Insentif COVID-19 Membuka Risiko Korupsi dan Pemborosan
Menteri Sosial Juliari Batubara. (Foto: antara).,
MerahPutih.com - Risiko salah urus, pemborosan, korupsi, dan penipuan dapat lebih mudah terjadi di tengah pandemi COVID-19. Risiko terseut terjai karena pemerintah di seluruh dunia menetapkan kebijakan menekan penyebaran COVID-19 dan memberikan berbagai insentif dengan anggaran yang sangat besar
"Pada saat terjadi kebingungan yang tiba-tiba, meningkatkan risiko tidak mencapai tujuan yang dimaksudkan,” kata Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna dalam webinar Internasional Ensuring Transparency and Accountability in Covid-19 Pandemic: a Multi-Stakeholder Approach/Perspective di Jakarta, Senin (11/1).
Baca Juga:
Risma Sebut Kemensos Gunakan Software agar Penyaluran Bansos Tepat Sasaran
Agung menyebutkan, risiko-risiko tersebut pada faktanya telah terjadi di Indonesia yaitu terdapat pejabat negara menyalahgunakan anggaran yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tengah krisis kesehatan.
"Faktanya saat ini terdapat investigasi yang sedang berlangsung di Indonesia tentang kemungkinan salah alokasi dana bantuan COVID-19 yang cukup besar,” ujarnya.
Peristiwa tersebut, menunjukkan bahwa sistem pengawasan di Indonesia telah berfungsi dengan baik sehingga tindakan korupsi tersebut dapat segera diungkap.
“Dan dengan jelas menunjukkan bahwa audit BPK yang efektif akan mendukung tujuan nasional ini yaitu untuk pemerintahan yang baik,” tegasnya.
Agung mengatakan pandemi COVID-19 memberikan kesempatan bagi Lembaga Pemeriksa Keuangan atau Supreme Audit Institutions (SAI) untuk meningkatkan dan menegaskan perannya sebagai lembaga tata kelola utama.
Ia menegaskan transparansi dan akuntabilitas merupakan dua komponen utama dalam tata kelola yang tidak boleh dikompromikan bahkan selama krisis. Seluruh pemangku kepentingan harus menanamkan nilai tata kelola saat menangani masalah kritisnya.
“BPK menyadari kondisi tersebut dan oleh karena itu sedang melakukan audit komprehensif berbasis risiko,” katanya.
Pihaknya melakukan audit komprehensif berbasis risiko karena merupakan instrumen penting dan strategis dalam rangka memitigasi risiko tinggi yang timbul dalam situasi darurat. Audit komprehensif dilakukan untuk seluruh elemen keuangan negara yang merupakan respons pemerintah pusat dan daerah dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19.
“Kami menggabungkan tujuan dari tiga jenis audit yaitu audit keuangan, kinerja, dan kepatuhan,” ujarnya.
Salah satu program kasys korupsi saat pandemi adalah suap dari program Bantuan Sosial Jabodetabek. Di mana, Menteri Sosial Juliari P. Batubara diduga menerima suap dari program tersebut sebesar Rp10 ribu dari tiap paket bantuan sosial senilai Rp300 ribu. Paling tidak, Juliari menerima suap Rp17 miliar dari program Bansos. (Pon)
Baca Juga:
KPK Minta Risma Perbaiki Basis Data Penerima Bansos
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
[HOAKS atau FAKTA]: Prabowo Kasih Duit Rp 50 Juta untuk Masyarakat yang Butuh Bantuan Jelang Akhir Tahun
[HOAKS atau FAKTA]: Dana Bansos Rp 500 Triliun Dipakai untuk Bayar Buzzer Kampanye Buat Jokowi
Momen BPK Serahkan IHPS I Tahun 2025 Selamatkan Keuangan Negara Sebesar Rp69,21 Triliun
Bermain Judol, Ribuan Penerima Bantuan di Yogyakarta Dihentikan
Transaksi Judol Warga Jakarta di Atas Rp 3 T, Pramono Ancam Coret Ribuan Nama Penerima Bansos
Penyaluran Bantuan Rp 900 Ribu Melalui PT Pos Masih Terkendala, Kemensos Janji Percepat Validasi
Hari Ini BLT Rp 900 Ribu ke 35 Juta Penerima Cair, Begini Cara Ambilnya
Mulai 20 Oktober 2025, Pemerintah Kucurkan BLT Tambahan ke 35 Juta Orang
Penanganan Penyakit Tuberculosis Bakal Contoh Pola Pandemi COVID-19
Menkeu Purbaya Klaim Penyaluran Dana Rp 200 Triliun Berdampak pada Kenaikan Konsumsi Listrik Nasional