Alumni Kampus di Sumut, Eksekutor Klinik Aborsi Ilegal di Cempaka Putih tak Bersertifikat Dokter
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus memberikan keterangan terkait penggerebekan klinik aborsi ilegal di Jakarta Pusat dalam konferensi pers di Mako Polda Metro Jaya, Rabu (23/9). ANTARA/F
MerahPutih.com - Seorang berinisial DK yang berperan sebagai dokter di klinik aborsi ilegal Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat, bukanlah dokter yang punya sertifikasi resmi sebagai dokter.
DK disebut pernah melakukan koas atau co-asisten di sebuah Rumah Sakit. Tapi, DK tidak menyelesaikan koas itu sehingga dirinya tidak memiliki sertifikasi sebagai dokter.
Baca Juga
Diotaki Dokter Abal-abal, Klinik Aborsi di Cempaka Putih Gugurkan 32 Ribu Janin
"Dia pernah melakukan koas di rumah sakit dan berlangsung dua bulan disana sehingga yang bersangkutan belum memiliki sertifikasi sebagai dokter karena dia tidak selesai," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus kepada wartawan, Kamis (24/9).
Polisi lantas merinci latar belakang DK. Kata polisi, DK merupakan lulusan dari salah satu universitas di Sumatera Utara. PDK lantas direkrut oleh pemilik klinik berinisial LA yang juga telah ditetapkan jadi tersangka dalam kasus ini.
DK pun setuju bergabung dalam klinik aborsi ilegal milik LA dan mengambil peran sebagai dokter yang melakukan aborsi.
"Dokter ini inisialnya DK lulusan universitas di Sumatera Utara," katanya.
Untuk diketahui, sepuluh orang tersangka dalam kasus ini, yaitu LA (52), DK (30), NA (30), MM (38), YA (51), RA (52), LL (50), ED (28), SM (62), dan RS (25). Mereka berperan mulai dari pemilik, dokter hingga petugas kebersihan klinik tersebut.
Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Pasal 346 dan atau Pasal 348 ayat 1 dan atau Pasal 349 Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP dan atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan atau Pasal 77A.
Baca Juga
Polda Metro Jaya Gerebek Klinik Aborsi di Cempaka Putih Beromset Rp10,9 Miliar
Kemudian, juncto Pasal 45A UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. (Knu)
Bagikan
Berita Terkait
Sudah Masuk Bui, Vadel Masih Coba Tawarkan Berdamai ke Nikita Mirzani
Jaksa Jebloskan Vadel Badjideh Eks Pacar Anak Nikita Mirzani ke Rutan Cipinang
Memahami Risiko Medis dan Konsekuensi Hukum Aborsi
Fasilitas Swasta Dimungkinkan Layani Aborsi
Polres Sukoharjo Amankan Pelaku Aborsi dan Pembuang Bayi di Desa Sanggrahan