Kasus Asabri, Pakar Sebut Kerugian Negara dalam Perkara Korupsi Harus Faktual

Zulfikar SyZulfikar Sy - Rabu, 05 Januari 2022
Kasus Asabri, Pakar Sebut Kerugian Negara dalam Perkara Korupsi Harus Faktual

Sidang pembacaan vonis kasus korupsi Asabri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (4/1/2022). ANTARA/Desca Lidya Natalia

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi haruslah berdasarkan kerugian faktual. Karena itu, kerugian negara yang dihitung dalam perkara kasus korupsi Asabri harus juga faktual, bukan kerugian potensi. Demikian disampaikan pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakkir.

Dalam konteks ini, Mudzakkir mengapresiasi dissenting opinion anggota majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Mulyono Dwi Purwanto yang berani berpendapat bahwa perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus Asabri sebesar Rp 22 triliun tidak tepat dan tidak terbukti karena penghitungan tidak berdasarkan pada kerugian faktual.

“Kalau dissenting opinion hakim tersebut menilai dan menyimpulkan bahwa perhitungan BPK tersebut tidak mendasarkan kepada kerugiannya faktual atau riil/nyata, dan bisa buktikan kekeliruan metode perhitungan kerugian keuangan negara dalam perkara tipikor, berarti dissenting opinion tersebut dinilai sebagai sikap yang tepat dan sesuai dengan putusan MK,” ujar Mudzakkir kepada wartawan, Rabu (5/1).

Baca Juga:

Hakim Sebut Perhitungan Kerugian Negara Rp 22,788 Triliun Kasus Asabri Tidak Terbukti

Menurut Mudzakkir, hakim harus berani mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah termasuk dalam perkara korupsi. Pasalnya, independensi hakim dijamin oleh konstitusi. Yang terpenting, kata dia, terbukti terdapat kekeliruan dalam metode perhitungan kerugian keuangan negara yang tidak berdasarkan kerugian faktual.

“Kalau menilai ada kekeliruan dalam metode perhitungan dan menyuarakan yang benar adalah benar, yang salah adalah salah meskipun perkara korupsi, sikap dan pandangan independensi hakim atau kemerdekaan dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman, dalam menjalankan amanat Pasal 24 UUD RI 1945,” jelas dia.

Apalagi, kata Mudzakkir, putusan MK sudah menegaskan bahwa kerugian negara dalam perkara korupsi merupakan kerugian negara yang faktual atau nyata, bukan kerugian dalam bentuk potensi.

Diketahui, Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016 mencabut frasa "dapat" dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Putusan MK ini menafsirkan bahwa frasa "dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor harus dibuktikan dengan kerugian keuangan negara yang nyata (actual loss) bukan potensi atau perkiraan kerugian keuangan negara (potential loss).

“Jika hakim tidak mengikuti isi diktum putusan MK, berarti mengabaikan isi diktum putusan MK yang berarti hakim yang bersangkutan menggunakan kekuasaan kehakiman yang tidak sesuai dengan amanat Pasal 24 UUD RI 1945,” pungkas Mudzakkir.

Baca Juga:

Dua Eks Dirut Asabri Divonis 20 Tahun Bui

Sebelumnya, anggota majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Mulyono Dwi Purwanto menilai, perhitungan kerugian negara sebesar Rp 22,788 triliun oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus dugaan korupsi Asabri tidak tepat, tidak terbukti, dan tidak mempunyai dasar. Hal ini disampaikan oleh Hakim Mulyono yang menyatakan dissenting opinion atau berbeda pendapat dalam memutus empat terdakwa kasus Asabri di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (4/1/2022).

“Perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPK tidak punya dasar yang jelas dan tidak memenuhi kerugian negara yang nyata dan pasti sehingga (kerugian) Rp 22 triliun tidak berdasar dan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan,” ujar hakim Mulyono saat membacakan dissenting opinion.

Menurut hakim Mulyono, BPK dan ahli tidak konsisten dan tidak tepat ketika melakukan perhitungan kerugian negara dalam kasus Asabri ini. Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara Rp 22,788 triliun berasal jumlah saldo yang dibeli atau diinvestasikan pada efek (saham) setelah dikurangi penjualan atau redemption saldo 31 Desember 2019, sebelum laporan audit selesai 31 Maret 2021.

Hakim Mulyono meyakini metode yang dipakai adalah total loss yaitu diakui penerimaan dana sebelum audit selesai.

"Reksadana, surat, dan saham-saham masih ada dan menjadi milik PT Asabri dan memiliki nilai atau harga tapi tidak diperhitungkan oleh auditor atau ahli yang dihadirkan di persidangan sehingga tidak konsisten dengan penerimaan atas likuidasi saham setelah 31 Desember 2019, bahkan sampai audit pemeriksaan pada 31 Maret 2021 meski tidak diperhitungkan penjualan sesudah masa akhir pemeriksaan tersebut," jelas hakim Mulyono.

Mulyono menilai, dengan metode penghitungan ahli itu maka saham atau efek tersebut masih memiliki nilai bila dijual atau dilikuidasi reksadananya. Menurutnya, walau pembelian menyimpang tetapi masih menghasilkan dana kas bagi PT Asabri. Dana kas tersebut memang tidak pasti karena harganya berfluktuasi. Karenanya, Hakim Mulyono menilai lebih fair untuk menghitung dana kas dalam kerugian negara tersebut.

"Auditor tidak memperhitungkan itu tapi hanya efek surat berharga yang tidak terjual kembali sebelum 31 Desember 2019 tapi memperhitungkan penerimaan setelah 31 Desember 2018, hal itu menyebabkan perhitungan kerugian negara menjadi tidak tepat, tidak nyata atau tidak pasti nilainya karena tidak dihitung secara riil pembelian yang menyimpang namun mengesahkan penerimaan dananya dari penjualan atau redempt atau likuidasi efek tersebut sampai waktu tertentu," terang Mulyono.

Lebih lanjut, Mulyono mengatakan metode audit yang digunakan untuk menghitung kerugian negara adalah total loss dengan modifikasi yaitu menghitung selisih uang yang dikeluarkan PT Asabri dengan pembelian instrumen investasi berdasarkan aturan hukum yang berlaku dikurangi dengan dana yang kembali dari investasi yang kembali per 31 Desember 2019.

Sejatinya, menurut standar akuntansi di tanggal tertentu, posisi laba atau rugi bersifat unrealized karena belum riil terjual berdasarkan harga perolehan. “Sehingga masih potensi,” pungkas Hakim Mulyono. (Pon)

Baca Juga:

Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Asabri Teddy Tjokro Segera Diadili

#Asabri #Kasus Korupsi
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
Wakilnya Masuk RS Setelah Jadi Tersangka, Walkot Farhan Mau Besuk Tunggu Izin Kejari
Kepada media, Wali Kota Bandung Farhan mengaku terakhir kali bertemu ketika Erwin hendak berangkat umrah beberapa pekan lalu.
Wisnu Cipto - Jumat, 12 Desember 2025
Wakilnya Masuk RS Setelah Jadi Tersangka, Walkot Farhan Mau Besuk Tunggu Izin Kejari
Indonesia
KPK: Bupati Lampung Tengah Gunakan Uang Korupsi untuk Operasional dan Bayar Utang Kampanye
KPK mengungkap total aliran dana Rp 5,75 miliar yang diduga diterima Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya dari fee proyek dan gratifikasi.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 11 Desember 2025
KPK: Bupati Lampung Tengah Gunakan Uang Korupsi untuk Operasional dan Bayar Utang Kampanye
Indonesia
KPK Tetapkan Bupati Lampung Tengah dan Anggota DPRD Riki Hendra Saputra sebagai Tersangka Kasus Korupsi
KPK menetapkan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya dan empat orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan barang/jasa dan gratifikasi.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 11 Desember 2025
KPK Tetapkan Bupati Lampung Tengah dan Anggota DPRD Riki Hendra Saputra sebagai Tersangka Kasus Korupsi
Indonesia
Wakil Wali Kota Bandung Jadi Tersangka Kasus Korupsi, KDM: Ikuti Prosedur Hukum!
Gubernur Jabar KDM merespons penetapan Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, sebagai tersangka korupsi oleh Kejari Bandung. Tegaskan proses hukum harus dihormati.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 11 Desember 2025
Wakil Wali Kota Bandung Jadi Tersangka Kasus Korupsi, KDM: Ikuti Prosedur Hukum!
Indonesia
Terjaring OTT, Bupati Lampung Tengah Diperiksa Intensif di Gedung KPK
Mereka yang ditangkap dalam operasi senyap tersebut saat ini diperiksa intensif oleh tim penyidik di markas antirasuah.
Dwi Astarini - Rabu, 10 Desember 2025
Terjaring OTT, Bupati Lampung Tengah Diperiksa Intensif di Gedung KPK
Indonesia
Nama 5 Hakim yang Akan Sidangkan Kasus Dugaan Korupsi Nadiem Makarim
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menetapkan lima hakim yang akan mengadili terdakwa Nadiem Anwar Makarim
Wisnu Cipto - Rabu, 10 Desember 2025
Nama 5 Hakim yang Akan Sidangkan Kasus Dugaan Korupsi Nadiem Makarim
Indonesia
Wakil Wali Kota Bandung Erwin dan Anggota DPRD Awang Resmi Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa
Kejari Bandung menetapkan Wakil Wali Kota Erwin dan anggota DPRD Awang sebagai tersangka korupsi penyalahgunaan wewenang dalam proyek pengadaan barang dan jasa.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 10 Desember 2025
Wakil Wali Kota Bandung Erwin dan Anggota DPRD Awang Resmi Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa
Indonesia
KPK Temukan Koneksi Len Industri ke Skandal SPBU Pertamina
Per 28 Agustus 2025, KPK menyatakan bahwa penyidikan kasus digitalisasi SPBU telah memasuki tahap akhir
Angga Yudha Pratama - Sabtu, 06 Desember 2025
KPK Temukan Koneksi Len Industri ke Skandal SPBU Pertamina
Indonesia
Tim Penyidik Pulang dari Arab Saudi, KPK Segera Tentukan Tersangka Utama Kasus Korupsi Dana Haji
Tim itu merupakan bagian dari penelusuran KPK atas kasus dugaan korupsi kuota tambahan haji di Kementerian Agama.
Dwi Astarini - Kamis, 04 Desember 2025
Tim Penyidik Pulang dari Arab Saudi, KPK Segera Tentukan Tersangka Utama Kasus Korupsi Dana Haji
Indonesia
Diperiksa KPK, Ridwan Kamil Ngaku tak Pernah Tahu dan Bantah Terima Hasil Korupsi BJB
Dia mengatakan tidak menerima laporan dari ketiga pihak tersebut terkait dengan dana iklan.
Dwi Astarini - Selasa, 02 Desember 2025
Diperiksa KPK, Ridwan Kamil Ngaku tak Pernah Tahu dan Bantah Terima Hasil Korupsi BJB
Bagikan