Dampak Pilkada di Tengah Pandemi Versi Guru Besar UI

Ilustrasi Pilkada 2020. Foto: ANTARA
Merahputih.com - Guru besar Fakultas Ilmu Administrasi UI, Eko Prasojo, mengatakan Pilkada pada masa pandemi COVID-19 dapat berpotensi memberikan dampak adanya money politik atau politik uang secara silent karena ada kebutuhan ekonomi rakyat yang terdampak pandemi.
"Pilkada di tengah pandemi COVID-19 juga dapat berpotensi memberikan dampak diantaranya pada minimnya kualitas interaksi calon dan masyarakat; pilkada akan menjadi ritualitas demokrasi atau prosedural semata; tidak terjadi konsolidasi demokrasi lokal," kata Eko dalam keterangannya, Selasa (13/10).
Baca Juga
Tujuan Pemprov DKI Bikin Aturan Rumah OTG COVID-19 Dipasangi Stiker
Namun pada sisi lain, jika Pilkada tidak dilaksanakan, maka akan berdampak pada pjs kepala daerah tidak dapat membuat keputusan strategis, di antaranya tentang pemakaian dana negara, organisasi, SDM, program pembangunan mengikuti tahun anggaran 2020, terjadi penundaan berbagai program pembangunan.
Ia juga menyebutkan bahwa terbuka opsi Pilkada tidak langsung oleh DPRD. Pilkada tidak langsung melalui DPRD sangat dimungkinkan berdasarkan pasal 18 UUD 1945, serta tidak menghilangkan esensi demokrasi.
"Namun di sisi lain, pilkada oleh DPRD juga tetap berpotensi money politic oleh politisi dan pengusaha, serta perlu melakukan perubahan UU Pilkada atau melalui Perppu yang membutuhkan waktu,” beber dia.
Sementara itu guru besar FISIP UI, Prof Dr Valina Singka Subekti, mengatakan Pilkada serentak sangat kompleks, rumit, dan berbiaya mahal. Pilkada identik dengan kerumunan massa yang melibatkan banyak orang.

Setidaknya terdapat 715 pasangan calon, 106 juta lebih pemilih, ratusan ribu TPS, dan jutaan petugas KPPS. Pilkada dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiologis, ekonomi, kultural.
Pilkada diharapkan bukan hanya sekadar ritual prosedural elektoral tetapi pilkada harus dapat menjamin melahirkan kepala daerah berkualitas untuk menjamin tata kelola daerah yang baik guna mempercepat kemakmuran di daerah-daerah.
Pertanyaannya, apakah pilkada serentak pada situasi pandemi COVID-19 mampu menghasilkan pilkada yang sehat dan kepala daerah berkualitas?”
Prof. Valina membuka opsi untuk melakukan penundaan, yaitu opsi penundaan serentak ataupun penundaan secara parsial. Menurutnya, selama melakukan penundaan, dapat dilakukan upaya pengendalian persebaran COVID-19; menyiapkan dasar hukum yang lebih kuat; inovasi pengaturan perpanjangan waktu untuk pemungutan suara.
Baca Juga
Wagub DKI Sambut Baik Usulan Ridwan Kamil Bentuk Satgas COVID-19 Jabodetabek
Selain itu perhitungan rekapitulasi suara secara elektronik; pemungutan suara via pos, kotak suara keliling; Inovasi skema sanksi pelanggaran secara tegas dan menimbulkan efek jera, seperti penghentian kampanye atau diskualifikasi apalagi melanggar protokol kesehatan; memberi pemahaman pada petugas pemilu dan pemilih mengenai pilkada dengan protokol kesehatan.
"Peran KPU sangat penting dalam pelaksanaan Pilkada. Pelaksanaan Pilkada perlu sangat berhati-hati, sehat dan aman jiwa. Untuk itu, perlu dilakukan mitigasi risiko," ujar dia. (*)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Aksi Demo Mahasiswa UI Tagih Janji Tuntutan Rakyat 17+8 di Depan Gedung DPR

Hasil Simak UI 2025 Diumumkan 11 Juli, Tidak Ada Toleransi Kecurangan

Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal Mulai 2029, MK: Agar Fokus dan Tak Tambah Beban Kerja

Cabup Pilkada Boven Digul Nomor Urut 3 Diganti, Coblos Ulang 6 Agustus Anggaran Rp 21,2 M

KPU Tindaklanjuti Putusan MK Soal PSU di 24 Pilkada, Segera Koordinasi dengan Kemendagri

Biar Patuh UU, Komisi II DPR Tawarkan Opsi Pelantikan Pilkada Non-Sengketa MK Tetap Februari

MK Sesuaikan Panel Hakim Sengketa Pilkada Karena Anwar Usman Sakit, Janji Sesuai Tenggat Waktu

Tunggu Putusan MK, Pelantikan Kepala Daerah Diundur Serempak ke Maret

MK Janji Ambil Sikap Jika Ada Yang Ingin Pengaruhi Putusan

28 Petugas KPPS Meninggal Akibat Kelelahan Sepanjang Pilkada 2024
