IHSG Anjlok, Ekonom: Struktur Ekonomi Indonesia Rapuh dan Bertumpu pada Utang


IHSG Anjlok lagi. (Foto: MerahPutih.com/Didik)
MerahPutih.com - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang anjlok 5 persen pada Maret 2025 memicu beragam spekulasi. Mulai dari isu mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani hingga tekanan ekonomi global.
Ekonom Achmad Nur Hidayat menilai, Indonesia punya persolan utama yaitu rapuhnya struktur ekonomi karena kebijakan utang luar negeri yang tidak pruden.
“Ini (karena) kerapuhan struktural ekonomi Indonesia yang diperparah oleh kebijakan populis jangka pendek bertumpu utang,” jelas Achmad kepada wartawan di Jakarta, Selasa (18/3).
Achmad menuturkan, penurunan IHSG bukan sekadar refleksi ketidakpastian global, melainkan sinyal alarm bahwa model ekonomi Indonesia terlalu bergantung pada komoditas.
Lalu minim inovasi, dan terjebak dalam siklus utang untuk membiayai program populis seperti MBG, Bansos, subsidi listrik 50 persen tarif.
“Jika pemerintah tidak segera menghentikan kebijakan serampangan ini, krisis kepercayaan investor akan semakin dalam, dan IHSG hanya menjadi awal dari rantai masalah yang lebih besar,” tutur ekonom dari UPN Veteran Jakarta ini.
Baca juga:
IHSG Terperosok dan Alami Trading Halt, DPR Langsung Kunjungi BEI
Achmad menyoroti Indonesia yang masih terjebak dalam paradigma ekonomi berbasis komoditas, di mana 35 persen penerimaan ekspor bergantung pada batu bara, CPO, dan nikel.
Pada kuartal I-2025, harga ketiga komoditas ini anjlok 10-15 persen akibat perlambatan permintaan global.
“Sehingga langsung menggerus kinerja emiten sektor pertambangan yang mendominasi kapitalisasi pasar saham,” tutur Achmad.
Apalagi, ditengah keterbatasan fiskal, pemerintah terus menggoda risiko dengan menggenjot program populis seperti Makan Siang Gratis, subsidi energi, BLT, dan pembangunan infrastruktur "megah" seperti IKN yang tidak produktif.
Baca juga:
Defisit APBN dan Perang Dagang Bikin IHSG Terjun 5 Persen dan BEI Alami Trading Halt
Achmad mengingatkan, sejarah membuktikan bahwa kebijakan populis berbasis utang selalu berakhir tragis.
Sri Lanka bangkrut pada 2022 karena memaksakan subsidi besar-besaran dan proyek mercusuar seperti Pelabuhan Hambantota, yang akhirnya disita China.
Argentina, dengan utang 90 persen dari PDB, terjerembap dalam inflasi 200 persen pada 2023 setelah gagal membayar bunga utang.
“Indonesia sedang menapaki jalan yang sama. Jika tren akumulasi utang terus meningkat 8 persen per tahun, pada 2030 rasio ini bisa melampaui 70 persen, angka ambang kritis menurut IMF,” sebut Achmad.
Achmad yakin, anjloknya IHSG adalah cermin ketidakpercayaan investor terhadap masa depan ekonomi Indonesia.
Jika pemerintah terus mengabaikan reformasi struktural dan memilih jalan instan melalui utang, krisis Sri Lanka bukanlah mimpi buruk. Waktunya telah habis untuk bermain-main dengan utang dan retorika populis.
“Indonesia butuh keberanian untuk membangun ekonomi berbasis inovasi, bukan sekadar menjual sumber daya alam dan memboroskan uang rakyat,” tutup ekonom dari UPN Veteran Jakarta ini. (Knu)
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Pemerintah Diminta Ambil Saham Mayoritas BCA, Komisi XI DPR: Jangan Bikin Gaduh

IHSG Meledak Tembus Rekor All Time High 8.000 Saat Prabowo Sampaikan Pidato Kenegaraan

BEI Belum Mau Hapus Saham Sritex, Meskipun Sudah Masuk Kriteria Delisting

Perang Israel-Iran Ganggu Sentimen Pasar, IHSG Berpeluang kembali Terpuruk

Eks CEO XL Dian Siswarini Jadi Bos Baru Telkom, Saham Melonjak 30 Poin

Sarankan Prabowo Hati-hati Keluarkan Pernyataan soal Pasar Saham, Ekonom: Kepercayaan Investor bisa Hilang

Penundaan Tarif Trump Bikin IHSG Naik

Antisipasi Pelemahan IHSG, BEI Kaji Pembukaan Kode Broker Imbas Kebijakan Trump

Rupiah Melemah dan IHSG Anjlok, Ketua DPR Dorong Ada Mitigasi

Pelemahan IHSG Berlanjut, Investor Lokal Alami Kepanikan
