DPR Dorong Pemerintah Manfaatkan Penundaan Tarif AS untuk Negosiasi dan Perkuat Daya Saing Produk

Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Daulay (Antara)
Merahputih.com - Keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada 9 April 2025 untuk menunda implementasi sebagian tarif memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk merencanakan strategi. Penundaan ini bersifat sementara, berlaku selama 90 hari.
Diketahui bahwa AS telah memberlakukan tarif timbal balik dasar sebesar 10 persen sejak 5 April 2025. Namun, Indonesia menghadapi tarif khusus yang jauh lebih tinggi, yaitu 32 persen, yang seharusnya mulai berlaku pada 9 April. Angka ini signifikan lebih besar dibandingkan tarif yang dikenakan pada negara lain seperti Jepang (24 persen), Uni Eropa (20 persen), dan Korea Selatan (25 persen).
Tarif yang tinggi ini berpotensi besar untuk mengurangi ekspor Indonesia. Sektor-sektor seperti tekstil, furnitur, elektronik, hasil pertanian, dan perikanan diperkirakan akan sangat terpengaruh.
Baca juga:
Menanggapi situasi ini, Ketua Komisi VII DPR, Saleh Partaonan Daulay, menekankan perlunya respons yang tepat dari pemerintah terhadap kebijakan tarif 32 persen AS tersebut. Saleh menyatakan bahwa langkah yang perlu diambil adalah melalui negosiasi, setidaknya untuk menyeimbangkan kebijakan tarif tersebut. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya peningkatan daya saing produk dalam negeri.
Dengan daya saing yang meningkat, Indonesia tidak hanya bergantung pada pasar Amerika Serikat, tetapi juga dapat memperluas pasar ke wilayah lain.
"Eropa, Timur Tengah, dan Afrika saya kira itu menjanjikan untuk pasar kita,” jelas Saleh.
Saleh juga mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai persaingan di masa depan. Ia menyarankan agar perusahaan mengikuti program pengembangan sumber daya manusia, terutama pelatihan kerja, agar semakin maju.
Tarif timbal balik ini diperkirakan akan semakin memukul sektor padat karya di Indonesia yang selama ini sangat bergantung pada pasar AS dan memberikan kontribusi besar terhadap ekspor serta penyerapan tenaga kerja. Ancaman gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perlambatan ekonomi menjadi risiko yang nyata.
Baca juga:
Panik karena Tarif Trump, Warga AS Timbun Sunscreen Produksi Korea
Pemerintah menunjukkan indikasi kesiapan untuk melonggarkan hambatan non-tarif. Tingkat kompensasi dan timbal balik antara kedua pihak akan sangat bergantung pada kekuatan diplomasi Indonesia.
Sejumlah pengamat mendesak pemerintah untuk meminta penundaan tarif timbal balik dan menegosiasikan kembali skema Generalized System of Preferences (GSP) agar Indonesia tetap dapat mengakses pasar AS.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
KPU Sewa Jet Pribadi Rp 90 M Saat Pemilu 2024, Komisi II DPR RI Naik Pitam dan Ancam Bongkar Semua Rincian Penggunaan APBN

DPR Dorong Santri Turun Gunung Jadi Agen Ekonomi Inovatif, Enggak Boleh Hanya Dengar Khotbah

44 Warga Palestina Tewas Saat Gencatan Senjata, Trump Takut Israel Bahayakan Perjanjian

Banggar DPR Soroti 4 Isu Krusial Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran

DPR Dukung Instruksi Presiden soal Pupuk Berkualitas dan Terjangkau

Jangan Cuma Tulis 'Renyah dan Gurih', Literasi Jadi Kunci UMKM Kaya Mendadak

Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit

Israel Langgar Gencatan Senjata, DPR Minta Pemerintah Indonesia Lantang Bersuara

Media Besar AS Tolak Pembatasan Pers, Ramai-Ramai Say Good Bye ke Pentagon

DPR Sebut Swasembada Pangan Cuma Omong Kosong Tanpa Hal Ini
