perlindungan," kata Petrus kepada MerahPutih.com di Jakarta, Senin (25/1).

Petrus melanjutkan, kebijakan itu tidak hanya sekedar melanggar perbuatan yang dilarang oleh UU Perlindungan Anak, tetapi juga sudah melanggar Konstitusi dan HAM.

"Ini peristiwa pelanggaran terhadap Hak Anak dan HAM," jelas Petrus.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia ini menambahkan, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim dan jajaran di bawahnya harus ikut bertanggung jawab. Yakni harus memberi perhatian khsusus terhadap Sumatera Barat dalam soal ini, khususnya seluruh Pimpinan Forkopimda di Padang.

"Pemerintah perlu harus berani memproses hukum disamping sanksi administratif," ungkap Petrus.

Praktisi hukum Petrus Selestinus
Praktisi hukum Petrus Selestinus

Petrus berharap, peristiwa ini tak lagi terjadi di Indonesia. Sebab, jika dibiarkan, bisa saja menumbuhkan bibit intoleransi dan radikalisme.

Kasus siswi SMK Negeri 2 Padang nonmuslim yang diminta berjilbab sampai ke telinga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Ia mengecam peristiwa yang disebutnya intoleran ini.

Nadiem menyebut kasus siswi nonmuslim di Padang diminta berjilbab merupakan bentuk intoleransi. Mantan CEO Gojek itu menilai aturan siswi nonmuslim memakai jilbab itu melanggar undang-undang (UU).

"Hal tersebut merupakan bentuk intoleransi atas keberagamaan, sehingga bukan saja melanggar peraturan UU, melainkan juga nilai-nilai Pancasila dan Kebhinekaan," tegas Nadiem dalam video di Instagram, Minggu (24/1).

Nadiem menegaskan pemerintah tidak akan mentolerir guru dan kepala sekolah di Padang yang membuat aturan siswi nonmuslim harus berhijab. Dia mengapresiasi gerak cepat pemda setempat dalam menangani kasus tersebut.

Nadiem meminta pemerintah daerah (pemda) setempat memberikan sanksi tegas ke para pihak yang terlibat di kasus siswi nonmuslim diminta berjilbab.

"Ini agar permasalahan ini menjadi pembelajaran kita bersama ke depannya," ucap Nadiem.

Nadiem menekankan aturan seragam sekolah harus tetap menghormati siswa dalam menjalankan keyakinannya masing-masing. Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 3 ayat 4 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Peserta didik.

Pasal 3 ayat 4 Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa pakaian seragam khas sekolah diatur oleh masing-masing sekolah dengan tetap memperhatikan hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing.

"Maka sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau imbauan kepada peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah," imbuhnya.

Sebagai bentuk tanggapan terkait adanya kasus siswi nonmuslim yang diminta berjilbab di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat, Kemendikbud akan menyiapkan hotline aduan. Gunanya yakni mencegah kasus serupa terulang.

"Kami di Kemendikbud akan terus berupaya untuk mencegah adanya praktik-praktik intoleransi di lingkungan sekolah," sebut Nadiem.

Kasus ini menjadi viral setelah Elianu Hia orang tua sang siswi, mengunggah tayangan live di akun Facebook-nya pada Kamis (21/1). Video itu memperlihatkan adu argumen antara Elianu dan Wakil Kepala SMK Negeri 2 Padang, Zakri Zaini.

Elianu dipanggil pihak sekolah, karena anaknya, Jeni Cahyani Hia, tidak mengenakan jilbab. Jeni tercatat sebagai siswi Kelas X pada Jurusan Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran (OTKP) di sekolah itu. Dia tidak mengenakan jilbab karena bukan muslim.

Akun
Akun Facebook Elianu Hia

Di video itu, Elianu berusaha menjelaskan kalau anaknya nonmuslim sehingga cukup terganggu dengan keharusan mengenakan jilbab. Pihak sekolah yang menerima kehadiran Elianu, menyebut penggunaan jilbab merupakan aturan sekolah.

Sontak polemik siswi nonmuslim diminta berjilbab ini viral dan menjadi perhatian nasional. Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menyebut kasus ini merupakan bentuk intoleransi.

Pada akhirnya Kepala SMKN 2 Padang Rusmadi meminta maaf terkait kisruh siswi nonmuslim diminta berjilbab tersebut. Dia beranggapan selama ini pihaknya tidak pernah memaksa seluruh siswi di SMK tersebut mengenakan hijab.

"Secara keseluruhan, di SMK Negeri 2 Padang, ada 46 anak (siswi) nonmuslim, termasuk Ananda Jeni. Semuanya (kecuali Jeni) mengenakan kerudung seperti teman-temannya yang muslim. Senin sampai Kamis, anak-anak tetap menggunakan kerudung walaupun nonmuslim," kata Rusmadi saat pertemuan dengan wartawan. (Knu)

Baca Juga

Kota Padang Tetapkan Status KLB Virus Corona

#Jilbab
Bagikan

Berita Terkait

Indonesia
Polemik Paskibraka Tanpa Jilbab Harus Jadi Momentum Negara Hilangkan Diskriminasi
Komnas Perempuan menyambut baik koreksi atas kebijakan busana putri dalam pelaksanaan tugas Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka)
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 16 Agustus 2024
Polemik Paskibraka Tanpa Jilbab Harus Jadi Momentum Negara Hilangkan Diskriminasi
Indonesia
Tak Perlu Penyeragaman Paskibraka Berjilbab, BPIP: Kita Ini Bhinneka
Pada tahun-tahun sebelumnya, anggota Paskibraka boleh menggunakan jilbab dalam upacara pengukuhan maupun pengibaran bendera pada tanggal 17 Agustus
Angga Yudha Pratama - Kamis, 15 Agustus 2024
Tak Perlu Penyeragaman Paskibraka Berjilbab, BPIP: Kita Ini Bhinneka
Bagikan