Bakal Kena Tambahan Tarif 10 Persen Akibat Gabung BRICS, Indonesia Harus Ubah Cara Nego Dengan AS
Agenda pertemuan Forum Urbanisasi BRICS ke-4, di Istana Itamaraty, Kementerian Luar Negeri Brazil, pada Senin, (23/06/2025) waktu setempat.. (Foto: Kemenko Infrastruktur)
MerahPutih.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif impor 10 persen untuk negara yang bergabung ke BRICS. Indonesia pun berpotensi terkena imbas karena saat ini sudah bergabung di BRICS.
Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai, Indonesia tak perlu khawatir dengan dengan pemberlakuan tarif impor itu. Jika BRICS merespons secara kolektif, daya tawar mereka justru melonjak.
"Mereka menguasai lebih dari separuh populasi dunia dan memiliki PDB gabungan yang sudah melampaui G7 dalam paritas daya beli,” kata Achmad di Jakarta, Kamis (10/7).
Achmad mengingatkan, BRICS tengah membangun sistem pembayaran lintas negara berbasis mata uang lokal dan bank pembangunan bersama.
Baca juga:
Indonesia ‘Dimusuhi’ AS karena Gabung ke BRICS, Istana: Kami Sudah Tau Konsekuensinya
Jika tekanan tarif AS justru mempercepat de-dollarisation dan perdagangan intra-BRICS, maka ancaman Trump akan menjadi bumerang bagi AS sendiri.
"Kesalahan terbesar Trump adalah mengira BRICS hanyalah organisasi simbolik tanpa kesatuan kepentingan," ungkap Achmad.
Jika negara-negara BRICS menghadapi AS secara individual, mereka akan ditekan dan dikalahkan satu per satu.
Namun, jika mereka menegosiasikan resiprokal tarif secara kolektif, posisi tawar mereka akan jauh lebih kuat.
"Bayangkan bila BRICS memutuskan menaikkan tarif bersama pada impor produk pertanian, energi, atau teknologi AS, dampak kerugiannya bagi manufaktur dan petani AS akan sangat besar, apalagi di tahun politik,” jelas Achmad.
Ubah Cara Negosasi
Posisi Indonesia selama ini dinilai cenderung melunak dan tunduk untuk mengamankan kepentingan ekspor ke AS tanpa strategi bersama yang kokoh.
Padahal, pendekatan seperti ini hanya menempatkan Indonesia sebagai pihak yang mudah ditekan.
Justru dengan tampil bersama BRICS dan menegosiasikan tarif secara kolektif, posisi Indonesia akan semakin kuat.
“Karena AS tidak mungkin mengabaikan pasar gabungan BRICS yang begitu besar dan strategi,” tutur Achmad.
Dalam menghadapi ancaman tarif tambahan 10 persen dari AS yang ditujukan kepada negara-negara BRICS, Indonesia harus mengevaluasi strategi negosiasinya yang selama ini cenderung defensif dan tidak membuahkan hasil.
“Daripada terus berupaya mencari solusi secara bilateral, sudah saatnya Indonesia beralih ke pendekatan kolektif bersama BRICS untuk memperkuat posisi tawar,” tutup Achmad.
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
AS Tidak Punya Penangkal Rudal Burevestnik Milik Rusia
Prabowo Yakinkan Perundingan Tarif Ekspor Nol Persen Dengan AS Masih Berlangsung
Program Bantuan Pangan Dihentikan, Setengah dari Negara Bagian AS Gugat Pemerintahan Donald Trump
Indonesia Harapkan Amerika Kenakan Tarif Ekspor Minyak Sawit 0 Persen Seperti ke Malaysia
Gedung Putih Klaim PM Jepang Sanae Takaichi Janji Menominasikan Presiden AS Donald Trump untuk Hadiah Nobel Perdamaian
Trump dan Xi Jinping Bakal Bertemu di Korea Selatan, Kedua Menlu Lakukan Pembicaraan Telepon
Hadiri KTT ASEAN di Malaysia, Donald Trump Lempar Pujian untuk Kepemimpinan Negara ASEAN
Donald Trump Puji Prabowo, Sebut Bantu Amankan Perdamaian di Timur Tengah
BI Tahan Suku Bunga Acuan, Perang Tarif AS Bikin Ekonomi Dunia Melemah
44 Warga Palestina Tewas Saat Gencatan Senjata, Trump Takut Israel Bahayakan Perjanjian