Apa yang Terjadi Jika Keluar dari Kapal Selam yang Tenggelam?
KRI Nanggala-402 yang dikabarkan tenggelam di perairan Bali. (Foto: Wikipedia)
PADA Kamis 21 April 2021, warga Indonesia dikejutkan dengan adanya sebuah kabar tentang kapal selam KRI Nanggala-402 yang hilang kontak saat tengah melakukan latihan di perairan Bali.
Selama latihan tersebut, KRI Nanggala-402 membawa 53 orang awak kapal. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan bahwa kapal tersebut hilang kontak tidak lama setelah mendapatkan izin untuk menyelam.
Baca juga:
Intip Kapal Selam KRI Pasopati 410 di Monumen Kapal Selam Surabaya
Diperkirakan kapal tersebut berada pada kedalaman 700 meter di bawah permukaan air, dan membawa cadangan oksigen yang hanya cukup untuk 72 jam. TNI juga telah mengerahkan KRI lain untuk melakukan penyelamatan.
Kabar tersebut akhirnya ramai dibicarakan oleh warganet di media sosial. Termasuk sebuah pertanyaan mengapa para awak kapal tidak keluar dari pintu darurat dan berenang ke permukaan?
Pertama, Pintu-pintu dari kapal selam tentunya telah dirancang agar tidak dapat dimasuki air. Sehingga mekanisme pintu tentunya akan menjadi rumit, dan membuat pintu kapal selam tidak bisa leluasa untuk dibuka atau tutup layaknya pintu ruangan.
Jika terjadi sebuah permasalahan pada mekanisme pintu atau lainnya yang menyebabkan kebocoran air, kapal selam memiliki sebuah kompartemen penyelamat yang memiliki sistem isolasi agar tidak dapat dimasuki air. Kompartemen tersebutlah yang merupakan tempat awak kapal menyelamatkan diri.
Kedua, jika para awak kapal selam tetap nekat untuk membuka pintu agar bisa keluar dari kapal pada kedalaman 700 meter, maka dalam hitungan detik air akan dengan sangat cepat membanjiri ruang-ruang kapal.
Pada kedalaman 700 meter, air memiliki tekanan hidrostatis yang sangat tinggi. Tekanan hidrostatis air sendiri meningkat 1 atm setiap kedalaman 10 meter. Artinya pada kedalaman 700 meter, tekanan hidrostatis air adalah 70 atm. Sementara, tubuh manusia hanya bisa menahan 3 sampai 4 atm tekanan hidrostatis air. Sehingga tidak mungkin bagi manusia untuk berenang bebas pada kedalaman tersebut, atau sama saja dengan diinjak ratusan gajah.
Karena hal tersebut, cara yang paling memungkinkan untuk melakukan penyelamatan 53 awak kapal tersebut adalah dilakukannya penyelamatan secara eksternal.
Berikut adalah beberapa teknologi yang digunakan untuk melakukan penyelamatan kapal selam.
1. Kapsul penyelamatan
Kapsul penyelamatan kapal selam yang dikenal dengan SRC, menjadi teknologi yang paling sederhana untuk penyelamatan kepal selam yang tenggelam. Karena desain sederhananya, SRC efektif digunakan dan dapat diandalkan. Namun, kapsul ini hanya dapat digunakan pada kedalaman kurang dari 250 meter dan hanya dapat menampung sedikit kru.
SRC akan menempelkan pintu kapsulnya dengan kepal selam, lalu sebuah teknologi digunakan untuk mencegah air masuk ke dalam kapsul. Setelah itu, pintu akan terbuka dan awak kapal dapat memasuki kapsul.
2. Kapal Kapsul Penyelamat DSRV
Pada awal 1970-an, Amerika Serikat (AS) meluncurkan kapal kapsul DSRV yang mereka gunakan untuk menjadi sistem penyelamatan kapal selam Angkatan laut AS. Kapal ini akan dibawa oleh sebuah kapal induk ke lokasi yang tempat tenggelamnya kapal selam.
Baca juga:
Kapal Selam Senior KRI Nanggala-402 Sudah Berbakti Sejak 1981
DSRV akan dioperasikan oleh dua orang nahkoda di bagian depan, dan pada bagian tengah dapat menampung hingga 12 orang kru penyelamat. DSRV akan menyelam dan mencari keberadaan kapal selam yang tenggelam.
Di tahun 2008, sebuah kapal bernama SRDRS diluncurkan dengan menggunakan sistem dasar yang sama dengan DSRV, namun mendapatkan beberapa peningkatan.
3. DSAR 6
Kapal penyelamatan DSAR 6 merupakan teknologi yang digunakan oleh Angkatan laut Singapura. Kapal ini mampu menyelam hingga ratusan meter dan dapat terhubung dengan kapal selam yang mengalami kendala atau tenggelam.
DSAR 6 akan dibawa dan diluncurkan oleh kapal induk MV Swift Rescue. Kapal yang dioperasikan oleh dua orang awak kapal ini mampu menampung hingga 17 orang dalam proses penyelamatan.
4. Teknologi ROV
Teknologi Remotely Operated Vehicle (ROV) dapat membantu untuk menemukan dan melihat lokasi pasti dari sebuah kapal selam yang tenggelam. ROV dikendalikan tanpa adanya nahkoda, yakni dikendalikan secara remote melalui kapal induknya.
ROV memiliki berbagai fitur yang sangat membantu proses penyelamatan. Seperti video dengan kualitas tinggi, informasi telemetri, penyimpanan hingga 25 kilogram, sampler atmosfer jarak jauh, hingga peralatan komunikasi bawah air. (kna)
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
OTT KPK, Gubernur Riau Abdul Wahid Turut Terjaring
Gelar OTT, KPK Cokok Pejabat PUPR Riau
Raja Keraton Surakarta Pakubuwono XIII Wafat di Usia 77 Tahun
Artis Onadio Leonardo Ditangkap Polda Metro Jaya Terkait Dugaan Penyalahgunaan Narkoba
Pemerintah Bakal Produksi 30 Unit Kapal Selam Nirawak, Jaga Choke Point Perairan Indonesia
Nikita Mirzani Divonis 4 Tahun Bui di Kasus Pemerasan Bos Skincare, Bayar Denda Rp 1 M
Bengkel Kebakaran, TransJakarta Koridor 13 Mampang-Ciledug Cuma Sampai Halte JORR Petukangan
PSSI Resmi Akhiri Kontrak Patrick Kluivert Usai Gagal Bawa Indonesia ke Piala Dunia 2026
Calon Praja IPDN Meninggal Setelah Pingsan Saat Ikut Apel Malam
Mal Ciplaz Klender Kebakaran, Api Berawal dari Korsleting di Restoran Solaria