Indonesia Berharap Bursa Berjangka Minyak Sawit Hadir Bulan Ini


Janjangan kosong sawit di PT Karya Sawitindo Mas pabrik kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko, Senin (22/8/2022) ANTARA/Ferri.
MerahPutih.com - Kebijakan ekspor minyak sawit atau crude palm oil (CPO) melalui bursa berjangka diharapkan bisa hadir pada bulan Juni 2023.
Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan mengatakan, keberadaan ekspor minyak sawit lewat bursa berjangka akan mempermudah pengusaha, meningkatkan efisiensi dan transparansi, serta pada akhirnya meningkatkan perdagangan Indonesia.
Baca Juga:
Strategi Kemendag Perkuat Perdagangan Berjangka Kelapa Sawit
"Ekspor CPO melalui bursa berjangka yang ditargetkan diluncurkan pada Juni 2023 ini diharapkan dapat menjadi pembentuk harga patokan CPO," kata Zulhas melalui keterangan tertulisnya, Selasa (6/6).
Zulhas menuturkan, ekspor bursa berjangka diperlukan karena banyaknya aturan-aturan yang mempersulit ekspor seperti adanya kebijakan sertifikasi di Eropa dan Amerika.
Ketua Umum PAN ini menuturkan, bahwa diperlukan berbagai masukan agar ekspor CPO melalui bursa tidak merugikan pelaku usaha CPO. Proses bisnis yang ada sekarang tidak banyak berubah kecuali mewajibkan ekspor CPO melalui bursa berjangka.
"Kebijakan kewajiban pemenuhan DMO (Domestic Market Obligation) masih berlaku, sehingga eksportir tetap wajib memiliki HE (harga eceran) terlebih dahulu. Diharapkan pelaku usaha dapat mendukung keberadaan pengaturan ekspor CPO melalui bursa berjangka ini," ucapnya.
Baca Juga:
Indonesia dan Malaysia Perkuat Kerja Sama Komoditas Kelapa Sawit
Meski begitu, ucap Zulhas, saat ini ekspor CPO masih surplus meskipun tidak terlalu besar karena kondisi perekonomian global yang sedang melemah. Karena itu diperlukan inovasi seperti pengalihan perdagangan dari pasar tradisional ke nontradisional seperti Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika.
"Selain pengalihan pasar dari tradisional ke nontradisional perlu juga memperkuat kebijakan ekspor Indonesia. Salah satunya melalui kebijakan ekspor CPO karena CPO merupakan salah satu penyumbang surplus neraca perdagangan," imbuhnya.
Sebagai negara penghasil CPO terbesar di dunia, menurutnya, sudah selayaknya Indonesia memiliki harga acuan sendiri. Tapi kondisi yang ada sekarang menunjukkan bahwa Indonesia belum berperan dalam memberikan harga acuan yang diakui di pasar dunia.
"Harga acuan untuk komoditas CPO saat ini masih mengacu ke Pasar Fisik Rotterdam dan Pasar Berjangka di Kuala Lumpur (MDEX) sebagai basis penetapan harga CPO dunia," tuturnya. (Asp)
Baca Juga:
Pemerintah Beri 100 Ribu Bibit Kelapa Sawit ke Honduras Antisipasi Krisis Pangan
Bagikan
Asropih
Berita Terkait
Legislator NasDem Apresiasi Kejagung Kembalikan Rp 13 Triliun Uang Negara dari Kasus Ekspor CPO

Presiden Prabowo Kasi Peringatan, Eddy Soeparno Tegaskan Menteri PAN Bekerja dengan Baik

Kejagung Serahkan ‘Gunungan’ Uang Triliunan Rupiah Sitaan Korupsi CPO ke Negara, untuk Kemakmuran Rakyat

Uang Korupsi CPO Rp 13 Triliun Dikembalikan ke Negara, Prabowo: Ini Pertanda Baik di 1 Tahun Pemerintahan

Uang Triliunan dari Kasus Korupsi CPO ‘Penuhi’ Ruangan Kejagung, Presiden Prabowo: Ini untuk Renovasi 8.000 Sekolah

Momen Presiden Prabowo Saksikan Penyerahan Uang Senilai Rp13,2 Triliun Hasil Korupsi CPO di Kejagung

Biodiesel 50 Bakal Tekan Harga Sawit Petani, SPKS Desak Pemerintah Hati-Hati

Menkeu Purbaya Respons Zulhas soal Anggaran MBG tak Bisa Dialihkan

Kunjungi Rumah Pangan PNM, Menko Pangan Panen Brokoli hingga Ayam Petelur

Jokowi dan Zulhas Jadi Saksi Nikah Walkot Tegal, Ngakak Dengar Tepuk Sakinah
