Headline

Hasil Survei: Kelas Menengah dan Kaum Terdidik Sudah Disusupi Ajaran Intoleransi

Eddy FloEddy Flo - Senin, 23 Oktober 2017
Hasil Survei: Kelas Menengah dan Kaum Terdidik Sudah Disusupi Ajaran Intoleransi

Rumadi Ahmad (kiri) dalam pemaparan hasil survei Alvara di Jakarat (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.Com - Asumsi bahwa kelas menengah dan kaum terdidik menjadi benteng intoleransi terbantahkan oleh hasil survei Alvara Research Centre dan Mata Air Foundation. Menurut CEO Alvara Hasanuddin Ali ajaran intoleransi telah masuk ke kalangan kelas menengah dan kaum terdidik.

"Aparatur negara dan kelompok pekerja di BUMN mulai terpapar ajaran-ajaran intoleransi. Penetrasi ajaran-ajaran intoleransi yang anti-pancasila dan NKRI di kalangan profesional masuk melalui kajian-kajian keagamaan yang dilakukan di tempat kerja," kata Hasanuddin Ali, saat memaparkan hasil survei di Jakarta, Senin (23/10).

Sebagaimana dilansir Antara, survei dilakukan 10 September-5 Oktober terhadap 1.200 responden di enam kota besar Indonesia yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar melalui wawancara tatap muka.

Dalam hasil survei ini juga disebutkan bahwa relasi antara agama dan negara, dari persepsi kepemimpinan, ada 29,7 persen yang tak mendukung pemimpi nonmuslim. Dari jumlah ini 31,3 persen adalah golongan PNS, kemudian 25,9 persen swasta dan 25,9 persen karyawan BUMN.

Dalam isu perda syariah, sebanyak 27,6 persen profesional mendukung perda syariah karena dianggap tepat mengakomodasi agama mayoritas.

Dari jumlah itu, PNS yang mendukung perda syariah sebanyak 35,3 persen dan swasta 36,6 persen. Adapun yang menyatakan perda syariah tak tepat karena membahayakan NKRI adalah sebanyak 45,1 persen.

"Kemudian ketika ditanya Pancasila sebagai ideologi negara, mayoritas profesional sebanyak 84,5 persen menyatakan Pancasila sebagai ideologi yang tepat bagi negara Indonesia, sedangkan 15,5 persen menyatakan ideologi Islam yang tepat. Namun menariknya, PNS yang menyatakan ideologi Islam yang tepat di Indonesia ada sebanyak 19,4 persen, jauh lebih besar dibanding swasta 9,1 persen dan BUMN 18,1 persen," jelas Hasanuddin Ali.

Sekitar 29,6 persen profesional setuju bahwa negara Islam perlu diperjuangkan untuk penerapan Islam secara kaffah. Namun, ketika dipersempit dengan khilafah sebagai bentuk negara, profesional yang setuju khilafah sebanyak 16 persen, dan 84 persen menyatakan yang ideal adalah NKRI.

"Soal jihad untuk tegaknya agama Islam, mayoritas profesional tak setuju berjihad. Namun, tak bisa diabaikan juga bahwa ada 19,6 persen profesional yang setuju bahkan ini lebih banyak PNS dibanding yang BUMN maupun swasta," imbuhnya.

Menanggapi hasil survei ini, Sekretaris Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Fajar Riza Ul Haq mengatakan, hasil survei ini adalah alarm buat semua pihak, bagaimana potret kecenderungan masyarakat muslim kelas menengah di Indonesia saat ini.

"Apa yang ditunjukkan survei ini, bukan datang tiba-tiba tapi hasil proses panjang yang konsekuensinya dirasakan sekarang. Dulu kelompok masyarakat Islam kita berdebat NU dan Muhammadiyah. Dan sekarang yang terjadi adalah kontestasi siapa yang lebih Islam. Kemudian generasi sekarang yang jadi kelas menengah adalah yang hanya merasakan gejolak reformasi tapi tak merasakan gejolak Islam orde baru," jelasnya.

Pembicara lainnya dari Lakpesdam PBNU Rumadi Ahmad mengatakan, apa yang disampaikan dalam survei ini sangat penting. Dulu banyak kalangan menilai radikalisme bukan hal serius, padahal efeknya sangat besar.

"Sekarang terbukti bahwa intoleransi masuk ke semua lini kehidupan kebangsaan. Bukan hanya masuk pada yang kelompok DNA-nya sudah radikal tapi juga kelompok yang DNA tak radikal namun ikut-ikutan. Yang tak punya imunitas terhadap radikalisme masuk dan ikut, sehingga semua dengan mudah menerima ajaran intoleransi dan radikalisme," ujar Rumadi.

Ia melihat bahwa dari sisi usia, sebagian besar kalangan ini adalah pekerja yang masuk pasca-reformasi, di mana dalam seleksi PNS tak ada lagi yang mengecek ideologi kebangsaannya.

"Kita harus menata ulang persoalan ideologi kebangsaan. Apalagi ini aparatur negara yang kelihatan. Sekali lagi ini bukan masalah sederhana. Sebab yang dimasuki ini adalah PNS, profesional swasta dan BUMN," pungkas Rumadi Ahmad.(*)

#Kasus Intoleransi # NU #Muhammadiyah #Perda Syariah
Bagikan
Ditulis Oleh

Eddy Flo

Simple, logic, traveler wanna be, LFC and proud to be Indonesian

Berita Terkait

Indonesia
Gus Yahya Tolak Hasil Rapat Pleno, Ingatkan Tertib Anggaran Dasar
Penegasan tersebut disampaikan Gus Yahya dalam pernyataan sikap resmi PBNU yang ditandatangani langsung olehnya pada 13 Desember 2025.
Alwan Ridha Ramdani - Senin, 15 Desember 2025
Gus Yahya Tolak Hasil Rapat Pleno, Ingatkan Tertib Anggaran Dasar
Indonesia
Rais Aam Tidak Hadir, Rapat Pleno PBNU Kubu Gus Yahya Ditunda
Pertemuan yang sedianya berlangsung sebagai rapat pleno PBNU itu diubah statusnya menjadi Rapat Koordinasi.
Wisnu Cipto - Kamis, 11 Desember 2025
Rais Aam Tidak Hadir, Rapat Pleno PBNU Kubu Gus Yahya Ditunda
Indonesia
Pleno Syuriyah Tetapkan Zulfa Mustofa Jadi Pejabat Ketum PBNU Gantikan Gus Yahya
Gus Yahya mengatakan pleno Syuriyah PBNU hanya manuver politik, apalagi dirinya tengah melakukan transformasi organisasi
Alwan Ridha Ramdani - Rabu, 10 Desember 2025
Pleno Syuriyah Tetapkan Zulfa Mustofa Jadi Pejabat Ketum PBNU Gantikan Gus Yahya
Indonesia
Konflik PBNU Akibat Konsesi Tambang, Gus Yahya: Itu Manuver Politik
Gus Yahya pun menyatakan siap menempuh jalur apa pun bila diperlukan. Namun, ia menekankan bahwa fokus utamanya adalah menjaga bangunan organisasi agar tetap utuh.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 09 Desember 2025
Konflik PBNU Akibat Konsesi Tambang, Gus Yahya: Itu Manuver Politik
Indonesia
Syuriyah PBNU Gelar Rapat Pencopotan, Gus Yahya: Hanya Muktamar Yang Bisa Berhentikan
Gus Yahya mengklaim masih aktif menjalankan tugas dan fungsi-fungsi organisasi. Dia menjelaskan, apabila ingin memberhentikan dirinya harus melalui muktamar.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 09 Desember 2025
Syuriyah PBNU Gelar Rapat Pencopotan, Gus Yahya: Hanya Muktamar Yang Bisa Berhentikan
Indonesia
Sesepuh NU Lihat Kekeliruan Gus Yahya Serius, Tapi Minta Pleno Tetapkan Pj Ketum PBNU Ditunda
Forum Sesepuh NU juga melihat adanya indikasi pelanggaran atau kekeliruan serius dalam pengambilan keputusan oleh Gus Yahya selaku Ketua Umum PBNU.
Wisnu Cipto - Minggu, 07 Desember 2025
Sesepuh NU Lihat Kekeliruan Gus Yahya Serius, Tapi Minta Pleno Tetapkan Pj Ketum PBNU Ditunda
Indonesia
Pengurus PBNU Berkonflik, Jaringan Kader Muda NU Desak Segera Islah
Marwah organisasi dan membuat NU kehilangan ruh dasarnya sebagai Jam’iyah yang berpijak pada syura, moral publik, dan kebenaran yang dibimbing para ulama.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 05 Desember 2025
Pengurus PBNU Berkonflik, Jaringan Kader Muda NU Desak Segera Islah
Indonesia
Tolak Pemecatan, Gus Yahya Sebut Ada Yang Menginginkan NU Pecah
Ada upaya untuk memecah belah NU melalui surat yang beredar dan menyatakan pemberhentiannya sebagai ketua umum.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 27 November 2025
Tolak Pemecatan, Gus Yahya Sebut Ada Yang Menginginkan NU Pecah
Indonesia
Katib PBNU Teken Surat Gus Yahya Bukan Lagi Ketum, Sifatnya Masih Edaran Internal
Surat Edaran Gus Yahya bukan lagi Ketum diteken Ahmad Tajul bersama Wakil Rais Aam PBNU Afifuddin Muhajir.
Wisnu Cipto - Rabu, 26 November 2025
Katib PBNU Teken Surat Gus Yahya Bukan Lagi Ketum, Sifatnya Masih Edaran Internal
Indonesia
Terbit Surat Yahya Cholil Staquf Tidak Lagi Jabat Ketum PBNU
Saat dikonfirmasi media, Katib PBNU Ahmad Tajul Mafakir membenarkan telah menandatangani surat edaran yang mencopot status Yahya Cholil sebagai Ketum PBNU
Wisnu Cipto - Rabu, 26 November 2025
Terbit Surat Yahya Cholil Staquf Tidak Lagi Jabat Ketum PBNU
Bagikan