Dampak Sanksi Iran dan Pengeboran AS, Harga Minyak Mentah Dunia Naik


ilustrasi Eksplorasi Minyak (Foto capture txprobatelitigation.com)
MerahPutih.Com - Harga minyak dunia mengalami kenaikan pada perdagangan Senin (10/9). Kenaikan harga minyak mentah dunia tersebut dipicu pengeboran AS untuk produksi baru menurun dan sanksi Washington terhadap Iran yang menyebabkan ekspor minyak mentah berkurang.
Pasar melihat kondisi tersebut sebagai pemicu meski sanksi AS terhadap ekspor minyak mentah Iran baru aktif berlaku November.
Sebagaimana dilansir Reuters, minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI), berada di 67,96 dolar AS per barel pada pukul 01.50 GMT, naik 21 sen AS atau 0,3 persen, dari penutupan terakhirnya.
Patokan internasional, minyak mentah berjangka Brent naik 30 sen AS atau 0,4 persen, menjadi diperdagangkan di 77,13 dolar AS per barel.
Perusahaan-perusahaan energi AS mengurangi dua rig pengeboran minyak pekan lalu, sehingga total menjadi 860 rig, perusahaan jasa energi Baker Hughes.
Jumlah rig AS mengalami stagnasi sejak Mei, setelah mengalami pemulihan sejak 2016, mengikuti kemerosotan tajam tahun sebelumnya di tengah jatuhnya harga minyak mentah.

Di luar Amerika Serikat, sanksi-sanksi baru AS terhadap ekspor minyak mentah Iran mulai November membantu mendorong harga.
Konsultan energi FGE mengatakan, beberapa pelanggan utama Iran seperti India, Jepang dan Korea Selatan sudah mengurangi kembali minyak mentah Iran.
"Pemerintah bisa bicara keras. Mereka dapat mengatakan bahwa mereka akan membela Trump dan/atau mendorong untuk keringanan-keringanan (sanksi). Tetapi umumnya perusahaan yang kami ajak bicara ... mengatakan bahwa mereka tidak akan mengambil risiko," kata FGE.
"Hukuman finansial dan hilangnya jaminan pengiriman membuat semua orang takut," katanya dalam sebuah catatan kepada kliennya.
Dengan aktivitas rig AS yang menurun dan sanksi-sanksi terhadap Iran semakin dekat, prospek pasar minyak semakin ketat.
"Investor sebagian besar telah berubah positif lagi ... kemungkinan menyambut kembalinya 'backwardation' (pembelian kontrak berjangka dengan harga lebih rendah dari biaya kontrak dengan penyerahan aset)," kata Edward Bell, analis komoditas di bank Emirat NBD.

"Backwardation" menggambarkan pasar di mana harga untuk pengiriman segera lebih tinggi daripada harga untuk pengiriman kemudian. Hal ini dianggap sebagai tanda kondisi yang ketat memberikan insentif kepada pedagang untuk segera menjual minyak daripada menyimpannya.
"Backwardation" Brent antara Oktober tahun ini dan pertengahan 2019 saat ini sekitar 2,20 dolar AS per barel.
Sementara Washington memberikan tekanan pada negara-negara lain untuk menyesuaikan juga memotong impor dari Iran, pihaknya juga mendesak produsen utama lainnya untuk menaikkan produksi mereka agar tidak menciptakan lonjakan harga yang terlalu kuat.
Menteri Energi AS Rick Perry akan bertemu rekan-rekannya dari Arab Saudi dan Rusia masing-masing pada Senin dan Kamis (13/9), ketika pemerintahan Trump meminta eksportir dan produsen terbesar dunia untuk mempertahankan kenaikan produksi mereka.
Satu pertanyaan penting ke depan adalah bagaimana permintaan meningkat di tengah-tengah sengketa perdagangan antara Amerika Serikat dan China, serta pelemahan di pasar negara-negara berkembang.
Konsultan FGE memperingatkan bahwa "perang dagang, dan terutama kenaikan suku bunga, dapat menimbulkan masalah bagi pasar negara-negara berkembang yang mendorong pertumbuhan permintaan minyak turun." Meskipun demikian, FGE mengatakan kemungkinan penurunan harga minyak secara signifikan relatif rendah karena Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan mempertahankan produksi mereka untuk mencegah harga-harga jatuh.
"Kami melihat 65 dolar AS per barel sebagai pemicu untuk pemotongan (produksi)," kata FGE.(*)Bac
a berita menarik lainnya dalam artikel: Passang Rinpoche: Latihan Ajaran Buddha Dharma Harus Dari Hati
Bagikan
Berita Terkait
Hakim Batalkan Kebijkan Pemotongan Dana untuk Harvard oleh Donald Trump, Pemerintah akan Ajukan Banding

SPBU Swasta Berkontribui Alihkan Konsumen BBM Subsidi ke Nonsubsidi

Kesehatan Presiden AS Donald Trump Jadi Bola Panas di Media Sosial, Tetap Menyebar meski sudah Dibantah

Respons Pernyataan Trump, Moskow Sebut Rusia, China, dan Korut Tidak Berkomplot Melawan Amerika Serikat

Presiden China, Rusia, dan Pemimpin Korea Utara Akrab di Parade Militer, Donald Trump Singgung Konspirasi Melawan AS

Taylor Swift Umumkan Pertunangan, Presiden AS Donald Trump hingga Anggota Kerajaan Inggris Ucapkan Selamat

Ini Yang Akan Dibahas Dalam Pertemuan Trump dan Putin di Alaska

Meksiko Kirim 26 Tokoh Kartel Narkoba ke AS, Ada Deal dengan Trump

Apple Pilih Gelontorkan Investasi Rp 1.627 Triliun di AS, Investasi di Indonesia Diklaim Terus Lanjut

UFC akan Gelar Pertarungan Perdana di Gedung Putih, Rayakan 250 Tahun AS
