Borobudur Writers & Cultural Festival 2022 Dibuka, Angkat Tema Pemujaan Batari Durga


Untuk merayakan keberagaman penggambaran Durga dan mengembangkan pemikiran Hariani Santiko tentang Durga, Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) 2022 mengangkat tema Durga. (Foto: BWCF 2022)
ARCA itu terlihat menawan. Perempuan berwajah cantik berdiri dengan tenang di atas punggung kerbau. Tangannya ada delapan. Masing-masing memegang senjata untuk melawan musuh atau kejahatan.
Satu tangannya menjambak rambut Mahisasura, raja jahat yang bisa berubah bentuk jadi kerbau. Itulah arca Durga Mahisasuramardini dari Candi Singhasari, Jawa Timur, yang dibuat pada abad ke-14.
Dalam mitologi Hindu, Durga adalah ibu dunia (jagadamba) dan juga pelindung manusia dari ancaman mara bahaya. Durga sendiri berarti benteng atau ia yang memusnahkan kesulitan-kesulitan atau halangan.
Durga jamak ditemui dalam relief candi-candi, prasasti, arca, dan kakawin (puisi panjang) masa Hindu-Budha di Jawa dan Bali.
Di India, Durga sering ditampilkan bersama wahana berupa singa. Sang singa juga kerap disajikan ikut mencabik kerbau raksasa. Namun di Jawa, pengarcaan Durga dan singa demikian jarang sekali dijumpai. Arca-arca Durga dari Jawa Timur hampir-hampir tidak menampilkan adegan kekerasan.
Keragaman penggambaran Durga di Jawa inilah yang mendorong arkeolog bernama Hariani Santiko meneliti tentang Durga. Dia telah wafat pada 2021. Semasa hidup, dia membuat disertasi berjudul Kedudukan Batari Durga Di Jawa Pada Abad X-XV Masehi. Disertasi ini ditulis dengan standar ilmiah yang tinggi.
Baca juga:
Borobudur Writers And Cultural Festival, Gabungkan Seni Sastra dan Pertunjukan

Disertasi ini sangat bermanfaat karena darinya orang bisa memahami salah satu unsur keagamaan terkuat yang pernah berkembang di Jawa kuno dan bagaimana masyarakat setempat mengolah unsur kebudayaan dari luar seperti India.
Untuk merayakan keberagaman penggambaran Durga dan mengembangkan pemikiran Hariani Santiko tentang Durga, Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) 2022 mengangkat tema 'Durga di Jawa, Bali & India'.
“Dari festival ini saya juga berharap, melalui kajian Ibu Ani (Hariani Santiko-Red.) mengenai Durga ini bisa mulai melihat atau mendalami apa yang disebut daya cerna kebudayaan masyarakat nusantara yang sepertinya sangat khas karena pengalaman sejarahnya sebagai masyarakat maritim yang unik,” kata Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek dalam pembukaan BWCF 2022 secara daring (24/11).
Ni Wayan Pasek Ariati Phd, keynote speaker festival ini, mengatakan bahwa masih terdapat kesalahpahaman di masyarakat, terutama di Bali, tentang Durga. Sosok ini kerap dicampuradukan dengan Rangda, pemuja setia Durga atau ratu leak dalam mitologi Bali.
"Durga yang kita ketahui sekarang berbeda jauh dengan Durga yang ada di India. Orang Bali masih merancukan antara Durga dan Rangda," kata Wayan.
Untuk menjernihkan pemahaman itulah, Wayan meneliti sosok Durga. Langkah penelitiannya tergolong panjang. Bukan saja harus mengumpulkan berbagai sumber, tetapi juga karena dia harus melakukan serangkaian upacara keagamaan agar penelitiannya direstui dan tak mengundang bencana.
Di Bali, pengarcaan Durga lebih sederhana namun magis. Yang menarik, kisah Durga tetap terus hidup dalam kesenian rakyat seperti Calon Arang.
Kultus terhadap Durga juga tetap berlangsung di beberapa pura Bali. Pura-pura tersebut memiiki arca-arca Durga yang sangat sakral dan memiliki ritual-ritual khusus untuk memuliakannya. Karena itulah Wayan harus mengikuti serangkaian upacara sebelum menulis karya ilmiahnya.
Baca juga:

Selain Wayan, BWCF 2022 mengundang pembicara lain dari Bali seperti Dr I Wayan Budi Utama, Dr Komang Indra Wirawan,Dr Wayan Jarrah sastrawan, Ida Bagus Made Baskara sampai I Gde Agus Darma Putra.
Mereka akan membicarakan Durga di Bali dengan rentang jangkauan tema yang luas, dari pembahasan prasasti di Bali yang menyebut Durga, kultus Shakti Siwa di pura-pura Bali, sampai pembicaraan tentang rajah yang berkenaan dengan Durga.
Tak hanya para arkeolog dan filolog dari Jawa dan Bali yang akan tampil di Festival daring BWCF kali ini. Ada juga peneliti Durga dari India, Itali, Jerman, Perancis, Inggris, Amerika, Australia. Mereka akan membahas Durga dari sudut disiplin dan kajiannya masing-masing.
Dr. Stephen C. Headley, penulis buku Durga’s Mosque: Cosmology, Conversion and Community in Central Javanese Islam, misalnya akan membicarakan bagaimana sebetulnya tanpa disadari sisa-sisa pemujaan Durga pada masa lampau di Jawa Kuno masih meresap sampai sekarang dalam ritual-ritual tradisi Jawa sehari-hari di keraton dan perdesaan Jawa.
Headley membicarakan secara panjang lebar ritual Sesaji Mahesa Lawung yang rutin digelar Keraton Solo sesungguhnya sisa-sisa ritual pemujaan Durga. Selama ratusan tahun Kraton Solo memiliki upacara menanam kepala kerbau hitam di Hutan Krendowahono yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya Bhatari Durga, pelindung keraton dari arah utara.
Selain rangkaian diskusi, BWCF juga menggelar sesi meditasi dan menonton film Durga Dance Film festival. Para pemirsa dapat menyaksikan di kanal YouTube Borobudur Writers and Cultural Festival selama 24-27 November 2022.
BWCF 2022 diharapkan dapat menggali pemikiran-pemikiran tua untuk menjadi inspirasi segar bagi kalangan akademisi, pelaku sastra, dan pekerja seni kontemporer. (dru)
Baca juga:
Borobudur Writers and Cultural Festival 2020 Digelar secara Daring
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
Masuki Usia Ke-13, Borobudur Writers and Cultural Festival akan Digelar di Luar Pulau Jawa

Borobudur Writers & Cultural Festival 2022 Dibuka, Angkat Tema Pemujaan Batari Durga
