BSU ‘Hanya’ Rp 600 Ribu Dinilai Terlalu Sedikit dan Tak Bisa Angkat Keluarga Pekerja dari Jurang Kemiskinan
Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk Pekerja dengan Gaji di Bawah Rp3,5 Juta
MerahPutih.com - Pemerintah mulai mencairkan bantuan subsidi upah (BSU) sejumlah Rp 600 ribu. Namun, jumlah uang segitu dianggap terlalu kecil bagi kelompok pekerja.
Ekonom Achmad Nur Hidayat menilai, dalam jangka pendek, BSU ini memang bisa menghindarkan keluarga dari kelumpuhan daya beli total.
“Namun dalam lanskap ekonomi yang lebih luas, kita perlu jujur, bantuan ini tidak cukup untuk mengangkat keluarga pekerja dari jurang kerentanan,” kata Achmad dalam keterangannya dikutip Kamis (26/6).
Achmad berujar, bantuan ini memang penting sebagai bentuk respons darurat, namun tidak menyentuh akar persoalan yang lebih luas. Seperti melonjaknya biaya hidup, tekanan inflasi barang pokok, dan stagnasi pendapatan riil pekerja.
“Apalagi ketika kita menyadari bahwa inflasi tak sekadar angka. Ia adalah realitas sosial,” ungkap Achmad.
Achmad melihat, BSU Rp 600 ribu hanya mampu menjadi tambalan sementara, bukan pelindung permanen.
“Negara tidak cukup hanya hadir memberi uang, tetapi harus memastikan rakyat bisa hidup layak dari hasil kerjanya,” tutur Achmad yang juga ekonom dari UPN Veteran Jakarta ini.
Baca juga:
Data Belum Valid, BSU tak Langsung Cair Keseluruhan, Pekerja Diminta Sabar
BSU dianggap Achmad hanya memberikan kelegaan sesaat, namun sejatinya tidak bisa hanya mengandalkan bantuan tunai sebagai solusi jangka panjang.
Tugas pemerintah seharusnya lebih dari sekadar membagikan ember air di tengah kekeringan seperti pemerintah harus membangun sistem irigasi yang mampu mengairi seluruh ladang kehidupan rakyat.
“Kita harus mengakhiri paradigma bahwa rakyat hanya perlu dibantu ketika krisis. Negara harus hadir setiap waktu, tidak hanya ketika berita buruk muncul di media,” tutur dia.
Achmad menyarankan agar pemerintah memberikan subsidi produktif seperti pelatihan kerja, insentif bagi pengusaha yang menaikkan upah riil, serta dukungan terhadap koperasi dan usaha kecil bisa menjadi strategi jangka menengah untuk mengangkat martabat ekonomi kelas pekerja.
Dan yang tak boleh dilupakan adalah keadilan dalam akses layanan dasar. Pendidikan dan kesehatan adalah pengeluaran terbesar rumah tangga miskin.
“Jika dua sektor ini bisa diakses secara gratis atau terjangkau, maka ruang fiskal rumah tangga untuk konsumsi lainnya akan terbuka,” tutup Achmad. (Knu)
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Kebijakan Ini Diyakini Airlangga Pada Kuartal VI 2025 Jadi Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Tertinggi
Ekspor Dinilai Bagus, Tapi Ekonomi Indonesia Hanya Tumbuh 5,5 Persen
Menko Yusril Akui Ada Penegakan Hukum Perparah Ketidakadilan Ekonomi
Realisasi Investasi Indonesia Triwulan III Tahun 2025 Tembus Rp491,4 Triliun
8 Nota Kesepahaman Kerja Sama Indonesia dan Brazil, Dari Energi sampai Peternakan
BI Tahan Suku Bunga Acuan, Perang Tarif AS Bikin Ekonomi Dunia Melemah
Diskon Tiket Pesawat Saat Natal dan Tahun Baru Capai 14 Persen, Tapi Hanya Untuk Kelas Ekonomi
Pelamar Program Magang Nasional Tembus 156 Ribu, Kuota November Naik 4 Kali Lipat
3 Ekonom Terima Hadiah Nobel atas Riset Mengenai Creative Destruction
Komentar Menkeu Purbaya Kinerja `1 Tahun Ekonomi Pemerintah Prabowo, Ada Perbaikan Konsumsi Warga